Menuju Postur Kelembagaan Pemerintah yang Ideal: Pembedaan LPNK Dan LNS

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 2 November 2021
Kategori: Opini
Dibaca: 11.587 Kali

Lusianna ElizabethOleh: Lusianna Elizabeth, S.H. M.H., *

Sebagai penggerak jalannya pemerintahan, lembaga pemerintah merupakan faktor penentu keberhasilan pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah. Saat ini, terdapat 160 lembaga nonkementerian, baik lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) maupun lembaga nonstruktural (LNS). Kelembagaan pemerintah dimaksud terdiri dari kementerian, badan, lembaga, komisi, komite, tim, atau nama-nama lain, yang dibentuk dengan instrumen hukum undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan/keputusan presiden, dan peraturan menteri. Sampai saat ini belum ada keseragaman pakem atau acuan baku dalam membentuk LPNK dan LNS.

Hal ini berbeda dengan pembentukan kementerian yang telah memiliki instrumen hukum yang baku dan diacu dalam penyusunan kabinet. Sebagaimana diketahui, jumlah kementerian saat ini berjumlah 34 (tiga puluh empat), ditambah beberapa lembaga setingkat kementerian yang dipimpin oleh pejabat setingkat Menteri, di antaranya yaitu Jaksa Agung, Sekretaris Kabinet, Kepala Staf Kepresidenan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Kepala Badan Riset dan Inovasi (BRIN). Sementara, jumlah lembaga nonkementerian, baik lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) maupun lembaga nonstruktural (LNS) di Indonesia sebanyak 160 (seratus enam puluh).

Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan saran masukan dalam upaya penyeragaman acuan baku bagi pembentukan LPNK dan LNS dengan mencoba menjawab pertanyaan bagaimana klasifikasi dan kriteria pembedaan LPNK dan LNS dan ketentuan apa saja yang dapat diatur, apabila akan diatur dalam suatu instrumen hukum.

1. Klasifikasi Pembentukan LPNK dan LNS

Sebagai negara yang menggunakan sistem presidensial, kekuasaan pemerintahan di Indonesia berada di tangan Presiden yang dibantu oleh jajaran menteri dalam kabinetnya. Presiden memiliki kekuasaan menunjuk menteri sebagai pembantunya, termasuk membentuk lembaga-lembaga lain di luar kementerian yang dianggap perlu.

Pembentukan LPNK maupun LNS yang berada di lingkungan eksekutif memiliki dinamika menyesuaikan dengan kebutuhan untuk mewujudkan visi, misi, program, dan kebijakan Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Beberapa pakar mencoba merumuskan kapan dan bagaimana suatu lembaga digolongkan ke dalam LPNK atau LNS. Dari perumusan tersebut dapat disimpulkan beberapa karakteristik yang dapat disematkan dalam setiap pembentukan lembaga baru (atau setidak-tidaknya dijadikan pakem) dalam menyusun atau mendesain lembaga baru, sehingga keseragaman standar tersebut dapat terwujud dalam sistem pemerintahan Indonesia. Untuk LPNK, setidaknya dapat diklasifikasikan kedalam berbagai karakteristik sesuai nama lembaganya yakni:

Adapun untuk LNS, jika dikembalikan kepada karakteristik lembaganya, maka pengklasifikasiannya dapat dilakukan dengan pendekatan yang lebih luwes dan tidak kaku seperti pengklasifikasian LPNK. Hal ini mengingat nature LNS yang independen, berorientasi kepada kepentingan masyarakat secara langsung, serta berada di luar kelembagaan pemerintah. Idealnya, guna konsistensi, penamaan nomenklatur LNS tidak boleh sama dengan penamaan LPNK. Pembedaan ini penting untuk membedakan mana lembaga yang tergolong LPNK, dan mana lembaga yang tergolong LNS.

Mengingat sifatnya yang lebih luwes dan independen, sulit untuk menentukan nama lembaga apa saja yang dapat dikategorikan sebagai LNS. Namun demikian, berdasarkan karakteristiknya, LPNK dapat dibedakan sebagai berikut:

2. Pengaturan dalam Instrumen Hukum

Analogi pada instrumen hukum dalam pembentukan organisasi kementerian, pembakuan panduan/kriteria pembentukan LPNK maupun LNS dapat diatur dalam sebuah instrumen hukum peraturan presiden atau peraturan menteri. Adapun norma yang dapat diatur adalah:
a. Gambaran penajaman tugas fungsi kementerian (jenis tugas fungsi yang belum atau tidak tercakup dalam tugas fungsi kementerian), apakah bersifat teknis eksekutorial, atau bersifat advisory;
b. Nama nomenklatur yang dapat digunakan sesuai jenis tugas dan fungsinya;
c. Struktur organisasi lembaga sesuai jenis tugas fungsinya, apakah dapat diisi pejabat struktural eselon I dan seterusnya atau tidak;
d. Kedudukan lembaga sesuai jenis tugas fungsinya, apakah berada di bawah koordinasi kementerian induk atau dapat langsung berada di bawah Presiden;
e. Cara pemilihan pimpinan/kepala lembaga sesuai jenis tugas fungsinya, apakah dapat dipilih langsung oleh Presiden, atau dapat diusulkan oleh Menteri kepada Presiden;
f. Cara pengisian pejabat/pegawai lembaga sesuai jenis tugas fungsinya;
g. Hak Keuangan pimpinan dan pejabat/pegawai lembaga sesuai jenis tugas fungsinya, apakah dapat diberikan setingkat Menteri atau hanya setingkat eselon I; dan
h. Anggaran lembaga sesuai jenis tugas fungsinya, apakah melekat pada kementerian induk atau menjadi Bagian Anggaran mandiri.

—–o0o—

* Penulis adalah Kepala Subbidang Sumber Daya Aparatur pada Asisten Deputi Bidang Hukum Hak Asasi Manusia dan Aparatur Negara, Kedeputian Polhukam, Sekretariat Kabinet

Opini Terbaru