Budi Daya Lobster Akan Bisa Dilakukan di Seluruh Wilayah Perairan Indonesia

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 19 Maret 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 1.618 Kali

Menteri Kelautan dan Perikanan saat memberikan keterangan pers melalui online, Kamis (19/3). (Foto: Humas/Ibrahim)

Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), Edhy Prabowo, menyampaikan bahwa revisi Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016, yaitu tentang pengelolaan lobster nantinya diharapkan budi daya lobster akan bisa dilakukan di seluruh wilayah perairan Indonesia.

”Tentunya dengan pengaturan yang sangat ketat sehingga tidak ada lagi masalah kekhawatiran terhadap kepunahan. Lobster itu sendiri sebenarnya kalau dari sisi jumlah telur yang ada di Indonesia dengan kemampuan dia untuk bertelur itu satu lobster itu bisa lebih dari 1 juta telur,” ujar Menteri KP saat memberikan keterangan pers melalui online, Kamis (19/3).

Lebih lanjut, Ia menyampaikan bahwa kalau hitungan 1 juta sebelumnya dihitung dengan Rp500.000, itu sudah ada 27 miliar telur lobster di Indonesia. Ia menambahkan bahwa itu pun dengan asumsi kalau hanya satu kali saja bertelur, sewaktu kunjungan ke Pasaman satu lobster itu bisa melakukan empat kali bertelur 1 tahun.

”Nah jadi kekhawatiran teman-teman, masyarakat yang bahwa kalau adanya eksploitasi atau adanya budi daya lobster diambil dari laut, kemudian kita melakukan budi daya di darat itu saya pikir sudah terjawab bahwa lobster itu sangat mudah untuk berkembang biak,” imbuh Edhy Prabowo.

Target utamanya, menurut Menteri KP, sesuai arahan Presiden di lobster ini difokuskan dibudi daya sangat hati-hati dan tidak boleh menimbulkan keributan.

Tentang budi daya lobster, Menteri KP menyebut akan fokus dulu dari masyarakat yang selama ini hidupnya mengambil benih itu, akan diprioritaskan kepada mereka karena diharapkan terjadi perputaran roda ekonomi dari bawah yang langsung otomatis.

“Saya pikir ini kita bahwa tempat ini banyak kita temukan spot-spot di mana melakukan budi daya, tapi apakah tempat itu akan sesuai dengan norma berbudaya yang benar itu lagi kita sambil berjalan kita kaji,” tambah Edhy.

Menurut Menteri KP, jumlah potensi benih yang ada di Indonesia, kalau bergerak langsung sekaligus otomatis bergerak, masih lebih dari kapasitasnya, ini yang sedang dihitung.

“Makanya yang paling utama kalau tadi dibandingkan dengan tadi ada anda sebut di NTB Teluk Elong sama Teluk Ekas, itu mereka sudah ada secara alamiah melakukan budi daya tapi dari sisi budidaya yang baik dan benar itu masih perlu penyempurnaan,” sambungnya.

Mengenai daerah-daerah mana yang akan jadi tempat budi daya, Menteri KP menyampaikan semua daerah yang berpotensi tentunya akan diberikan kesempatan.

“Tapi yang paling jelas adalah jangan sampai dengan semangat budi daya tapi malah merusak lingkungan bahkan nanti malah menghilangkan benih-benih yang selama ini muncul di daerah itu. Makannya nanti akan ada analisa, hitung-hitungan dari tim kami sudah siap,” katanya.

Kepiting dan Rajungan

Pada bagian lain keterangan, Menteri KP juga menjelaskan bahwa Permen Nomor 56 juga mengatur tentang kepiting, dan selama ini yang hanya boleh dalam Permen Nomor 56 ini hanya boleh keluarkan sebanyak 100 gram.

”Padahal dalam kenyataan kepiting yang selama ini ada itu adalah budidaya kepiting soka. Dimana kepiting soka ini ukurannya tidak bisa mencapai 150 gram karena kalau sudah 150 gram dia otomoatis tidak lagi sub sell, dia kan sudah menjadi keras lagi, sehingga rata-rata mereka dipasarkan lebih tidak sampai dari 80-90 gram,” imbuh Menteri KP.

Diharapkan dengan adanya revisi ini Permen Nomor 56 ini, lanjut Menteri KP, pelaku usaha budidaya kepiting soka itu akan bisa hidup lagi, dan tentunya ada kekhawatiran seandainya nanti kepiting-kepiting soka ini bisa diambil dari anakan alam atau dari telur-telur di alam, jangan dikhawatirkan karena sudah mampu untuk melakukan budi daya kepiting itu sendiri.

”Artinya tinggal perlu perbanyakan dan ini pun sekali lagi perlu selalu akan dilakukan evaluasi dan setiap tahunnya perkembangannya apakah seperti apa, ini yang akan kita lakukan,” ujarnya.

Selanjutnya, di Permen 56 ini juga ada rajungan namun memang tidak menjadi diskusi yang banyak atau perdebatan, kerena rajungan di sini kalau dibudidayakan biaya sangat mahal.

“Sehingga rajungan ini mungkin ke depan, ke depannya nanti kita akan melakukan perbanyakan tapi kita akan kembalikan ke alam sebagai pembibitan biar alam yang akan melepas yang akan melakukan perbanyakan benih rajungan di alam,” pungkas Menteri KP. (TGH/EN)

Berita Terbaru