Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat, 22 Februari 2020, di Lapangan Futsal Galacticos Cot Gapo, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Maju yang hadir. Hadir bersama saya Bu Menteri Kehutanan, Bu Siti Nurbaya. Pak Menteri PUPR, Pak Basuki, supaya tahu semuanya. Kemudian Menteri Dalam Negeri, Pak Tito Karnavian. Kemudian Pak Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal Moeldoko. Dan yang terakhir, ini yang dari Aceh, Pak Menteri ATR/Kepala BPN yaitu Pak Sofyan Djalil. Berdiri lagi, Pak, nah. Pak Sofyan ini dari Perlak, Aceh Timur. Benar, Pak ya? Benar. Yang satunya lagi, ada Menteri Agama, itu juga dari Aceh, Pak Fachrul Razi, ya supaya tahu semuanya.
Yang saya hormati Bapak Gubernur Provinsi Aceh, Bapak Bupati Kabupaten Bireuen.
Bapak-Ibu sekalian seluruh penerima sertifikat.
Sertifikatnya sudah dipegang semuanya? Coba diangkat. Sebentar, sebentar, saya hitung, jangan diturunkan. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 2.576, betul. Nah, sudah pegang semuanya ya? Pokoknya sudah pegang semuanya.
Karena problem di negara kita Indonesia, setiap saya pergi ke desa, setiap saya pergi ke kampung, selalu yang menyampaikan di telinga saya ini rakyat, “Pak, tanah saya sengketa.” “Pak, ini ada konflik tanah.” Kenapa itu terjadi? Karena rakyat tidak pegang sertifikat, tanahnya ada sertifikatnya enggak ada. Ini, konflik sengketa lahan dimulai dari situ. Tadi disampaikan oleh Pak Menteri ATR/Kepala BPN, di Aceh sendiri harusnya sertifikat yang dipegang oleh rakyat ada 3,2 juta sertifikat, tapi yang sekarang yang pegang baru berapa, Pak? Satu koma dua (juta) coba, masih kurang 2 juta sertifikat. Ini yang sering menjadi masalah sengketa lahan di situ. Tidak hanya di Aceh saja, di seluruh provinsi di Indonesia. Di Jawa gitu, di Kalimantan sama, di Sulawesi sama, di Papua sama, di Bali, di NTT, NTB sama.
Karena memang di seluruh Indonesia ini harusnya yang pegang sertifikat itu ada 126 juta, tetapi di 2015 baru…, yang pegang baru 46 juta. Artinya masih ada 80 juta yang belum pegang sertifikat. Itu kenapa, sekali lagi, sengketa di mana-mana? Oleh sebab itu, 2017 saya perintahkan kepada Pak Menteri (ATR), karena sebelumnya setahun itu hanya 500 ribu di seluruh Indonesia sertifikat keluar. Saya minta 2017, 5 juta (sertifikat), langsung lipat 10, 2018 minta 7 juta, nyatanya BPN bisa, tahun 2019 kemarin, 9 juta, keluar juga 9 juta. Ini yang terus akan kita percepat.
Kalau ndak, bayangkan 80 juta yang belum disertifikat, kalau setahun 500 ribu nunggu-nya berarti berapa? Seratus enam puluh tahun untuk dapat sertifikat, mau? Mau? Siapa yang mau, maju saya beri sepeda! Sini. Siapa yang mau nunggu sertifikat 160 tahun, maju ke sini saya beri sepeda! Ada? Ada? Ayo maju, saya beri sepeda. Enggak akan ada kan? Enggak ada yang mau pasti. Itulah kenapa sertifikat itu dipercepat.
Kalau sudah pegang sertifikat, tolong difotokopi. Yang asli taruh lemari 1, yang fotokopi taruh lemari 2, kalau ada yang hilang ngurusnya mudah. Kalau asli hilang punya sertifikat fotokopi, ngurus ke kantor BPN mudah.
Kemudian yang ketiga, biasanya kalau sudah pegang sertifikat, penginnya mesti disekolahkan sertifikatnya. Oh, berarti di sini enggak ada yang disekolahkan, mungkin. Kok diam semuanya? Ada? Dipakai untuk agunan ke bank, dipakai untuk jaminan ke bank. Ada yang ingin dipakai untuk jaminan ke bank? Mana? Tunjuk jari. Mana? Ada yang mau dipakai untuk jaminan ke bank? Kok sedikit sekali, ya? Benar apa malu? Enggak apa-apa, dipakai untuk jaminan ke bank enggak apa-apa, dipakai untuk agunan ke bank juga enggak apa-apa tapi tolong kalau mau pinjam ke bank itu dihitung. Dihitung, dikalkulasi bisa ngangsur ndak, bisa nyicil ndak? Kalau ndak bisa, sertifikat bisa hilang. Hati-hati, jadi dihitung.
Yang kedua, kalau sudah pinjam ke bank, nah ini tanahnya gede, tadi saya lihat tanahnya Ibu tadi dapat 2 sertifikat, tanahnya 1.700 sama 1.500 (meter persegi), gede banget tadi. Dipakai untuk agunan ke bank, nih, dapat Rp300 juta. Waduh gede. Hati-hati ya, Rp300 juta itu uangnya bank. Itu pinjaman. Jangan sampai pinjaman itu, dapat Rp300 (juta), pulang, besoknya ke dealer mobil. Rp100 (juta)-nya dipakai untuk uang muka di dealer, Rp200 (juta)-nya dipakai untuk yang lain. Hati-hati, jangan kejadian seperti itu, gunakan Rp300 juta itu, kalau dapat Rp300 juta, gunakan semuanya untuk modal kerja, gunakan semuanya untuk modal investasi, gunakan semuanya untuk modal usaha, semuanya. Kalau untung Rp5 juta, alhamdulillah, disimpan. Dapat untung Rp10 juta, alhamdulillah, disimpan. Baru ini yang keuntungan mau dipakai untuk beli mobil silakan, beli sepeda motor silakan, tapi bukan dari uang pokok pinjaman.
Hati-hati kalau dipakai untuk DP (down payment) mobil itu hanya 6 bulan, 6 bulan. Enggak bisa…, ya bulan pertama, kedua gagah muter-muter kampung, waduh gagah, mobilnya baru. Gagah, 6 bulan gagahnya, setelah 6 bulan baru, enggak bisa nyicil ke bank, enggak bisa ngangsur ke dealer. Bulan ke-7 sertifikatnya diambil bank, mobilnya diambil oleh dealer. Terus malu kita, hati-hati. Pinjam ke bank itu harus mengembalikan, hati-hati. Harus ngangsur, harus nyicil. Saya titip itu aja.
Kembali lagi, siapa yang ingin pinjam ke bank? Enggak ada? Enggak ada? Tadi Ibu, Ibu tadi kelihatan mau pinjam tadi? Ya? Yang (baju) hijau sini maju. Tadi semangat, kok setelah ini tadi enggak semangat. Ya, sini maju.
Siapa yang sertifikatnya tidak ingin dipakai untuk pinjam ke bank? Tunjuk jari! Benar? Benar? Yang mau disimpan, ada? Coba Bapak tadi, yang sana tadi, sini ya. Bapak sini maju.
Bu Asmara mau dipakai ke bank ndak? Mau disimpan? Sertifikatnya mau disimpan? Iya? Disimpan? Ya, maju juga enggak apa-apa. Sini, ya. Sini, sini Bu, sini, dekat saya. Ya, ya, ya, ya, ya, ya. Terima kasih. Sudah, di sini dulu Bu, ya. Sini. Perkenalkan nama Ibu. Perkenalkan namanya, nama dari kabupaten mana.
Melawati
Nama saya Melawati dari Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kabupaten Bireuen. Bu siapa tadi? Panggilannya Bu siapa?
Melawati
Melawati.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bu Melawati?
Melawati
Ya
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bu Melawati, dari?
Melawati
Dari Bireuen.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dari Bireuen, gitu aja. Ya, dari Bireuen. Sertifikat ada berapa meter persegi luasnya?
Melawati
Ada…
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Nah, kalau punya sertifikat itu harus ngerti ya, meter perseginya berapa. Ini penting lo, ini aset yang sangat penting. Nah, ini Bapak-Bapak pada buka-buka itu belum ngerti semua itu berarti. Ketahuan itu pada buka-buka. Ya, coba saya lihat sertifikatnya. Lo ini banyak banget ada 2 Bu ya? Ya oke. Bu Hamimah di Kuala…
Melawati
Ceurape.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ceurape. Betul?
Melawati
Ya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kuala?
Melawati
Ceurape.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ceurape. Ya, 1.593 (meter persegi), betul. Terus yang 1, Bu Hamimah juga sama di Desa Kuala Ceurape, 1.184 (meter persegi), wah gede banget ini. Ini mau dipakai apa Bu?
Melawati
Untuk pinjam di bank.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Di bank untuk agunan?
Melawati
Ya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Mau pinjam berapa?
Melawati
Mau pinjam Rp20 juta, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Lo, tanahnya gede mau pinjam Rp20 juta?
Melawati
Ya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oke, enggak apa-apa. Rp20 juta. Mau dipakai untuk apa?
Melawati
Untuk bikin usaha kelapa. Beli-jualan kelapa.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Beli-jualan kelapa?
Melawati
Ya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kelapa apa itu?
Melawati
Kelapa apa?
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kok kelapa apa? Enggak ngerti saya. Rp20 juta lo, Rp20 juta itu banyak lo, beli kelapa dapat berapa truk itu.
Melawati
Kelapa yang buah itu, yang sudah dikulit. Yang sudah dikulit itu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh, yang sudah dikulit?
Melawati
Benar.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kulitnya sudah dihilangin itu. Oh, lha kok pinjamnya Rp20 juta, dapat berapa truk itu nanti?
Melawati
Nanti daripada enggak bisa ditutup.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Enggak bisa ditutup?
Melawati
Enggak bisa apa? Apa ya?
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh, enggak bisa dicicil gitu?
Melawati
Ya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh, oke, oke, ya. Terakhir Bu, terakhir, sebut 4 nama ikan, coba. Satu, ikan apa?
Melawati
Ikan tongkol.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ikan tongkol, betul. Dua?
Melawati
Ikan mujair.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ikan mujair, betul. Tiga?
Melawati
Ikan bulus.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ikan bulus apa itu?
Melawati
Ikan bandeng.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ikan?
Melawati
Ikan bandeng.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya, ikan bandeng, betul. Tadi ikan kerapu, ya sudah betul, sudah. Ya, oke.
Sekarang Ibu. Ya, dikenalkan namanya.
Asmara
Bismillahirrahmanirrahim. Saya nama Ibu Asmara.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh Bu Asmara, Bu Asmara, Bu Asmara ini mau dipakai pinjam ke bank?
Asmara
Enggak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ndak, oke. Berarti mau disimpan?
Asmara
Iya, buat kekuatan hukum untuk anak-cucu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh untuk anak cucu. Ini tepuk tangan untuk bu Asmara, tepuk tangan.
Asmara
Enggak ada tempat tinggal, kek mana? Enggak ada peninggalan dari orang tua. Kasihan.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kasihan anak-anak ya.
Asmara
Begitu lah ini Pak. Ini kerjaannya pun entah kayak mana anak-anak itu. Apalagi yang tak omongi coba?
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya sebentar, saya tanya saja. Sebutkan 3 nama buah. Sudah, untuk Ibu, gampang.
Asmara
Buah apo ya?
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Buah apa? Lha enggak tau saya.
Asmara
Jeruk.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Buah jeruk, betul.
Asmara
Apel.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Buah apel, betul. Tiga?
Asmara
Satu lagi?
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Satu lagi.
Asmara
Mangga.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Mangga, betul. Ya sudah cukup.
Asmara
Terima kasih, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya, ini dibawa Bu. Itu dibawa.
Dikenalkan nama. Di sini dulu Bu.
Munir Usman
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Nama saya Munir Usman, berasal dari Gampong Beuringen, Meurah Melia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya Bener Meriah. Pak Munir itu sertifikat mau dipinjam ke bank? Ndak?
Munir Usman
Enggak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Mau disimpan?
Munir Usman
Ya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kenapa disimpan?
Munir Usman
Enggak bisa cicilannya. Kalau diambil enggak bisa cicilannya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oke. Oh… ya. Berarti enggak, enggak, enggak dipakai untuk pinjaman ke bank ya? Enggak. Oke. nggih tahu. Pancasila.
Munir Usman
Pancasila.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Satu,
Munir Usman
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Tiga,
Munir Usman
Tiga, Persatuan Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Empat,
Munir Usman
Empat,
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kerakyatan…
Munir Usman
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan…
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dalam…
Munir Usman
Dalam Permusyawaratan…
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Perwakilan.
Munir Usman
Perwakilan.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Lima,
Munir Usman
Lima,
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Keadilan…
Munir Usman
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sudah, mantap sekali. Sepedanya silakan diambil. Sudah, silakan Bu. Ini Bu Asmara, nggih. Ya, turun. Hati-hati. Hati-hati. Oke, terima kasih.
Oh, sebentar, sebentar, sebentar. Bu, sebentar. Ini saya tambah lagi dengan foto, ini foto, ini ambil. Ini lagi Bu Asmara diberi juga, mana? Di bawah saja. Ya, ini sudah dikasih. Sudah? Ya sudah, silakan, nggih. Bu Asmara sepedanya ditaruh di depan, sudah. Ambil saja, Bu, sepedanya diambil, Bu. Nah, bawa saja ke sana enggak apa-apa, bawa ke sana, ke tempat duduk. Nah. Nah.
Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, mohon apa yang tadi saya pesankan, kita perhatikan bersama-sama agar sertifikat ini betul-betul bermanfaat bagi kita, bermanfaat bagi keluarga kita.
Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.