Peran APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) dalam Mendukung Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) demi Terwujudnya Inovasi Birokrasi pada Sektor Publik

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 5 Januari 2021
Kategori: Opini
Dibaca: 4.917 Kali


Oleh Eva Anas Tasia Turnip, S.E.

Reformasi Birokrasi merupakan salah satu program pemerintah yang berfokus pada penerapan prinsip-prinsip clean government dan good governance. Prinsip-prinsip tersebut diyakini akan mengarahkan pada Pemerintahan Berbasis Kinerja dengan berdasarkan pada; (1) Prinsip 3E (Efektif, Efisien, dan Ekonomis); (2) Orientasi pada hasil (outcomes); (3) Penerapan SAKIP berbasis elektronik; dan (4) Kontribusi individu secara jelas terhadap pencapaian kinerja organisasi. Sasaran Reformasi Birokrasi berupa terwujudnya Birokrasi yang Bersih dan Akuntabel (Berintegritas tinggi, bersih dari praktik KKN, dan akuntabel pada publik), serta Birokrasi yang Efektif dan Efisien  dengan menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien untuk kepentingan publik, serta pelayanan publik berkualitas yang mampu memenuhi publik needs.

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, meyakini bahwa dalam rangka mempercepat tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik, maka dipandang perlu melakukan reformasi birokrasi   di seluruh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Reformasi birokrasi diharapkan akan mampu: (1) mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan; (2) menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy; (3) meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat; (4) meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi; (5) meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; (6) menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.

Ayodha Pramudita dalam bukunya yang berjudul “Inovasi Birokrasi: Membuat Kerja Birokrat Lebih Bermakna” menyebutkan bahwa “Dengan kerja birokrasi yang semakin mudah, tentu saja penyediaan layanan publik semakin cepat. Kemudahan dan kecepatan kerja birokrasi ini yang ujungnya dapat menciptakan keunggulan daya saing bangsa.”1 Karena itu diharapkan para aparatur sipil negara dapat mewujudkan inovasi birokrasi, dalam konteks ini, khususnya pada Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Dalam rangka mewujudkan inovasi birokrasi, APIP memiliki peran pengawasan internal untuk mendorong terciptanya sistem pemerintahan yang berintegritas tinggi. Pengawasan internal diharapkan memiliki pondasi yang kuat dan sistematis, serta mampu melakukan deteksi dini terhadap dugaan adanya tindakan koruptif dan penyalahgunaan wewenang yang terjadi di instansinya. Dengan demikian, APIP mempunyai peran yang penting dan strategis.

Peran penting APIP dalam implementasi inovasi birokrasi tertuang pada tugas dan fungsi APIP sebagai Tim Penilai Internal pembentukan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), serta Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dengan tujuan berikut ini: (1) Mempertahankan Opini WTP, (2) Meningkatkan Kapabilitas APIP, (3) Meningkatkan Maturitas SPIP, (4) Meningkatkan Akuntabilitas Kinerja, dan (5) Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh APIP, yaitu: (1) Struktur kelembagaan APIP yang saat ini belum mencerminkan independensi. Di beberapa Kementerian/Lembaga, peran APIP masih setingkat eselon II, sehingga dianggap kehilangan independensinya; (2) Tingkat kapabilitas APIP masih rendah dan belum merata. Mayoritas tingkat kapabilitas APIP di Indonesia, saat ini masih berada di level 2, hanya beberapa Kementerian/Lembaga yang telah mampu mencapai level 3; (3) Kurangnya komitmen pimpinan instansi dalam memandang pentingnya pengawasan intern bagi tata kelola pemerintahan. Komitmen yang dibangun saat ini lebih banyak kepada pemenuhan dokumen, bukan menitikberatkan pada perbaikan fungsi dan peran APIP di dalam lingkungan pemerintahan.

Sistem pengawasan, ibarat sistem imun tubuh yang melindungi sistem pemerintahan dari dalam dengan tujuan peningkatan kualitas transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini menjadi tantangan untuk terciptanya sistem pengawasan yang kuat. Sistem pengawasan internal yang kuat merupakan elemen penting untuk menjaga agar reformasi birokrasi dapat terwujud. Reformasi ini diharapkan dapat membuahkan hasil yang positif khususnya dalam perbaikan pelayanan publik, efektivitas dan akuntabilitas serta kegiatan pencegahan korupsi. Program pengawasan merupakan bagian penting dari agenda pembangunan bidang penyelenggaraan negara dalam upaya untuk mempercepat proses reformasi birokrasi, dan penciptaan tata pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab dan berwibawa, untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis dan adil.

Lalu bagaimana caranya agar inovasi birokrasi tersebut dapat terwujud? Sejalan dengan pendapat Ayodha Pramudita, dkk yang meyakini bahwa pemanfaatan iptek dan SDM sangat penting untuk membongkar kelambanan birokrasi dan menumbuhkan inovasi di sektor publik.1 Hal tersebut pun berlaku pada konteks sistem pengawasan internal pemerintah. Transformasi digital sangat penting dilaksanakan, khususnya pada digitalisasi proses audit. Digitalisasi proses audit ini akan meningkatkan keamanan dan kevalidan data sehingga auditor mampu memberikan rekomendasi pengawasan yang lebih akuntabel. Hasil pengolahan data audit yang terdigitalisasi tersebut akan meningkatkan efisiensi dan akurasi hasil audit. Didukung oleh keandalan SDM melalui pelatihan dan pengembangan profesi yang terencana, diharapkan pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat dijalankan sehingga inovasi birokrasi dapat terwujud dan diharapkan pelayanan publik yang sesuai dengan harapan masyarakat dapat tercapai.

Footnote:
1) Ayodha Pramudita, dkk. 2020. “Inovasi Birokrasi: Membuat Kerja Birokrat Lebih Bermakna”. Jakarta: Gramedia.

Opini Terbaru