Strategi Dasar Pengendalian Covid-19: Semaksimal Mungkin Kurangi Risiko Penularan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 21 Maret 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 1.741 Kali

Strategi dasar yang dilakukan dalam pengendalian wabah Virus Korona (Covid-19) adalah semaksimal mungkin mengurangi risiko penularan sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait social distancing yang dimaknai dengan menjaga jarak.

Pernyataan tersebut diungkapkan Juru Bicara (Jubir) Penanganan Wabah Covid-19, Achmad Yurianto, di Grha BNPB, Provinsi DKI Jakarta, Jumat (20/3).

“Menjaga jarak sedemikian rupa sehingga apabila ada orang sakit maka percikan droplet, percikan lendir yang keluar pada saat orang sakit bersin, batuk, bicara itu bisa kita hindari. Setidak-tidaknya kita harus berada pada jarak aman di atas 1 meter,” kata Yuri.

Inilah, menurut Yuri yang harus dilakukan di dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan adalah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya paparan Covid-19.

Hal kedua yang harus dipahami betul, menurut Yuri, kapan seseorang perlu ke rumah sakit dan kapan seseorang perlu untuk dilaksanakan pemeriksaan virus melalui usapan pada bagian dinding belakang rongga hidung dan dinding belakang rongga mulut.

“Apabila seseorang yang memiliki kemungkinan kontak dengan pasien lain yang positif, orang lain yang sudah diidentifikasi positif, dan kemudian muncul gejala, yang paling sering adalah demam panas di atas 38, kemudian batuk, itu gejala kedua yang paling banyak, disertai dengan pilek dan gangguan pernafasan,” kata Yuri.

Jika itu terjadi, Yuri menyampaikan akan meminta orang yang bersangkutan menuju fasilitas kesehatan dan bertemu dengan dokter untuk konsultasi, ceritakan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi setelah dia kontak dengan orang lain yang sudah diyakini positif.

“Sudah barang tentu dokter nanti akan melaksanakan serangkaian pemeriksaan termasuk di antaranya adalah pemeriksaan usapan dinding belakang hidung dan dinding belakang rongga mulut untuk kemudian kita pastikan apakah mengandung virus atau tidak,” imbuh Yuri.

Kemudian, Yuri menjelaskan bahwa orang yang kemungkinan baru kembali dari daerah, atau dari luar negeri, pada negara yang terjangkit penyakit Covid-19 ini, dan kemudian merasakan ada keluhan,” urai Yuri.

Keluhan seperti demam, batuk, pilek, dan gangguan napas, sesegera mungkin menuju ke fasilitas kesehatan untuk berkonsultasi dengan dokter.

“Di dalam konteks ini, ada saja kemungkinan bahwa kita tidak mengenal orang yang kontak dengan positif Covid-19,” imbuhnya.

Dalam kaitan untuk mengurangi kemungkinan munculnya kasus positif di tengah masyarakat yang berpotensi menimbulkan penularan kepada yang lain, Yuri menyampaikan pada tahapan berikutnya pemerintah sudah merencanakan untuk akan dilaksanakan pemeriksaan secara massal.

“Dikonotasikan di pemeriksaan secara massal adalah pemeriksaan terhadap orang yang memiliki peluang untuk kontak dengan kasus positif,” katanya.

“Data perhitungan yang kita miliki, population at risk, artinya kelompok jumlah orang yang berisiko adalah pada kisaran angka 600-700 ribu,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Yuri, pemerintah akan menyiapkan sekitar 1 juta kit untuk pemeriksaan secara massal di dalam kaitan dengan mengidentifikasi kasus positif yang ada di masyarakat.

“Sudah barang tentu ini akan dilakukan dengan melalui analisa risiko, jadi tidak semua orang harus diperiksa. Manakala risikonya kita yakini rendah, tidak diperiksa,” katanya.

Sebagai contoh yang sederhana, lanjut Yuri, apabila seseorang dirawat dengan konfirmasi kasus positif, maka akan di-trace, tarik ke belakang 14 hari, di mana dia berada sepanjang itu.

Apabila dia berada di rumah, mestinya maka seluruh rumah akan diperiksa dan Apabila dia juga pernah melakukan aktivitas di kantor, maka seluruh orang yang di kantor, di dalam ruang kerja itu, akan kita lakukan pemeriksaan.

“Ini adalah langkah-langkah penjajakan awal di dalam kaitan dengan pemeriksaan secara massal. Ini yang kita harapkan bisa kita laksanakan,” tambah Yuri.

Metode yang digunakan untuk pemeriksaan secara massal, menurut Yuri, adalah berbeda dengan metode yang selama ini digunakan untuk menegakkan diagnosa.

“Kita pahami bersama bahwa pemeriksaan diagnosa adalah pemeriksaan molekuler yang kita dapatkan dari usapan dinding hidung belakang dan dinding mulut belakang,” sambungnya.

Untuk PCR sebutannya, lanjut Yuri, untuk menentukan seseorang menderita positif atau tidak, tetapi untuk pemeriksaan massal, akan menggunakan pemeriksaan melalui darah.

“Darah diambil sedikit dan kemudian dilakukan pemeriksaan dengan alat, dengan kit, sehingga kemudian dalam waktu kurang dari 2 menit, maka akan bisa kita selesaikan hasilnya,” jelasnya.

Tentunya, sambung Yuri, sensitivitasnya beda tetapi ini adalah screening massal, penapisan awal secara massal yang tujuannya adalah untuk menemukan kasus-kasus yang berpotensi menjadi positif pada pemeriksaan PCR.

“Oleh karena itu, hasil dari screening tentunya apabila positif akan kita tindak lanjuti dengan pemeriksaan PCR, untuk memastikan positif yang sesungguhnya. Karena bisa saja positif ini terjadi pada orang yang sudah sembuh dari penyakit ini,” tambahnya.

Upaya-upaya yang dilakukan, tambah Yuri, harapannya setelah dengan perawatan yang baik, tentunya akan bisa menjadi sembuh dan muncul imunologi yang bagus sehingga yang bersangkutan akan menjadi sehat kembali.

“Kita pahami penyakit ini adalah self-limited disease, artinya bisa sembuh sendiri berbasis pada imunitas. Oleh karena itu, maka saat ini kita tak harus menunggu adanya obat yang definitif untuk mengobati ini ataupun vaksin yang definitif untuk melawan penyakit ini,” sambungnya.

APD Stok Tersedia

Sementara itu, Yuri menjelaskan pada Jumat (20/3) kemarin sudah menerima 2.000 kit untuk pemeriksaan cepat, tinggal dikirim 2.000, dan harapannya besok sudah bisa masuk.

“Dan kemudian sekitar 100.000 yang akan masuk di hari berikutnya. Kemudian APD juga sudah kita dapatkan sekitar 10.000 lebih. Kemudian masker juga lebih dari 150.000. Kemudian sarung tangan dan sebagainya,” jelas Yuru.

Artinya, menurut Yuri posisi logistik  untuk layanan perawatan di rumah sakit cukup sehingga para pelaksana di rumah sakit dapat mengaksesnya melalui dinas kesehatan provinsi.

“Karena titik distribusi kita ada di dinas kesehatan provinsi, dan end user akan berada di dinas kesehatan provinsi untuk distribusi sampai rumah sakit,” pungkas Yuri. (UN/EN)

Berita Terbaru