Ketua Gugus Tugas Covid-19: Daerah Telah Terapkan PSSB Alami Kemajuan Bagus
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo, selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, menyampaikan bahwa perkembangan semua provinsi daerah yang telah melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengalami kemajuan yang cukup bagus.
“Yang pertama seperti halnya DKI, pada tanggal 5 April kasus terkonfirmasi positif DKI adalah 50% dari nasional. Setelah dilakukan PSBB dan pada tanggal 5 Mei yang lalu, terjadi penurunan jumlah kasus terkonfirmasi DKI menjadi 39% dari nasional,” ujar Kepala BNPB saat memberikan keterangan pers usai Rapat Terbatas (Ratas), Senin (11/5).
Untuk Pulau Jawa, Kepala BNPB mengakui telah sampaikan kepada Presiden bahwa jumlah kasus berada pada posisi 70% nasional untuk kasus positif terkonfirmasi, kemudian yang meninggal 82%, lantas yang sembuh 59%.
“Sehingga Gugus Tugas sangat berharap inisiatif daerah terutama yang kasus terkonfirmasi positifnya telah mengalami peningkatan sebaiknya mengusulkan kepada Menteri Kesehatan untuk mendapatkan PSBB,” imbuh Kepala BNPB.
Ia berharap inisiatif ini dari daerah sehingga kesiapan untuk mempersiapkan diri, melakukan koordinasi ini akan jauh lebih baik.
Hal ini, menurut Ketua Gugus Tugas, diupayakan agar tidak terjadi pingpong antardaerah yakni ada satu daerah yang telah menurun/sudah sangat berkurang lantas akan bisa kembali lagi manakala ada perubahan mobilisasi dari masyarakat.
Tentang perkembangan testing, Doni sampaikan bahwa Presiden telah menugaskan Gugus Tugas, Kementerian Kesehatan, dan juga seluruh laboratorium yang ada di Indonesia agar setiap hari mampu memeriksa spesimen sebanyak kurang lebih 10.000 spesimen.
Pada tanggal 8 Mei yang lalu, Kepala BNPB sampaikan laporan yang diterima oleh Gugus Tugas dari seluruh laboratorium yang ada, pemeriksaan spesimen telah mencapai 9.630, tetapi ini hanya pada satu hari saja, hari berikutnya kembali mengalami penurunan ke angka 7.100 dan 7.300.
“Oleh karenanya, perintah Bapak Presiden adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada di seluruh laboratorium. Termasuk juga kami telah memberikan arahan kepada seluruh laboratorium untuk merekrut personil-personil baru termasuk juga bantuan-bantuan dari TNI-Polri yang memiliki kualifikasi di bidang keperawatan dan kemampuan di bidang laboratorium,” urai Kepala BNPB.
Demikian juga, lanjut Doni, upaya dari Gugus Tugas untuk bisa memberikan insentif kepada pekerja laboratorium sehingga bisa bekerja lebih optimal lagi.
“Kalau selama ini rotasi hanya satu kali atau maksimal 2 kali, maka kami harapkan rotasi bisa rata-rata 2 kali. Bahkan kalau sumber daya manusianya sudah memadai dan jumlahnya cukup mencukupi, bisa mencapai 3 kali,” tandas Kepala BNPB.
Untuk itu, Ia berharap SDM tersebut bisa bekerja 24 jam dan demikian ada sekitar 280 (ribu) ODP dan PDP yang memang harus dituntaskan dalam waktu yang sesingkat mungkin ini bisa kita raih.
Jumlah laboratorium yang sudah dilaporkan kepada Gugus Tugas mulai beroperasi, Kepala BNPB sampaikan mulai dari yang belajar dengan skala kecil sampai dengan yang sudah kapasitas besar, telah mencapai 60 laboratorium, dan ada sekitar 55 laboratorium lagi yang akan beroperasi.
Gugus Tugas, menurut Doni, juga bekerja sama dengan K/L dan juga pihak otoritas bandara dan pelabuhan untuk memasang alat atau mesin PCR di tempat-tempat strategis yang merupakan pintu kedatangan maupun kepulangan dari setiap daerah.
Soal reagen PCR, kemudian RNA kit, dan VTM, Doni sampaikan bahwa Gugus Tugas bersama dengan Kementerian Kesehatan telah mendatangkan 1 juta lebih sehingga jumlah ini diharapkan bisa mencukupi sampai dengan kurang lebih 1 bulan ke depan.
Selanjutnya, Ia menambahkan bahwa Gugus Tugas bersama dengan Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan tambahan reagen dari beberapa negara, terutama dari Korea Selatan dan juga dari Tiongkok.
Menurut Doni, sehubungan dengan tracing, sebagaimana yang selalu diperintahkan Presiden untuk menjaring sebanyak mungkin yang memiliki potensi kontak erat, kemudian kontak sedang, termasuk ODP khususnya, termasuk mereka yang memiliki bagian dari kegiatan di rumah sakit, artinya pekerja petugas medis yang memiliki keluarga tentunya diberikan prioritas untuk dilakukan tes PCR.
Mengenai para pendatang, baik itu PMI (pekerja migran Indonesia), pelajar, dan jemaah tablig, Ketua Gugus Tugas sudah melaporkan kepada Presiden untuk bisa mendapatkan tambahan ruang untuk isolasi sementara.
“Bapak Presiden tadi telah menyetujui untuk menggunakan asrama haji sehingga seluruh ABK, seluruh pelajar, dan juga jemaah tablig yang kembali ke tanah air bisa ditampung pada satu kawasan sehingga memudahkan pengawasan dan kontrolnya,” ungkap Doni.
Selama ini, lanjit Ketua Gugus Tugas, sejumlah ABK yang kembali dari luar negeri yang bekerja di kapal pesiar disiapkan tempat di sejumlah hotel, tetapi petugas keamanan, petugas medis mengalami kesulitan untuk mengawasi secara optimal.
“Dengan adanya izin dari Bapak Presiden untuk penggunaan asrama haji baik di Pondok Gede dan Bekasi, maka kita harapkan unsur kontrol dan pengawasan akan jauh lebih baik,” terang Kepala BNPB.
Demikian juga, menurut Doni, bagi yang telah melalui pemeriksaan apabila dinyatakan negatif maka akan diatur kepulangannya ke daerah masing-masing.
“Negatif di sini bukan menggunakan metode rapid test antibodi, tetapi menggunakan swab PCR, sehingga akurasi bagi pendatang/warga negara kita dari luar negeri betul-betul bisa kita jamin bahwa mereka sudah dalam keadaan sehat,” kata Kepala BNPB.
Adapun yang positif, menurut Ketua Gugus Tugas, akan dibawa ke ke rumah sakit darurat Wisma Atlet untuk di Jakarta, kemudian juga yang di Batam akan dibawa ke Pulau Galang.
Sementara untuk yang di Jawa Timur, Surabaya, menurut Doni, sedang dalam proses untuk menyiapkan ruang-ruang isolasi bantuan serta kerja sama Kementerian PUPR dengan pemerintah provinsi dan Gugus Tugas.
Beberapa daerah, khususnya Jawa Timur yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan telah dilaporkan kepada Presiden, sambung Doni, perlunya unsur-unsur Kogabwilhan (Komando Gabungan Wilayah Pertahanan) II diperbantukan untuk membantu pemerintah provinsi, kabupaten/kota dalam rangka menata kembali sehingga upaya-upaya Gugus Tugas provinsi itu bisa mendapatkan dukungan penuh dari unsur TNI dan juga Polri di daerah.
“Kogabwilhan II ini tentunya diharapkan akan bisa memanfaatkan unsur-unsur TNI yang ada di Jawa Timur, khususnya jajaran dari Korps Marinir. Sehingga diharapkan kehadiran unsur Marinir di tengah-tengah masyarakat bisa mengajak masyarakat dan tidak perlu sampai ada langkah-langkah penegakan hukum yang berlebihan, tetapi masyarakat karena diajak oleh unsur-unsur TNI yang memang sangat dihargai sehingga masyarakat bisa patuh dan bisa secara sukarela menaati arahan-arahan, khususnya yang berhubungan dengan protokol kesehatan,” ujarnya.
Soal perkembangan pasien yang ada di rumah sakit, Ketua Gugus Tugas, sampaikan memang terlihat tren peningkatan kasus konfirmasi positif mengalami peningkatan.
“Kenapa meningkat? Karena kemampuan kita untuk testing semakin besar. Jadi kalau setiap hari kita lakukan testing dengan jumlah yang banyak, maka sangat mungkin yang terkonfirmasi positif juga banyak. Dan sasaran dari pemeriksaan tersebut adalah yang prioritas ODP dan juga OTG, serta mereka yang memiliki kontak erat,” imbuhnya.
Melihat perkembangan terakhir, Doni sampaikan rumah sakit rujukan yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan telah mengalami penurunan yang sangat signifikan.
“Seperti halnya rumah sakit Fatmawati, terisi 22 bed dari 84, artinya terisi 26,2%. Rumah Sakit Mintoharjo, 18 pasien dari 58 bed yang tersedia. Kemudian juga Rumah Sakit Polri Sukanto hanya terisi 65 dari 240. RSUD Pasar Minggu hanya terisi 13 dari 168,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan bahwa Rumah Sakit Persahabatan hanya terisi 40 dari 171, Rumah Sakit Pelni hanya terisi 89 dari 163, RSUD Tarakan terisi 53 dari 151, RSKD Duren Sawit terisi 46 dari 204, RSPI Sulianti Saroso terisi 26 dari 36, RS Pertamina Jaya terisi 34 dari 155, RSUD Tugu Koja terisi 13 dari 69, dan RSUD Cengkareng terisi 67 dari 154.
“Ini menunjukkan bahwa jumlah pasien yang sembuh semakin banyak, kemudian pasien yang baru untuk dirawat juga semakin sedikit. Kalau ini bisa kita pertahankan otomatis kita bisa mengurangi saudara-saudara kita yang sakit berat dan kronis,” ungkapnya.
Rehabilitasi
Presiden, menurut Doni, telah menugaskan kepada Gugus Tugas untuk menyusun skenario yang berhubungan dengan upaya-upaya yang berhubungan keseimbangan.
“Kita tetap menjaga masyarakat untuk tidak terpapar virus korona, tetapi juga kita harus berjuang secara keras agar masyarakat tidak terpapar PHK. Sebagaimana doktrin dalam menangani bencana: mengatasi bencana tidak boleh menimbulkan bencana baru,” kata Kepala BNPB.
Di sinilah, lanjut Doni, dibutuhkan kerja keras dari seluruh komponen masyarakat untuk betul-betul bisa disiplin, taat, dan patuh kepada protokol kesehatan.
“Manakala kita semua serius, sungguh-sungguh, tidak kendor untuk bisa menjaga kondisi yang ada, maka kita akan dengan mudah memutus mata rantai penularan,” tambahnya.
Sebenarnya kalau dipahami semuanya, Doni sampaikan kenapa seseorang terpapar dan siapa yang paling berisiko, maka harus memilih untuk disiplin, disiplin, dan disiplin.
“Pakai masker, jaga jarak, dan tidak menyentuh bagian sensitif dari wajah yaitu mata, hidung, dan mulut sebelum mencuci tangan dengan sabun menggunakan air mengalir sampai bersih,” katanya.
Kalau kriteria-kriteria ini dipahami, lanjut Doni, maka potensi terpapar akan sangat sedikit.
“Termasuk bagaimana kita berupaya melindungi kelompok rentan, yaitu usia lanjut 60 tahun ke atas risiko kematian adalah 45%, kemudian kelompok usia 46-59 tetapi memiliki penyakit penyerta atau komorbid antara lain hipertensi, diabetes, jantung, PPOK (penyakit paru obstruksi kronis) yang biasanya karena kebiasaan merokok,” imbuhnya.
Ketika mengingatkan kelompok rentan ini untuk selalu menjaga diri, sambung Kepala BNPB, maka kelompok rentan ini pun bisa mengurangi risiko.
“Dari dua kelompok umur ini, 45% usia 60 tahun ke atas, kemudian 40% usia 46-59 tahun, berarti 85%, kalau kita bisa melindungi saudara-saudara kita yang kelompok rentan ini berarti kita telah mampu melindungi warga negara kita 85%,” jelas Doni.
Sedangkan kelompok muda usia di bawah 45 tahun, menurut Ketua Gugus Tugas, secara fisik sehat, punya mobilitas yang tinggi, dan rata-rata kalau mereka terpapar mereka belum tentu sakit, mereka tidak ada gejala.
“Kelompok ini tentunya kita berikan ruang untuk bisa beraktivitas lebih banyak lagi, sehingga potensi terpapar karena PHK akan bisa kita kurangi,” terangnya.
Saat ini, Ketua Gugus Tugas jelaskan bahwa seluruh bangsa-bangsa di dunia telah berupaya keras bagaimana menjaga keseimbangan tidak ada masyarakat yang terapapar virus tetapi juga tidak ada yang terkapar karena PHK.
Oleh karenanya, Ia mohon juga bantuan dan kerja sama dari teman-teman media sekalian untuk bisa melakukan upaya-upaya sosialisasi agar seluruh bangsa kita bisa segera mengakhiri wabah ini.
“Dan kalau kita memulai hidup baru, kita tetap harus hidup dengan tata cara memprioritaskan protokol kesehatan, jaga jarak, pakai masker dan selalu cuci tangan,” jelasnya.
Apabila ini semua sudah dipahami oleh seluruh masyarakat, Ketua Gugus Tugas sampaikan diharapkan bangsa Indonesia bisa memulai kehidupan dengan new normal. (TGH/EN)