10 Tahun Sering Dikritik, Presiden SBY Berharap Pers Juga Kritis Pada Jokowi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 6 September 2014
Kategori: Berita
Dibaca: 105.505 Kali

persSelama 10 tahun memimpin bangsa Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku sangat kerap mendapat kritik keras oleh pemberitaan pers. Tapi SBY menilai, justru selama itu pula pers menyelamatkannya dari kemungkinan adanya abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan).

“Saya ingin terlebih dahulu sampaikan ucapan terima kasih pada insan pers di negeri tercinta ini atas segala kritik yang diberikan pada saya. Tanpa kritik yang saya terima selama 10 tahun ini belum tentu saya bertahan hingga akhir masa bakti saya,” Presiden SBY saat menghadiri silaturahmi pers dan peluncuran Buku SBY dan Kebebasan Pers yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Jakarta, Jumat (5/9) malam.

Menurut Kepala Negara, seorang pemimpin harus bisa dikritik dan tidak boleh tertutup terhadap kebebasan pers. Pemimpin harus mau terbuka jika ada pihak yang tidak suka terhadap kebijakan yang dikeluarkan.

“Jika tidak, itu sama saja menyimpan bom waktu,” ujar SBY yang disambut dengan tepuk tangan pengunjung yang hadir di acara silaturahmi itu.

Meski demikian, Presiden SBY menyadari terkadang banyak juga ‘serangan’ pers yang dirasa terlalu berlebihan. Kondisi ini bahkan paling sering dikeluhkan oleh Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono. Namun ia punya cara untuk menenangkan hati

“Kalau kritik gencar, saya sering untuk menenangkan hati. Saya bicara dengan PM Australia yang dikenal persnya kritis, ternyata nasib mereka kurang lebih sama tidak pernah luput dari kritikan media,” kata SBY seraya menambahkan, “Saya bilang ke Ibu Ani, kita punya teman banyak di dunia ini,” ujarnya.

Kritis ke Jokowi

Pada kesempatan itu, Presiden SBY meminta kalangan pers agar  tetap memberikan kritik pada pemerintah, termasuk kepada pemerintahan Preside Terpilih Joko Widodo (Jokowi) yang akan mulai bertugas sebagai pemimpin bangsa pada 20 Oktober mendatang. Namun ia mengingatkan, agar sifat kritis itu dilakukan  tetap dalam semangat untuk membangun dan mendorong kemajuan bangsa.

“Pers kritis pada saya dan membuahkan yang indah, pers tidak dilarang kritis ke Pak Jokowi dan Presiden-Presiden mendatang tapi jangan pernah membenci pemimpin kita, karena di tengah keterbatasan (pemimpin-red) akan berbuat yang terbaik,” tutur SBY.

Menurut Presiden SBY, kritik pada pemerintah merupakan suatu hal yang positif sepanjang kedua pihak saling memahami posisi masing-masing dan bersikap konstruktif.

Ke depan sebagai seorang yang 10 tahun ini bersama-sama dengan teman pers, Presiden SBY mengingatkan, bahwa misi besar kita tetap melanjutkan konsolidasi demokrasi. “Itu adalah pilihan kita, demokrasi kita yakini bawa kebaikan, sekaligus ada wajah buruk, mari kita bangun dan matangkan sebaik-baiknya,” pesan SBY.

Dalam kesempatan itu, Presiden SBY juga berpamitan kepada kalangan pers nasional. “Saya mohon diri setelah Oktober. Terima kasih pers, kita akan bertemu lagi pada medan pengabdian yang berbeda,” pungkasnya.

Nikmati Kebebasan

Sebelumnya Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengemukakan, sejak reformasi hingga saat ini, pers Indonesia menikmati kebebasannya. Ia menyatakan rasa syukurnya, karena presiden dan negara tidak pernah mencampuri urusan kebebasan pers itu.

Bagir Manan menghargai sikap presiden yang bila ada pemberitaan yang tidak menguntungkan hanya menyampaikan sikap bahwa tidak diperlakukan secara adil.

Menurut Bagr, hal-hal seperti itu yang ditinggalkan SBY selama memimpin Indonesa pada kehidupan pers . “Bapak bukan sekedar presiden dalam 10 tahun terakhir tapi pemimpin bangsa. Hubungan dengan pers saya harapkan dilanjutkan dengan baik. Salah satu cara nanti bersedia mengisi kolom-kolom pers secara teratur dengan isu tertentu sebagai intelektual,” kata Bagir yang disambut senyuman Presiden SBY dan Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono.

Hadir dalam acara itu antara lain Mensesneg Sudi Silalahi, Ketua Umum PWI Margiono, Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Mensesneg Sudi Silalahi, para pimpinan media massa, praktisi media massa dan tokoh-tokoh pers nasional. (*/ES)

Berita Terbaru