Pengarahan Kepada Para Gubernur mengenai Percepatan Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2020,  15 Juli 2020,  di Istana Kepresidenan Bogor, Provinsi Jawa Barat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 15 Juli 2020
Kategori: Amanat/Arahan
Dibaca: 1.759 Kali

Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih atas kehadirannya dalam situasi pandemi di saat ini. Pagi hari ini saya ingin menyampaikan beberapa hal tapi terutama untuk yang berkaitan dengan COVID-19 dan yang berkaitan dengan ekonomi. Ini situasi yang sangat-sangat sulit sekali tetapi juga tidak hanya dialami oleh negara kita, Indonesia, tetapi juga dialami oleh 215 negara di dunia. Supaya diketahui, jadi kondisinya hampir-hampir sama dan negara lain justru lebih parah dari yang kita alami di Indonesia. Saya setiap hari mendapatkan briefing seperti ini, angka-angka dari Kementerian Luar Negeri yang mengabarkan kondisi-kondisi di dunia seperti apa. Ini kasus tertinggi untuk COVID-19 misalnya, pagi tadi ini saya dapat, Amerika (Serikat) sekarang sudah berada di angka 3,4 juta (kasus positif), 3,4 juta (kasus positif), padahal penduduknya 319 juta (orang). Brasil, 1,8 juta yang positif COVID-19. Ini yang gede-gede. Kemudian hari ini, kita berada pada angka 78 ribu kasus positif.

Negara kita ini masuk 5 besar penduduk terbanyak tetapi kalau dilihat 10 negara dengan kasus tertinggi, kita tidak masuk di dalamnya. Tadi Amerika (Serikat) 3,4 (juta), Brasil 1,8 (juta), India 906 ribu, Rusia 739 ribu, Peru 326 ribu. Artinya, kita berada pada posisi yang masih bisa kita kendalikan. Oleh sebab itu, jangan sampai kita lepas kendali. Manajemen krisis harus betul-betul kita lakukan. Ajak aparat kita di bawah kita, untuk betul-betul bekerja extraordinary. Enggak bisa kita dalam situasi seperti ini kita kerja normal-normal, dalam situasi seperti ini kita kerja biasa-biasa, enggak bisa. Percaya saya, enggak bisa. Semuanya harus ganti channel semuanya, enggak bisa kita normal-normal, enggak bisa, channel-nya harus ganti semuanya. Dari channel ordinary pindah channel ke extraordinary. Dari channel yang cara kerja bertele-tele, rumit ke cara-cara kerja yang cepat dan sederhana. Semuanya harus diubah seperti itu.

Ini situasinya betul-betul situasi yang luar biasa sulitnya. Mengendalikan dua hal yang ini, ekonomi dan kesehatan ini betul-betul harus terjaga dengan baik. Enggak bisa lagi kita kerja dengan SOP normal, enggak bisa. Ini kita harus kerja dengan SOP yang shortcut, yang ada terobosannya. Jadi, anak buah ajak untuk masuk ke sana, biar cepat kerja kita.

Saya mengapresiasi kerja provinsi-provinsi, Bapak-Ibu sekalian para Gubernur, dan dalam penanganan COVID-19, ini dari seluruh parameter yang kita miliki memang DIY (D.I. Yogyakarta) yang paling baik, Pak Wagub, nggih. Bangka Belitung, juga masuk, ini yang, yang 5 besar yang baik. Bangka Belitung, Pak Gub. Aceh juga masuk, yang ketiga. Sumbar juga masuk, Sumbar…, dan Gorontalo. Ini dengan parameter-parameter yang dimiliki oleh Gugus Tugas Pusat. Tapi yang lain saya lihat juga pengendaliannya baik. Saya tadi baru berbicara misalnya dengan Pak Gubernur Mandacan – Papua Barat, pengendaliannya yang sembuh banyak dan yang meninggal 4 (orang). Ini, yang sekarang ini, target dunia itu sekarang bagaimana menekan angka kematian. Yang kedua, bagaimana tingkat kesembuhannya setinggi-tingginya. Dua ini yang sekarang dikejar oleh negara-negara di dunia karena mengendalikan COVID-19-nya, kasus positifnya sangat sulit, penekanannya ada di dua hal itu. Tapi kalau bisa tiga-tiganya, kasus positifnya turun, berarti positivity rate-nya persentasenya juga turun tetapi angka kesembuhan dinaikkan, angka kematian diturunkan serendah-rendahnya. Bukan barang yang gampang tapi sekali lagi, ini bukan barang yang gampang.

Dan beruntung sekali, kita sekarang ini, kondisi ekonomi kita, meskipun di kuartal kedua pertumbuhannya kemungkinan, ini dari hitungan pagi tadi yang saya terima, kuartal kedua mungkin kita bisa minus ke 4,3 (persen). Di kuartal pertama kita masih positif 2,97 (persen), 2,97 (persen). Saya enggak bisa bayangin  kalau kita dulu lockdown gitu mungkin bisa minus 17 (persen). Saya, perlu saya sampaikan ini, saya…, tiga bulan yang lalu, saya telepon Ibu Kristalina, ini Managing Director-nya IMF (International Monetary Fund), dia menyampaikan pada saya di telepon bahwa dunia akan terkontraksi dan growth, global growth hanya akan tumbuh kira-kira 2,5 persen, minus. Tapi terakhir, setelah itu, Bank Dunia mengatakan, David (Presiden Bank Dunia, David Malpass) mengatakan minus 5 persen. Tapi terakhir, OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), angkanya sudah berubah total lagi, sangat dinamis, harian ini, ketidakpastian ini harian, bukan mingguan, harian. Terakhir sudah berada pada angka minus 6 sampai minus 7,6 (persen). Betapa beratnya situasi ini.

Dan bahkan di tahun 2020, perkiraan-perkiraan itu sudah berubah total. Terakhir yang saya terima dari OECD, Perancis misalnya di angka minus 17,2 persen. Inggris minus 15,4 persen. Jerman minus 11,2 persen. Amerika (Serikat) minus 9,7 persen. Minus semuanya, negara-negara minus, enggak ada yang plus semua. Padahal di awal, kita…, IMF itu memperkirakan Indonesia masih plus, (negara) yang plus itu China, India, Indonesia. Oleh sebab itu, saya minta pada para Gubernur, agar rem dan gasnya ini diatur betul. Jangan sampai tidak terkendali. Enggak bisa kita ngegas yang hanya ekonominya saja enggak bisa, ya COVID-19-nya juga nanti malah naik ke mana-mana, enggak bisa. Dua-duanya ini harus betul-betul di gas dan remnya diatur betul, semuanya terkendali semuanya.

Oleh sebab itu, di semester kedua, terutama di kuartal ketiga, kita harus berani berbuat sesuatu untuk ini diungkit ke atas lagi. Momentumnya adalah di bulan Juli, Agustus, dan September, kuartal ketiga. Momentumnya ada di situ. Kalau kita enggak bisa mengungkit di kuartal ketiga, jangan berharap kuartal keempat akan bisa, sudah. Harapan kita hanya ada di kuartal ketiga, Juli, Agustus, dan September.

Apa yang harus kita lakukan di bulan ini? Kita tidak bisa mengharapkan lagi yang namanya investasi, itu pasti minus pertumbuhannya. Yang bisa diharapkan sekarang ini, semua negara hanya satu yang diharapkan yaitu belanja pemerintah, spending kita, belanja pemerintah. Oleh sebab itu, jangan sampai ada yang nge-rem. Kalau ekonomi di provinsi Bapak-Ibu semuanya ingin cepat pulih, belanjanya semuanya harus dipercepat. Kuncinya hanya di situ. Enggak bisa lagi kita mengharapkan sekali lagi, investasi, swasta, enggak. Karena ini munculnya memang harus dari belanja pemerintah. Kredit perbankan yang dulu bisa tumbuh 12 persen, bisa tumbuh 13 persen, bisa tumbuh 8 persen, jangan berharap lagi dari sana. Sekali lagi, belanja pemerintah. Oleh sebab itu, saya berharap, belanja-belanja yang ada ini, harus dipercepat. Karena itu akan menaikkan konsumsi domestik kita, konsumsi rumah tangga kita yang di kuartal kedua ini turun, anjlok.

Perlu saya ingatkan, uang Pemda yang ada di bank itu masih Rp170 triliun,  guede sekali ini. Saya sekarang cek harian. Kementerian saya cek harian, berapa realisasi, ketahuan semuanya. Kemarin saya ulang lagi, ini ada peningkatan, saya baca semuanya sekarang. Kementerian ini berapa persen, belanja modalnya baru berapa persen, semuanya kelihatan sekarang. Harian pun sekarang ini saya pegang, provinsi, kabupaten, dan kota. Saya berikan contoh, misalnya realisasi APBD untuk provinsi, saya bacakan.

  1. DKI (Jakarta), 45 persen;
  2. Nusa Tenggara Barat, 44 persen;
  3. Sumatra Barat, 44 persen;
  4. Gorontalo, 43 persen;
  5. Kalimantan Selatan, 43 persen;
  6. Provinsi Bali, 39 persen;
  7. Kalimantan Tengah, 38 persen;
  8. Provinsi Banten, 37 persen;
  9. Kepulauan Riau, 35 persen;
  10. Sulawesi Selatan, 34 persen;
  11. Lampung, 32 persen;
  12. Papua Barat, 32 persen;
  13. Kalimantan Utara, 31 persen;
  14. Bangka Belitung, 31 persen;
  15. Kalimantan Timur, 31 persen;
  16. Jawa Timur, 30 persen;
  17. Sulawesi Utara, 29 persen;
  18. Jambi, 28 persen;
  19. Bengkulu, 27 persen;
  20. Sulawesi Tengah, 27 persen;
  21. DIY (D.I. Yogyakarta), 27 persen;
  22. Jawa Tengah, 27 persen;
  23. Riau, 27 persen;
  24. Sumatra Utara, 25 persen;
  25. Jawa Barat, 24 persen;
  26. Sulawesi Barat, 24 persen;
  27. Aceh, 23 persen;
  28. Kalimantan Barat, 22 persen;
  29. Maluku, 21 persen;
  30. Nusa Tenggara Timur, 21 persen;
  31. Maluku Utara, 17 persen;
  32. Papua, 17 persen;
  33. Sulawesi Tenggara, 16 persen;
  34. Provinsi Sumatra Selatan, 16 persen.

Ini secara total. Itu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Tetapi kalau kita lihat, ini yang menggerakkan, yang paling menggerakkan dari belanja-belanja itu adalah belanja modal. Karena yang pegawai itu rutin. Belanja modal, coba kita lihat. Sumatra Selatan, hati-hati, masih 1,4 (persen), ini sudah bulan Juli, belanja modalnya. Sulawesi Tenggara, belanja modal 5,6 (persen). Papua, 4,8 (persen). Maluku Utara, 10,3 (persen). NTT, 19,6 (persen) ini belanja modal. Kalimantan Barat, 5,5 persen, belanja modal. Aceh, 8,9 (persen), belanja modal. Masih rendah-rendah sekali, hati-hati. Birokrasi kita harus kita ajak, agar ada speed di sini. Hati-hati, ini kalau tidak kita ingatkan, belanja modalnya masih rendah-rendah semuanya. Ini yang juga kemarin saya ingatkan kepada menteri. Nanti LKPP juga biar menyampaikan, Pak Kepala LKPP, gimana kecepatan itu, terutama belanja barang dan jasa ini bisa dilakukan dengan cepat termasuk belanja modal.

Hati-hati tahun yang lalu, bulan November itu masih ada, Rp15 triliun bulan November masih lelang, ini hati-hati. Kalau birokrasi kita, dinas-dinas kita, enggak kita kendalikan, model-model belanja seperti yang dulu-dulu ini masih ada yang melakukan, dipepetkan di November-Desember, hati-hati. Sekarang ini yang kita butuhkan untuk semua provinsi adalah Juli, Agustus, September, sekali lagi.

Nanti Pak Roni (Ketua LKPP) biar sampaikan bagaimana SE yang dikeluarkan untuk mempercepat itu. Sekarang kita dampingi, BPKP ngecek terus juga agar tidak ada terjadi kekeliruan. Saya kira Bapak-Ibu para Gubernur juga bisa melakukan hal yang sama agar betul-betul belanja kita ini bisa cepat. Kalau kita sudah memiliki angka-angka seperti ini, sudah kelihatan semuanya. Sekali lagi, dalam situasi krisis seperti ini, manajemen yang kita pakai adalah manajemen krisis, bukan manajemen biasa. Enggak bisa business as usual, enggak bisa. Jadi, sederhanakan regulasinya, sederhanakan SOP-nya.

Yang terakhir, ini kembali ke COVID-19, saya meyakini para kepala daerah, utamanya para gubernur, bisa mengontrol manajemen pengendalian COVID-19 ini sehingga benar-benar kita dianggap memiliki kemampuan dalam mengelola negara ini.

Yang kedua, saya juga akan segera mengeluarkan inpres kepada gubernur, dalam rangka apa? Agar keluar yang namanya sanksi untuk pelanggar protokol. Saya kira sudah ada yang mendahului, Jawa Barat, saya kira sudah mulai memberi sanksi. Memang harus diberi sanksi, kalau ndak masyarakat kita ini tidak memiliki kesadaran untuk pakai masker, untuk jaga jarak, untuk…. Dan kita serahkan kepada gubernur sesuai dengan kearifan lokal masing-masing, mengenai sanksi ini, memang harus ada. Dan inpres itu bisa dijadikan payung dalam nanti Bapak-Ibu mengeluarkan peraturan gubernurnya.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi terima kasih atas kehadiran Bapak-Ibu para Gubernur, para Wakil Gubernur pada pagi hari ini dan negara, rakyat, dan bangsa, mengharapkan sekali kita semuanya bekerja keras dalam mengendalikan COVID-19 maupun ekonomi di negara kita.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Amanat/Arahan Terbaru