Pertemuan dengan Ilmuwan dan Peneliti Muda Indonesia, 25 November 2019, di Hotel Lotte, Busan, Korea Selatan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 November 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 946 Kali

Umar Hadi (Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Korea Selatan)
Yang terhormat Bapak Presiden, Bapak Menko Perekonomian, Bapak Menko Maritim dan Investasi, Mensesneg, Ibu Menlu, Bapak Menteri PUPR dan adik-adik, anak-anak peneliti, ilmuwan Indonesia di Korea Selatan.

Syukur alhamdulillah pada pagi hari ini kita bisa berkumpul di ruangan ini bersama Yang Mulia Bapak Presiden. Tentunya ini suatu peristiwa yang luar biasa. Bagi kami Pak, sebagai Duta Besar Indonesia di Korea Selatan ini, salah satu hal paling penting yang perlu bisa kita ambil dan bawa pulang itu adalah kultur penelitian dan inovasi Korea Selatan.

Negara ini luar biasa sekali, Pak. Samsung itu jumlah penelitinya 25 ribu orang. LG Group itu jumlah penelitinya 17.000 orang. Itu menjelaskan daya saing kompetisi dari produk-produk mereka. Karena itu, kami di Kedutaan Besar cukup aktif merangkul anak-anak kita baik mahasiswa maupun yang sudah selesai, karena saya selalu pesan “Kalau sudah selesai doktornya, jangan langsung buru-buru pulang. Usahakan kerja dulu di sini, di perusahaan-perusahaan di sini supaya ada network, supaya ada tambahan pengalaman, baru nanti di Indonesia bisa lebih efektif lagi, bisa lebih produktif.”

Syukur alhamdulillah pada pagi hari ini berkumpul 22 anak-anak kita, Pak, 22 orang. Ibu Menlu tadi pagi langsung tanya, “perempuannya berapa?” Alhamdulillah cukup banyak. Sebetulnya jumlahnya lebih tetapi ini yang kita pilih, risetnya kita pilih. Jadi beberapa minggu yang lalu, kita kumpul Pak, di wisma dengan anak-anak ini, terus saya bilang, “ini kan Bapak Presiden mau datang, kalau kalian ini ada ide bagaimana membantu prioritas-prioritas Bapak Presiden, silakan.” Jadi mereka langsung berdiskusi online selama beberapa minggu dan insyaallah hari ini hasilnya akan disampaikan kepada Bapak Presiden.

Dan tentunya mereka juga mengharapkan motivasi, inspirasi, dan arahan dari Bapak Presiden. Jadi untuk cepatnya saya akan mempersilakan koordinator di antara teman-teman ini yang mereka pilih secara demokratis, namanya Mas Gregorius Rio, panggilannya Mas Rio. Ini ahli chemical engineering. Tahun lalu baru wisuda di Pukyong, saya datang Pak hari itu Pak wisudanya Pak. Dua tahun yang lalu ya. Sekarang dia… Dan dulu waktu mahasiswa dia Ketua Perpika (Perhimpunan Pelajar Indonesia di Korea)-nya di sini. Jadi memang aktivis dari dulu.

Jadi, silakan Mas Rio mewakili teman-teman yang lain untuk sedikit memperkenalkan dulu, lalu perkenalkan pikiran yang ingin disampaikan kepada Bapak Presiden.

Silakan.

Gregorius Rionugroho Harvianto
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera untuk kita semua.

Sebelumnya, terima kasih Bapak Presiden, Bapak Dubes, Bapak-Ibu Menteri yang saya hormati. Terima kasih atas segala kesempatannya. Bagi saya sungguh berharga sekali gitu ya, mewakili-teman-teman hebat di sini yang luar biasa jago-jago dalam penelitian, dalam riset dan inovasi.

Sebelumnya perkenalkan, nama Gregorius Rionugroho, saya akrab dipanggil Rio. Asal dari Solo, rumah saya di Solo, lahir di Jakarta tahun 1991. Saya sekarang bekerja di Busan, di sebuah konsultan chemical engineering untuk refinery, petrokimia, dan industri-industri kimia. Jadi kita desain alatnya, desain prosesnya untuk refinery di Korea. Kebanyakan klien kami di Korea dan juga ada di Indonesia beberapa, di Cilegon. Jadi minggu depan juga saya akan ke Cilegon untuk bertemu dengan beberapa perusahaan di sana seperti Chandra Asri dan lain-lainnya. Ya itu kira-kira background saya.

Dan selanjutnya saya akan memperkenalkan Mas Zico. Mas Zico mungkin bisa berdiri. Mas Zico ini di UNIST (Ulsan National Institute of Science and Technology) sekarang menempuh postdoc (pascadoktoral). Beliau bekerja di UNIST, jurusannya teknik kimia.  Background penelitiannya thermoelectric, konversi panas ke listrik, ya. Terima kasih Mas Zico.

Selanjutnya ada Mas Victor, Mas Victor bisa berdiri. Ya, Mas Victor ini di Ajou University, beliau fokus kepada mitigasi bencana alam. Risetnya tentang mitigasi bencana alam, sedang menempuh S-3.

Selanjutnya ada Mas Zeno Rizqy. Mas Zeno Rizqy ini dari Pukyong National University untuk OLED, jadi semiconductor atau semua yang berhubungan dengan device-device elektronik. Sekarang sedang menempuh S-3 juga, Bapak.

Selanjutnya ada Mas Bayu Adi. Mas Bayu Adi postdoc di POSTECH, jadi sudah menyelesaikan S-3-nya di Korea. Sudah postdoc dua kali juga, jadi cukup lama di Korea, dan beliau berfokus di artificial intelligence (AI). POSTECH itu di Posco, dari Pohang. Jadi kalau tadi Pohang, ini Busan, Mas Zico Seoul, Victor Seoul, saya Ulsan. Jadi beda-beda ini semuanya. Ya, punyanya Hyundai sama S-Oil. Terima kasih Mas Bayu.

Selanjutnya Mbak Vina dari KAIST, konon katanya ITB-nya Korea. KAIST, jadi di Daejeon bidangnya di smart factory. Jadi, industrial engineering di manufaktur fokusnya. Industri 4.0 juga, AI juga. Terima kasih Kak Vina.

Selanjutnya Tere, Mbak Tere dari Ajou University, bidangnya software engineering. Baru saja lulus S-3 kemarin, minggu lalu habis selesai sidang. Selamat Kak Tere. Ya terima kasih Kak Tere.

Selanjutnya Mbak Ayu, bidang arsitektur dari Yeongnam University. Istri saya, kebetulan istri saya. Jadi penelitiannya tentang tall buildings.  Jadi meneliti tentang tall buildings termasuk di Jakarta, Korea juga, yang menjadi building-building tinggi gitu ya. Terima kasih Kak Ayu.

Mas Havid, Mas Havid lulusan Kookmin University. Sekarang sedang postdoc di UNIST, satu kota sama saya di Ulsan National Institute of Science and Technology. Beliau meneliti tentang sumber energi terbarukan, solar cellQuantum doc, pokoknya impact factor-nya tinggi banget, Pak, ini. Jago banget, untuk menulis paper jago banget.

Selanjutnya Mbak Cindy, Cindy Pricilia. S-1, S-2, S-3 di KAIST, di Daejeon. Luar biasa. Jadi sekarang meneliti teknik kimia juga, meneliti microorganism metabolism, untuk rekayasa produksi obat-obatan. Ya terima kasih Mbak Cindy.

Selanjutnya Mas Ade, dosen Universitas Brawijaya, sekarang ada di Geoje. Di kawasan yang dekat sama Daewoo ya, Daewoo Geoje, di sana ada DSME (Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering). Nah, beliau di UST untuk produksi material baru, urusan nanotechnology dan obat-obatan juga ya Mas ya. Ya, terima kasih Mas Ade.

Selanjutnya Mas Romel Hidayat. Beliau dari Sejong University, atomic layer deposition, ini mengenai penelitiannya. Ini berat banget karena beliau juga sedang mengerjakan project confidential dengan salah satu perusahaan di Korea untuk pengembangan di semiconductor-nya. Jadi produk-produk elektroniknya itu termasuk salah satunya ya, masih confidential katanya. Terima kasih Mas Romel.

Selanjutnya Mas Teguh, peneliti BPPT yang sekarang sedang menempuh S-3 di Pukyong National University, berhubungan dengan pertahanan dan keamanan laut, kemaritiman ya berarti. Terima kasih Mas Teguh.

Selanjutnya Mas Gabriel. Mas Gabriel ini bekerja di Seafood Research Center. Setelah menyelesaikan S-3-nya beliau lanjut bekerja sebagai peneliti di Seafood Research Center, di bidang perikanan, budidaya perikanan, termasuk untuk produksinya pangan, kosmetik, dan farmasi. Ya, terima kasih Mas Gabriel.

Selanjutnya Mas Vega Pradana Rachim. Mas Vega ini sekarang postdoc di POSTECH juga, tadi di Pohang juga. Beliau fokus pada bidang healthcare system untuk device-device yang portabel yang bisa dipakai di pelosok, di daerah, bisa dibawa ke mana-mana. Healthcare systembasic-nya elektro.

Selanjutnya, teman saya yang sama-sama kerja di perusahaan Korea, Mas Aldias. Mas Aldias kerja di Daewoo, di DSME. Beliau fokus di desain-desain kapal dengan menggunakan simulasi, dengan menggunakan pendekatan simulasi 3D gitu ya, kurang lebih.

Umar Hadi (Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Korea Selatan)
DSME itu yang bikin kapal selam kita, yang bekerja sama dengan PT PAL kemarin.

Gregorius Rionugroho Harvianto
Yang saya ingat juga, Bapak lima tahun yang lalu sempat ke sana. Ya, Mas Aldias terima kasih.

Mbak Yuli dari Kwangwoon University. Beliau sekarang meneliti S-3 di Kwangwoon University, fokusnya ke device-device juga menggunakan deep learning machine, jadi ya basic-nya deep learning algorithm. Algoritma-algoritma, seperti itu. Terima kasih Mbak yuli.

Selanjutnya Mbak Deviana dari UST (University of Science and Technology). Beliau fokus pada katalis, pengembangan katalis. Iron catalyst di UST untuk produk-produk seperti bensin, diesel, dan jet fuel. Begitu, yang kurang lebihnya. Ya, terima kasih.

Selanjutnya Mas Kodir dari UST. Mas Kodir dari UST berfokus pada kendaraan bertenaga listrik, Bapak. Jadi di Korea kita tahu sudah banyak sekali, sekarang sudah gencar untuk kendaraan-kendaraan berbasis tenaga listrik. Beliau juga fokus di sana, termasuk di busnya, device-device di busnya melalui membrane fuel cell. Itu.

Selanjutnya Mas Thomhert, beliau ahlinya IT Korea kalau kita bisa bilang. Beliau juga punya startup, sedang merintis startup juga. Beliau sedang meneliti di UST, fokusnya kepada deep learning machine juga untuk atribut-atribut device yang melekat pada smartcity design over 5G network. Yaitu smart city menggunakan jaringan 5G. Terima kasih Mas Thomhert.

Selanjutnya Mas Rohib, dosen dari Institut Teknologi Kalimantan, ITK. Beliau sekarang di UST menempuh S-3 untuk mobil fuel cell juga. Jadi berat-berat kayaknya penelitiannya.

Dan Mbak Astrid, yang terakhir. Mbak Astrid dari UST juga. ETRI (Electronic Telecommunication Research Institute) untuk artificial intelligence juga, AI juga di video CCTV, robot, drone, kamera, dan yang lain-lainnya.

Umar Hadi (Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Korea Selatan)
Tahun lalu Astrid ikut menari di depan Presiden.

Gregorius Rionugroho Harvianto
Oh, iya, penari juga. Penari KBRI, KPPI.

Ya itu kurang lebih perkenalan dari kami. Saya sendiri juga sangat amazed, sangat bingung menghafal satu-satu, penelitiannya luar bisa bagus-bagus terutama.

Ya untuk kesempatan kali ini juga kami sangat berterima kasih kepada Pak Dubes bisa diberikan kesempatan dan bisa diberikan waktu untuk menyampaikan gagasan-gagasan kami. Jadi gagasan kami ini, yang telah kami susun, kami coba beri judul “Korea Selatan Sebagai Inspirasi Percepatan Kemajuan Riset dan Inovasi di Indonesia”. Kami tahu program visi-misi dari Bapak Presiden juga salah satunya tentang riset dan inovasi yang unggul di Indonesia untuk Indonesia Maju. Maka dari itu kami merekomendasikan beberapa gagasan, di mana gagasan-gagasan ini bersumber dari pengalaman kami menjalani riset di sini. Jadi pengalaman-pengalaman nyata kami, pengalaman-pengalaman kami meneliti, susah-senangnya kami, kami share di sini.

Ada beberapa ide yang kami rasa bisa membantu Pemerintah Republik Indonesia saat ini untuk dalam menurunkan program-program teknisnya, karena kita melihat sendiri kalau di Korea Bapak, R&D (research and development)-nya itu mengeluarkan dananya sangat besar, 4,46 persen dari GDP-nya Korea. Peringkat dua setahu saya Bapak, di dunia. Sedangkan Indonesia masih 0,26 persen, data 2016 terakhir yang kita tahu. Jadi memang masih jauh. Namun saya juga tertarik dengan komentar Pak Presiden, saat itu pernah berkata, “dana kita riset sudah besar, tapi hasilnya mana?” Saya pernah baca berita di sana seperti itu, kurang lebih. Ini menarik juga, memang dana kita kalau ukuran secara dibandingkan GDP mungkin masih kecil tetapi secara kuantitas sebenarnya sudah besar.

Maka dari itu kami menyampaikan beberapa gagasan kami, bagaimana menggunakan anggaran ini lebih efektif dan lebih efisien untuk strategi riset inovasi kita, yang kita kasih judul “Strategi Riset dan Inovasi Menuju Indonesia Emas 2045”. Jadi kami melihat ini sebuah visi yang  jangka panjang, bukan hanya jangka lima tahun ke depan.

Nah yang pertama, banyak dari kami yang sekarang ini sedang menempuh pendidikan S-2, S-3 di UST, University of Science and Technology. Nah, UST ini merekrut lulusan-lulusan S-1 baik itu dari Korea maupun dari luar negeri, termasuk dari kita-kita yang di Indonesia ini untuk menempuh studi S-2 dan S-3. Mereka ditempatkan bukan di universitas Bapak-Ibu, tetapi lebih mereka ditempatkan di lembaga-lembaga penelitian.

Jadi, misalkan mereka punya hanya satu gedung, gedung administrasi, tapi peneliti-penelitinya ini ditempatkan di berbagai institusi riset. Contoh, kalau kita gambarkan di Indonesia, misalkan kita bangun yang namanya kita namakan Universitas Riset Indonesia, URI. Jadi, kalau kita bangun satu gedung di Jakarta, misalkan, kita buat sebagai gedung administrasi. Nanti mereka-mereka peneliti-peneliti ini kita tempatkan di LIPI, peneliti-peneliti ini kita tempatkan di BPPT, peneliti-peneliti ini kita tempatkan di BMKG, di BATAN, di lembaga-lembaga riset lainnya yang ada di Indonesia. Mereka menjalani studi S-2 dan S-3 di sana. Jadi BATAN ini kita jadikan sekolah nuklir, departemen nuklir, misalkan, nuclear engineering misalkan. Atau BATAN kita jadikan departemen aerospace, misalnya seperti itu. Atau BMKG kita jadikan departemen earth science.

Jadi kalau di Korea itu sistem itu berjalan dengan baik, menghasilkan lulusan secara cepat. Ini menjadi poin kita kenapa kita cukup sepakat kemarin, satu kata, Indonesia harus punya yang seperti ini, Universitas Riset Indonesia. Karena kita butuh menambah jumlah peneliti Indonesia dalam waktu yang singkat, dalam waktu yang relatif singkat. Kita ke depan akan menghadapi bonus demografi yang baik, kita menghadapi globalisasi gitu ya, jadi kita merasa kita butuh menambah jumlah peneliti dalam waktu singkat. UST ini, atau URI ini jadi salah satu jalan yang baik untuk kita tempuh, seperti itu. Karena lulusan UST sendiri, juga kita ketahui, mereka bisa menghasilkan impact factor 3,86. Dua paten dan dua paper setiap lulusannya. Setiap lulusannya dua paten, dua paper setelah saat lulus. Jadi ini sebuah angka yang bukan kecil gitu buat kita. Setiap lulusan dua paten, dua paper.

Nah mengenai teknisnya, kita melihat dana LPDP yang ada sekarang Bapak, itu kan dananya cukup besar. Kita melihat justru dana LPDP ini sebaiknya diputar dananya di dalam negeri. Ketika mereka ini, mahasiswa S-2, S-3 ini diberikan beasiswa di URI tadi, di universitas ini mereka akan berstudi menjalani riset di dalam negeri. Jadi dana-dana LPDP kita justru banyak di dalam negerinya dibandingkan ke luar negeri yang kita putar dananya ke sana.

Jadi kita melihat ini salah satu strategi supaya bagaimana dana LPDP kita lebih maksimal. Karena sering juga banyak pertanyaan, kita mengeluarkan beasiswa LPDP banyak ke Amerika, ke Eropa tapi hasil output-nya mana? Itu sering menjadi isu hot di antara mahasiswa-mahasiswa bagaimana LPDP ini kalau kita berikan ke dalam negeri itu menjadi sangat baik. Itu yang kita pikirkan bersama.

Nah yang kedua, kami melihat perlunya percepatan riset dan inovasi di industri, bukan hanya di lingkungan kampus. Karena kalau kampus sudah pasti penelitian itu menjadi salah satu tridharma perguruan tinggi, pasti mereka riset. Di lembaga riset, pasti meriset.

Kita melihat di korea ini industrinya, seperti yang tadi Pak Dubes bilang, Samsung punya sekian, LG punya sekian besarnya. Ini kita melihat, ini juga salah satunya didorong oleh KOITA, K-O-I-T-A, itu Korea Industrial Technology Association. Jadi buat kita-kita yang bekerja di industri, kita sangat merasakan dampak dukungan dari KOITA ini untuk percepatan R&D-nya, Bapak. Seperti misalkan, mereka ngasih insentif buat kita. Kalau perusahaan mempekerjakan lulusan S-3, pemerintah itu ngasih insentif. Pemerintah itu ngasih support dana untuk salary-nya, untuk gajinya karena mempekerjakan S-3.

Nah, jadi KOITA ini didirikan tahun ‘79. Jadi kalau Korea sudah melihat bahwa teknologi ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional sejak tahun 1979. Mereka memastikan R&D-R&D di perusahaan ini, ada 40.000 perusahaan yang tergabung dalam KOITA ini, R&D-nya harus bergerak, harus menghasilkan paten, harus menghasilkan inovasi, didukung dan dijaga sistemnya. Dikasih sertifikasinya berbagai level, setahu saya ada lima level. Jadi level satu itu masih awal, level dua nambah lagi step-nya, sampai level yang paling advance. Jadi itu bahwa itu mereka sudah punya paten banyak, mereka sudah punya teknologi banyak. Jumlah peneliti S-2, S-3-nya banyak di dalam. Juga mereka ngasih award, Bapak, ngasih Technology Award, R&D Engineer Award untuk para peneliti-peneliti yang ada di industrinya. Jadi selain insentif berupa uang, juga berupa penghargaan juga kepada R&D-R&D-nya.

Jadi ini yang kita lihat bahwa akhirnya menumbuhkan iklim riset dan inovasi di industri tadi. Ini kita lihat kenapa kita merasa bahwa pemerintah harus mewajibkan R&D-R&D ini, karena kita nanti bakal punya tadi, universitas tadi, bakal punya lulusan S-2, S-3 yang banyak. Nah lulusan ini ke mana? Ya ke industri itu tadi, industri-industri manufaktur ini bisa bergerak menghasilkan produk-produk yang memang berkualitas. Kita tahu produk-produk Korea juga sekarang sudah sangat banyak di dunia, termasuk di Indonesia, begitu Bapak.

Jadi, nomor dua kita lebih ke sana. Karena kita melihat ini bisa menjadi turunan dari PP Nomor 45 Tahun 2019, Peraturan Pemerintah Indonesia tentang Pemberian Insentif Pajak Terkait Riset dan Inovasi. Kita juga kemarin sempat belajar itu dan salah satunya ini juga menurut kami bisa menjadi turunan-turunan programnya di sana.

Itu yang kedua. Oh ya, jadi, kalau kita melihat Bapak, daripada kita menambah nomenklatur karena kan pemerintahan kita lihat juga ingin sederhana, ingin simpel, kita melihat ini bagus sekali kalau ini menjadi salah satu program dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) yang dipimpin oleh Bapak Prof. Bambang Brodjonegoro. Jadi kita melihat optimalisasi BRIN saja tanpa kita membentuk nomenklatur seperti asosiasi baru seperti KOITA tadi. Kita melihat ini menjadi salah satu program di BRIN sepertinya sudah cukup baik. Itu tidak salah.

Yang ketiga, kita kasih sebutan “Revolusi Konsep Triple Helix untuk SDM Indonesia Unggul”. Jadi kalau triple helix, kita bekerja antara pemerintah, peneliti akademisi, dan industri, gitu. Nah, revolusi konsep triple helix ini menjadi turunan-turunan dari Perpres Nomor 38 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional dan juga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek (Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Kita melihat ini menjadi program-program turunannya, seperti: Satu, pemerintah mewajibkan industri untuk memiliki R&D, karena Korea sendiri tercatat di peringkat pertama untuk jumlah peneliti di industri, 1:155 penduduk. Dibandingkan Indonesia di peringkat 19, dengan jumlah satu orang per 11.000 orang (penduduk). Masih jauh sekali kita kalau dibandingkan dengan Korea.

Nah yang kedua, sesuai dengan Undang-Undang juga, kita perlu membentuk lembaga pengelola dana riset dan inovasi. Kita tahu, Bapak-Ibu, bahwa ada LPDP yang juga sekarang ada Program RISPRO (Riset Inovatif Produktif), namun kita rasa ini masih kurang cukup untuk mendukung riset inovasi karena lembaga pengelola dana pendidikan memang mungkin lebih baik untuk fokus di pendidikan. Tapi ada lembaga pengelola sendiri, dana riset dan inovasi, yang memang ini untuk support di industri-industri, R&D-R&D di universitas maupun di industri tadi. Sehingga dananya, birokrasi yang berbelit-belit itu bisa kita putuskan itu. Jadi dananya bisa kita dapat dari lembaga pengelola dana riset dan inovasi ini. Karena, seperti LPDP, juga dananya tidak susah gitu kan, kita kalau lihat teman-teman.

Selanjutnya universitas melakukan rekrutmen dosen yang memiliki pengalaman profesional atau industri, minimal sepuluh tahun. Nah dosen-dosen karier ini mereka bekerja untuk fokus mendekatkan kampus dengan industri. Fokusnya lebih banyak untuk ke arah industri dibandingkan ke arah akademis, gitu. Jadi ada satu dosen khusus, dosen karier khusus.

Ada lagi yang lain, dapat dibentuk badan internal baru di kampus dan penambahan fungsi LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) untuk pengelolaan mitra industri lokal. Jadi kampus-kampus yang ada di daerah-daerah, mereka mempunyai mitra industri lokal. Jadi, industri-industri lokal juga digiatkan.

Selanjutnya yang terakhir. Pemerintah mewajibkan dosen untuk mengusulkan minimal satu penelitian yang berkolaborasi dengan industri, Bapak. Kita melihat di Korea banyak sekali mereka melakukan kolaborasi yang didukung oleh pemerintahnya, dikasih support, dikasih pendanaan untuk bisa presentasi, conference tapi mereka wajib berkolaborasi antara industri sama akademisinya tadi. Juga dikasih insentif pajak juga untuk industri yang memang nulis paper. Karena buat industri, nulis paper itu mereka enggak tertarik, tetapi di dunia akademisi itu sangat penting. Jadi bagaimana mereka bisa berkolaborasi.

Maka kalau rekomendasi ini benar-benar bisa dilaksanakan gitu ya Bapak, kira-kira, kita melihat bahwa sistem rekrutmen ilmuwan Indonesia dari dini bisa segera terjadi. Mereka tadi dari S-2, S-3 sudah awal langsung ada. Terus penyelarasan ilmu terapan dan inovasi hilir, ilmu terapan dan inovasi hilir yang kita lihat ada bagus di Korea. Selanjutnya inkubasi bisnis baru bagi industri-industri kecil dan menengah. Dan produk-produk yang kompetitif dari industri-industri besar yang sudah di Indonesia sekarang. Kita tahu banyak perusahaan besar.

Maka dari itu kami sekarang mendeklarasikan Asosiasi Peneliti Indonesia di Korea, Bapak-Ibu. Jadi kita butuh wadah, kita juga akan membentuk jaringan supaya berkomunikasi langsung karena kita melihat kita perlu iklim riset yang kuat di Indonesia supaya produk inovasi kita juga bisa bermanfaat untuk masyarakat.

Itu kurang lebihnya dari saya, terima kasih banyak atas perhatiannya. Terima kasih sekali lagi.

Umar Hadi (Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Korea Selatan)
Terima kasih Mas Rio.
 Bapak Presiden, silakan langsung saja.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.

Yang saya hormati para Menko, Menteri, Pak Dubes, serta Saudara-saudara sekalian seluruh peneliti yang sekarang masih berada di Korea Selatan.

Saya tadi mendengarkan bidang-bidang yang digeluti bermacam-macam. Ada tadi AI, ada healthcare system, ada biodiesel energi atau biofuel, dan lain-lain, greenfuel, kemaritiman, ada perikanan tadi, dan yang lain-lain yang tidak bisa saya ulang lagi.

Yang pertama, saya sangat senang sekali tadi mendapatkan masukan dari Mas Rio mengenai… Ini adalah masukan-masukan segar yang saya terima, yang saya kira bisa menginspirasi pemerintah dalam rangka membangun sebuah rumah besar riset Indonesia yang sekarang sudah kita bentuk yang bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional. Ini memang baru awal karena memang mimpi kita, semua yang namanya balai penelitian, lembaga-lembaga penelitian kita, lembaga-lembaga riset kita semuanya masuk ke dalam rumah besar itu.

Karena apa? Sekarang kan berdiri sendiri-sendiri itu meskipun memang anggarannya belum banyak tetapi menurut saya sudah banyak. Saya lihat setiap kementerian ada Rp800 miliar, ada Rp700 miliar. Setelah saya gabungkan semuanya, jadi angkanya itu ada Rp26 triliun. Kalau menurut saya itu angka gede banget meskipun belum segede yang tadi disampaikan, 4,2 persen dari GDP kita, memang belum. Tetapi kalau yang Rp26 triliun ini sudah benar, jalannya sudah benar, kemudian hasilnya juga ada, yang saya tagih hasilnya dong, “mana Rp26 triliun hasilnya?” saya gitu kan, kalau benar sudah berhasil, sudah bagus dan betul-betul bermanfaat untuk rakyat, untuk industri, untuk desa, untuk petani, untuk nelayan baru.

Kita memang belum masuk ke sana. Konsentrasi kita misalnya lima tahun yang kemarin memang kita baru fokus pada infrastruktur. Kemudian lima tahun ke depan kita masih konsentrasi lagi ke sumber daya manusia. Tetapi lima tahun ke depannya lagi mestinya kita sudah masuk ke yang namanya riset dan inovasi itu sudah menjadi prioritas besar bangsa kita.

Masuknya melalui tahapan-tahapan besar itu. Kita tidak ingin pikiran kita semuanya kita kerjakan dan enggak ada hasilnya semuanya. Jadi pemerintah sekarang ini ingin bekerjanya fokus, gampang dikontrol, gampang dicek, gampang diawasi sehingga tidak semuanya. Memang ini kita baru menata untuk riset dan inovasi.

Saya juga, kemarin sudah saya sampaikan ke perancang ibu kota baru Indonesia, kita ingin juga di situ nanti ada klaster besar, karena ini ada klaster pemerintahan, ada klaster pendidikan yang di situ nanti ada universitas-universitas yang kita ingin kelas-kelas dunia ada di situ, tetapi juga ada klaster besar yang berkaitan dengan riset dan inovasi, gede banget. Saya enggak tahu nanti perisetnya ada berapa puluh ribu tetapi saya ingin gede banget. Saya sudah bayangin, karena memang sudah kita siapkan lahan di ibu kota yang baru. Dan kita ingin kalau sudah masuk ke sana artinya memang harus dibelokan yang dulu anggarannya banyak ke infrastruktur akan mulai digeser masuk ke riset dan inovasi.

Inilah saya kira mimpi besar kita dalam hal terkait dengan riset dan inovasi. Kita tahu juga sekarang kita sudah masuk, meskipun sudah terlambat, misalnya masuk ke B20, sebentar lagi masuk B30. Ini betul-betul mengurangi, sangat mengurangi sekali impor minyak kita dan ketergantungan kita pada pasar ekspor.

Untuk di dalam negeri saja kita bisa gunakan dengan baik sehingga saya kira ke depan kalau kita mau berbelok dari ada transformasi ekonomi, ada transformasi teknologi, saya kira bahan-bahan mentah kita enggak perlu kita ekspor. Batu bara bisa gasifikasi ke LPG, bisa masuk ke bahan-bahan untuk pembuat kain, kemudian batu bara untuk petrochemical, banyak sekali larinya, atau misalnya nikel kita, kobalt kita bisa dibuat untuk lithium baterai yang nanti bisa untuk membangun mobil-mobil listrik.

Saya kira ini memang, negara kita ini memang terlalu banyak sekali barang-barang yang bisa diubah dari yang dulunya diekspor bahan mentah menjadi barang-barang jadi atau setengah jadi. Itu strategi bisnis negara menjadi ada added value-nya, ada nilai tambah yang bermanfaat bagi rakyat. Dan kita harus optimis bahwa itu bisa kita kerjakan dengan baik.

Saya kalau bertemu peneliti-peneliti muda yang sudah doktor kayak gini ini memberikan dorongan semangat yang besar bagi kita untuk membayangkan bahwa apa yang dikalkulasi oleh Bank Dunia, oleh IMF, oleh McKinsey, oleh Bappenas, oleh kita sendiri sudah kita hitung bahwa Indonesia Emas 2045 betul-betul kita masuk ke empat besar negara ekonomi terkuat di dunia. Saya meyakini itu akan, insyaallah akan sampai kepada titik itu dengan GDP nominal, GDP PDB kita di nomor empat. Perkiraan nanti income per kapita kita sudah mencapai USD23 ribu sampai USD29 ribu per tahun. Kalau sekarang UMK kita baru Rp2 juta sampai Rp3 juta, nantinya sudah berada pada angka Rp27 juta rupiah per bulan, kira-kira.

Jadi lompatan yang sangat besar sekali dan itu akan terjadi kalau step-step besar, pekerjaan-pekerjaan besar di negara kita ini kita lalui dengan tahapan-tahapan yang benar, tanpa terganggu oleh misalnya turbulensi politik. Jangan sampai. Sehingga kalau stabilitas politik, stabilitas keamanan itu ada seperti ini terus, insyaallah hitung-hitungan itu tidak akan meleset, karena yang menghitung bukan saya pribadi.

Tentu saja tantangan-tantangan juga sangat besar sekali. Dan sekarang ini kita baru tahapan membangun sebuah trust dari negara-negara lain. Yang ingin kita tunjukkan bahwa meskipun ekonomi dunia babak belur semuanya, kita masih bisa bertahan di angka pertumbuhan ekonomi, growth kita masih di atas lima persen. Ini patut kita syukuri, alhamdulillah. Dan kalau angka itu terus bisa kita pertahankan, kepercayaan negara lain bisa benar-benar… melihat kita, mengkalkulasi kita, dan timbul trust. Itulah yang kita tunggu-tunggu sebetulnya, sehingga arus modal mengalir, arus FDI (Foreign Direct Investment) juga mengalir. Ya, itulah nanti yang kita harapkan bisa mempercepat, bukan 2045, tapi bisa maju lebih depan lagi kita masuk ke empat besar negara dengan ekonomi terkuat di dunia.

Saya meyakini dengan apa yang di hadapan saya sekarang ini, Saudara-saudara semuanya ini akan menjadi sebuah kepemimpinan, pemimpin-pemimpin bukan hanya di bidang riset. Mungkin nanti akan muncul industri-industri yang sekarang kita enggak bisa tebak apa tetapi akan muncul dan munculnya itu dari periset-periset yang sekarang ini. Ya enggak apa-apa sekarang ini di sini dulu enggak apa-apa, melihat, mengamati, kemudian pada titik tertentu memang nantinya semuanya harus kembali membangun negara kita.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

Umar Hadi (Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Korea Selatan)
Terima kasih Bapak Presiden. Saya kira sudah pada siap untuk mengisi yang di Kalimantan Timur nanti Pak.

Silakan Mas Rio kalau mau sampaikan rekomendasinya secara fisik kepada Bapak Presiden.

Ya terima kasih Bapak Presiden, dan adik-adik, teman-teman. Kita akhiri acara pagi ini, karena Bapak Presiden hari ini berangkaian acaranya yang berturut-turut, cukup padat sampai malam. Tapi syukur alhamdulillah, niat kita sudah tersampaikan.

Saya kira demikian Bapak Presiden. Mohon izin, kami tutup acara pagi ini. Selanjutnya kita foto-foto bersama.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru