Pemerintah Siap Umumkan Sejumlah Kebijakan Hadapi Melemahnya Rupiah
Meskipun apa yang dilakukan selama ini dianggap sudah cukup baik, Pemerintah akan mengumumkan sejumlah kebijakan guna menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah.
Jumat, rencananya pemerintah akan melakukan koordinasi yang menyangkut berbagai kementrian untuk reformasi struktural lebih lanjut. Kita akan umumkan sejumlah kebijakan, kata Menko Perekonomian Sofyan Jalil kepada wartawan seusai rapat terbatas di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/3) petang.
Sofyan memberi sedikit bocoran tentang kebijakan dimaksud sebagaimana telah disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro, misalnya Peraturan Pemerintah tentang sistem insentif perpajakan.
Kita juga akan meng-attack persoalan yang selama ini orang mengatakan masalah karena Current Account Defisit (CAD), akan ada sejumlah upaya supaya CAD itu akan teratasi secara pelan-pelan. Karena kita sadar itu adalah masalah yang kita hadapi 2-3 tahun terakhir ini, papar Sofyan.
Sejauh ini, menurut Menko Perekonomian, koordinasi antara Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah telah berjalan sesuai harapan. Presiden terlibat langsung, dan melihat bahwa koordinasi antar lembaga negara, dalam hal ini BI, OJK, dan pemerintah, berjalan dengan baik, ujarnya.
Namun terkait pelemahan nilai mata uang rupiah yang pada kurs tengah BI hari Rabu (11/3) mencapai Rp 13.164 per dollar AS, Menko Perekonomian Sofyan Jalil mengatakan, bahwa ini ini adalah temporer yang di drive dari luar Indonesia.
Ia menyebutkan, di dalam negeri dari sektor pemerintah, apa yang sudah dilakukan selama ini dianggap cukup baik. Fiskal kita, menurutnya, sudah lebih bertanggungjawab, karena subsidi sudah tidak ada lagi, sehingga tidak seperti dulu yang setiap ada kenaikan perubahan kurs akan berimplikasi kepada fiskal.
Pemerintah pun, lanjut Sofyan, terus melakukan reformasi struktural yang sekian lama tidak jalan, seperti Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang sekarang sudah cukup efektif, yang tentunya akan terus dilakukan bagaimana caranya agar tetap efektif.
PTSP tidak hanya di pusat tapi juga di propinsi, kabupaten, karena target Presiden PTSP seluruh Indonesia harus berjalan dalam tempo paling lama satu tahun. Tapi kelihatannya akan lebih cepat dari yang diharapkan, jelas Sofyan.
Adapun masalah inflasi, menurut Sofyan, sejauh ini cukup terkontrol, dan pemerintah cukup yakin bahwa target yang ditetapkan itu bisa tercapai.
Kemudian pembangunan infrastruktur, kata Sofyan, adalah bagian dari pelaksanaan APBN dan akan dilaksanakan sesuai dengan rencana, dan diawasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) supaya lebih efektif dan terlaksana sesuai yang diinginkan.
Tidak Terpengaruh
Sementara itu Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, dari sisi pemerintah, kalau gejolak rupiah ini terjadi pada tahun 2014 atau tahun-tahun sebelumnya, maka jelas APBN kita akan dalam ancaman. Ia menyebutkan, apabila disertai dengan kenaikan harga minyak, kelemahan kurs akan membuat subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menggelembung begitu besar sehingga defisit akan mungkin melewati 3 persen.
Dengan kita melakukan reformasi subsidi dalam bentuk penghapusan subsidi premium dan subsidi tetap untuk solar, maka perubahan kurs ini tidak berpengaruh terhadap BBM, jelas Menkeu.
Meski demikian, pemerintah mempertimbangkan resiko fiskal yang lain, yaitu mengenai upaya mencapai target penerimaan pajak. Yang ingin ditekankan adalah kita akan melakukan upaya peningkatan penerimaan pajak. Karena saat ini kalau kita hitung tax ratio, jumlah penerimaan perpajakan, seluruh pajak plus kepabeanan plus cukai, dibagi Pendapatan Domestik Bruto (PDB), itu sangat rendah hanya sedikit lebih dari 11 persen, papar Menkeu.
Menurut Menkeu, pemerintah akan melakukan upaya yang extra ordinary effort. Pertama, melihat tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih sangat rendah, terutama di Pph, baik orang pribadi mapupun badan.
Itu yang akan kita perbaiki tanpa mengganggu bisnis yang berjalan. Karena yang dikejar adalah kewajiban yang seharusnya dibayar tapi di masa lalu tidak dibayar dengan tepat atau kesalahan pengisian form pajak, jelas Bambang.
Kedua, pemerintah akan memperbaiki kebocoran penerimaan pajak terutama dari restitusi yang sifatnya fiktif yang seharusnya tidak dibayarkan oleh pemerintah. Ini kelihatannya sepele tapi jumlahnya bisa besar. Dan mulai tahun ini kita sudah punya sistem yang tepat untuk mendeteksi mana restitusi yang harus segera dibayar, mana yang sebaiknya tidak dibayar karena sifatnya palsu, papar Bambang.
Ketiga, ekstensifikasi. Menurut Menkeu, jumlah penduduk Indonesia 255 juta, pemilik pekerjaan potensial dan jadi wajib pajak sekita 45 juta. Tetapi jumlah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar hanya 27 juta, dari jumlah itu yang membayar dan melaporkan pajak di bawah 10 juta. Artinya dari ekstensifikasi saja banyak yang harus kita benahi, dan itu menyangkut seluruh kelompok masyarakat, unglapnya.
Dengan extra ordinary effort tersebut, lanjut Menkeu, pemerintah optimistis mencapai target penerimaan pajak tahun 2015.
Menkeu mendukung apa yang disampaikan Menko Perekonomian mengenai policy response dalam bentuk kebijakan. Yang penting pemerintah berkomitmen untuk bisa membantu memperbaiki defisit transaksi berjalan. Pemerintah juga akan mulai memperhatikan defisit di neraca jasa dan keuangan. Di neraca itu kita akan coba buat kebijakan yang diharapkan bisa mengurangi defisit yang ada, jelasnya.
Kalau defisit transaksi berjalan kita membaik, Menkeu meyakini kita bisa seperti negara lain, yang ketika mengalami pelemahan mata uang, pelemahannya relatif kecil. Atau malah dalam beberapa kasus mengalami apresiasi. (Humas Setkab/ES)