Kepala BNPB: Pengguna Transportasi Umum Sabar Antre dan Jangan Berdempetan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 Maret 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 1.000 Kali

Kepala BNPB, Doni Monardo, saat menjawab pertanyaan wartawan melalui konferensi video, Selasa (24/3). (Foto: Humas/Ibrahim)

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Korona (Covid-19) berharap seluruh masyarakat yang masih menggunakan moda transportasi umum, harus ada tingkat kesabaran yang tinggi untuk mengantre, tidak mau berdempet-dempetan, dan tidak mau berdekat-dekatan dengan siapapun juga.

“Apabila menyentuh sesuatu jangan memegang mata, hidung, dan mulut. Hanya dengan cara itulah kita bisa selamat, kita bisa menghindari, sehingga kita bisa tetap sehat,” ujar Doni saat menjawab pertanyaan wartawan melalui konferensi video, Selasa (24/3).

Pada kesempatan itu, Doni juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat yang secara status usianya sudah memasuki lanjut usia mohon berkenan untuk betul-betul menjaga diri.

”Jangan dekat atau jangan dekat dengan siapapun juga termasuk anggota keluarga di rumah, karena belum tentu anggota keluarga di rumah itu pun aman,” kata Doni.

Di samping masyarakat yang usia lanjut, Kepala BNPB juga mengingatkan orang yang memiliki penyakit bawaan seperti halnya diabetes, hipertensi, jantung, dan penyakit lainnya khususnya juga asma.

”Ini harus betul-betul dijaga, harus betul-betul diperhatikan, jangan mendekat kepada siapapun juga ya karena dalam kondisi seperti ini kita tidak bisa tahu siapa yang sudah terpapar atau belum,” imbuh Doni.

Kalau yang di rumah sakit, lanjut Doni, sudah pasti adalah kelompok masyarakat yang sudah positif, tetapi yang justru berbahaya ini adalah mereka yang secara fisik tidak terlihat sakit, tidak ada gejala apapun tetapi juga sebagai carrier, sebagai pembawa penyakit.

”Nah, inilah yang sangat berbahaya ketika kita tidak bisa mengidentifikasi orang-orang di sekitar kita sehingga bisa terpapar,” ujarnya.

Tentang alat perlindungan diri (APD), Kepala BNPB menyampaikan hitungannya memang butuh jumlah sangat banyak hingga ratusan ribu, mungkin diperlukan jutaan apabila pandemi Covid-19 ini berlangsung lama.

”Oleh karenanya, Menteri Perindustrian akan memerintahkan, akan menugaskan pejabat terkait untuk meminta kepada semua industri tekstil yang memiliki kemampuan memproduksi APD untuk memprioritaskan pembuatan APD ini,” imbuhnya.

Kemudian menyangkut tentang data berapa banyak daerah ya sudah menyatukan status bencana, Kepala BNPB sampaikan jika membandingkan KLB kejadian atau keadaan luar biasa dengan status siaga atau tanggap darurat ini berbeda.

”KLB ini sifatnya lokal, kemudian aturan yang digunakan tentu berbeda dengan aturan yang sudah masuk dalam masa pandemi dimana status yang digunakan bukan lagi KLB, tetapi sudah bencana,” katanya.

Menurut Doni, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yang berisikan terkait penjelasan-penjelasan tentang bencana yaitu bencana dibagi dua, bencana alam dan bencana non alam.

“Bencana alam sudah sering kita dengar, gempa, gunung berapi meletus, tsunami, likuifaksi, banjir, banjir bandang, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan,” jelasnya.

Bencana non-alam, menurut Doni, meliputi beberapa masalah yakni gagal teknologi, kemudian ancaman dari kimia, nuklir, termasuk ancaman biologi yaitu pandemi yang disebabkan oleh Covid-19.

”Nah dengan demikian, sesuai dengan undang-undang ada tiga fase ancaman atau ada tiga fase status, yaitu yang pertama status siaga darurat, kemudian yang kedua status tanggap darurat, dan yang terakhir adalah status rehabilitasi dan rekonstruksi,” sambungnya.

Sampai dengan hari ini, lanjut Kepala BNPB, sudah ada 15 Provinsi yang menentukan atau mengeluarkan status siaga darurat. Ia menambahkan untuk Kabupaten 41, Kota 10, sedangkan Provinsi yang telah menetapkan status tanggap darurat sebanyak 4 provinsi. 1 DKI, 2 Jabar, 3 Kepri, dan 4 DIY. Kemudian ada 3 Kabupaten serta 2 Kota.

”Sementara itu Provinsi yang telah menentukan organisasi Gugus Tugas sebanyak 28. 28 Provinsi telah menyusun organisasi Gugus Tugas.  Mulai dari Kepalanya atau Ketuanya Gubernur, Wakilnya Pangdam dan Kapolda,” urai Doni.

Di tingkat Kabupaten/Kota, lanjut Kepala BNPB, Ketuanya adalah Bupati/ Walikota, Wakilnya Dandim dan Kapolres. Untuk Kabupaten sebanyak 74, Kota 24 sehingga dengan organisasi gugus tugas ini dan penentuan status yang telah dikeluarkan oleh setiap Provinsi, maka kekuatan dalam upaya pencegahan harusnya bisa lebih optimal.

”Gubernur selaku Kepala Gugus Tugas bisa menggunakan unsur pusat yang ada di daerah. Sekali lagi kerja sama yang baik antara pusat dan daerah akan bisa memberikan perlindungan yang terbaik kepada masyarakat kita demikian penjelasan saya,” tutup Doni di akhir jawaban seraya menyampaikan Salam Tangguh kepada wartawan. (TGH/EN)

Berita Terbaru