Menko Perekonomian: Per 1 April Harga Gas Industri 6 USD per MMBTU

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 18 Maret 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 1.482 Kali

Menko Perekonomian saat memberikan keterangan pers secara daring, Rabu (18/3). (Foto: Humas/Agung)

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan industri per 1 April terhadap 7 sektor yang telah diputuskan dalam Perpres Nomor 40, diberikan harga gas 6 USD per MMBTU (Million British Thermal Unit).
“Harga gas Bapak Presiden memberi arahan agar infrastruktur gas dapat diperkuat dan juga sesuai dengan ratas yang lalu Bapak Presiden meminta terkait dengan penurunan harga gas menjadi USD 6 per MMBTU dengan skema melalui manajemen bagian pemerintah domestic market obligation (DMO) ataupun impor,” ujar Menko Perekonomian saat memberikan keterangan pers secara daring, Rabu (18/3).

Salah satu kebijakan yang diambil saat Rapat Terbatas (ratas), menurut Menko Perekonomian, untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016, sehingga yang mendapatkan penurunan harga gas tidak hanya industri, tetapi juga bisa untuk pembangkit listrik, dalam hal ini PLN.

Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa harga jual gas ini bisa diturunkan dan efektif per 1 April, dimana harga hulu ini bisa dijaga di harga 4 sampai 4,5 kemudian ditransmisi USD 1,5 sampai 2 per MMBTU.

National Logistic Ecosystem

Sementara itu, Menko Perekonomin menyampaikan terkait percepatan ekspor-impor menjadi bagian daripada paket stimulus kedua mengenai National Logistic Ecosystem.

“Bapak Presiden meminta agar Ecosystem NLE ini bisa dibuat bukan hanya berbasis pada aplikasi daripada Ecosystem dan sistem itu sendiri yang mengintegrasikan antar KL. Tetapi NLE juga selain melakukan simplifikasi untuk penyederhanaan proses dan menghilangkan proses-proses yang berulang juga bisa menurunkan biaya logistik yang sekarang ini Indonesia menjadi kurang bersaing karena kita beli logistik adalah sekitar kira-kira 24% atau sekitar Rp3.500 triliun,” ujarnya.

Tentu diharapkan, lanjut Menko Perekonomian, biaya yang tinggi ini bisa diturunkan menjadi 17%, dan selain simplifikasi, perlu ada integrasi data dari KL-KL yang terlibat, baik itu yang ada di Kementerian Perhubungan, Perdagangan, Perindustrian, Kementerian LHK, KKP, Kesehatan, kemudian juga BUMN, dan BKPM.

”Sehingga terjadi harmonisasi daripada sistem digunakan untuk mengurangi dari redundensi dan repetisi, bahkan duplikasi di dalam layanan. Sehingga para importir dan eksportir cukup memberikan satu data dan satu data ini menjadi list profile kepada seluruh kementerian, kepada K/L,” kata Menko Perekonomian.

Di masing-masing K/L diintegrasikan, lanjut Menko Perekonomian, artinya dibuatkan jalur ataupun jaringan infrastruktur yang bisa membuat sistem tersebut seluruhnya terintegrasi, dan kemudian juga dilakukan standardisasi, baik dari biaya, waktu perjalanan, dan dari segi track and risk-nya, tracking daripada logistik tersebut.

”NLE juga digunakan untuk kebijakan stimulus yang lain seperti pengurangan lartas ekspor, terutama untuk reputable trader ataupun mereka yang terbiasa mengimpor atau mengekspor yang bereputasi tinggi. Nah di sini tentunya diharapkan bisa dilakukan free clearance ataupun top clearance untuk proses tracking dan pembayaran di dalam sistem perbankan satu, sehingga tidak multple payment,” katanya.

Outlet NLE sendiri, menurut Menko Perekonomian, akan dilakukan di dalam 4 bulan ke depan dan tadi Presiden sudah mengarahkan bahwa untuk NLE ini akan diberikan penugasan kepada Bea Cukai dan akan dibuatkan Inpres terhadap hal ini. Tentu saja dalam Inpres tersebut nanti, menurut Presiden, akan diadakan pengarah dari kementerian terkait, kemudian nanti ada pelaksana harian yang tentunya ditangani nanti oleh Menteri Keuangan dan Bea Cukai.

”Disamping itu Bapak Presiden juga memberikan arahan bahwa untuk pelaksanaan dari National Logistic ini yang utama adalah implementasi di lapangan. Di mana untuk implementasi di lapangan tadi juga arahan Bapak Presiden untuk melibatkan KPK untuk pengawasan. Sehingga sistem ini bisa berjalan secara efektif dan efisien,” pungkas Menko Perekonomian. (TGH/EN)

Berita Terbaru