SBY Berharap Tidak Terjadi ‘Baratayuda’ Kubu Jokowi dan Prabowo
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan, panas tidaknya politik di tanah air 5 (lima) tahun ke depan sangat tergantung apakah nanti ketika Jokowi betul-betul sudah mulai memimpin negeri ini setelah 20 Oktober mendatang, ada tidaknya konsiliasi dari kubu Jokowi dengan kubu Prabowo.
Namun, Presiden SBY berharap konsiliasi antara koalisi Merah Putih dari kubu Prabowo Hatta dengan koalisi pendukung presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) Jusuf Kalla (JK), bukannya menjadi dendam tujuh turunan atau Baratayuda. Sebab, bila yang terjadi adalah yang terakhir, maka rakyat yang akan sangat dirugikan.
Ya politik itu keras bisa saling mengintip, bisa saling menyerang, tapi tetaplah ada batas-batasnya. Kalau tidak demokrasi kita goyah, kalau politik gaduh dan tidak stabil, siapa yang menderita? Rakyat. Kita tidak bisa membangun, ekonomi tidak tumbuh lagi dan sebagainya, kata Presiden SBY dalam perbincangan dengan Caosa Indriyani yang ditayangkan melalaui kanal Youtube: http://youtu.be/Fl2H5SUJNy8 , dan diunggah pada Minggu (14/9) malam.
Diakui SBY, politik itu keras, kompetisi itu memang menghasilkan kalah dan menang, tapi kan tidak segalanya. Ada kalanya sekarang kalah, menang di hari kemudian. Bagi SBY, kalau ia berada di luar pemerintahan memang harus mengkritisi. Tetapi, SBY menekankan bahwa mengkritik tidak sama dengan menghancurkan, menggagalkan.
Meskipun saling kritis satu sama lain tetapi ada batas-batas dalam politik yang dimainkan, maka yang dikhawatirkan oleh banyak pihak itu bisa dicegah. Tetapi kalau yang dianut adalah politik marah dan dendam tujuh turunan itu bisa terjadi, tuturnya.
SBY sendiri mengaku punya pengalaman panjang selama 10 tahun terakhir, dimana ada kekuatan politik yang konsisten memusuhinya, menyerang, dan kalau bisa menggagalkan. Namun, SBY berharap apa yang dialaminya itu, tidak dialami oleh Jokowi yang akan menggantikannya pada 20 oktober mendatang.
Karena itu, Presiden SBY berharap para politisi, para elit politik di kedua kubu (Jokowi dan Prabowo) itu bisa bersikap secara konstruktif.Tidak harus setiap isu berhadapan penuh.
SBY mengaku dirinya bukan orang yang utopis, karena , tidak mungkin tiba-tiba bermesra-mesraan. Tetapi kalau akhirnya (kedua kubu) bisa menyapa lagi, Presiden SBY menilai itu adalah titik cerah di hari esok.
Sayapun berharap sebetulnya janganlah Baratayudha yang terjadi. Ingat rakyat, ingat negeri ini, ingat masa depan kita, pesan Kepala Negara.
Sikap Partai Demokrat
Mengenai sikap partai yang dipimpinnya, selaku ketua umum, SBY mengaku Partai Demokrat memang diajak oleh kedua-duanya, dengan cara yang berbeda-beda. Tetapi ia menegaskan, Partai Demokrat lebih baik jadi penyeimbang yang betul, tidak masuk ke kubunya Jokowi, tidak masuk pula ke kubunya Prabowo.
SBY beralasan, kalau Partai Demokrat masuk ke salah satu koalisi, maka sudah bisa dibayangkan politik 5 tahun ke depan, Demokrat ikut terlibat dalam politik yang amat keras, yang intip-mengintip, serang-menyerang, hancur-menghancurkan. Itu bukan kepribadian saya. Itu bukan kepribadian Partai Demokrat. Kami punya prinsip dan kepribadian sendiri, tegasnya.
Menurut SBY, Partai Demokrat akan terus berperan secara konstruktif manakala ada isu besar, apakah kebijakan, rancangan undang-undang atau apapun yang menurut Demokrat baik bagi rakyat, dari manapun ide itu muncul apakah dari kubu Jokowi maupun kubu Prabowo, Partai Demokrat pasti mendukung.
Tetapi sebaliknya, kalau memang nyata-nyata tidak realistis, tidak rasional, menyengsarakan rakyat, menurut SBY, dengan tegas dan dengan bahasa yang terang, Partai Demokrat tidak akan mendukungnya. (ES)