Puncak Perayaan HUT Ke-8 Partai Solidaritas Indonesia, di Djakarta Theater, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta,  31 Januari 2023 

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 31 Januari 2023
Kategori: Sambutan
Dibaca: 1.680 Kali

Sambutan Presiden Joko Widodo pada Puncak Perayaan HUT Ke-8 Partai Solidaritas Indonesia, 31 Januari 2023 

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat malam,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan,
Shalom.

Yang saya hormati Sis Grace, Bro Anthony, Wakil Dewan Pembina dan Sekretaris Dewan Pembina;
Yang saya hormati Bro Giring Ketua Umum, beserta Sis Dea Sekjen, serta Bro dan Sis yang tidak bisa saya sebut satu persatu, utamanya seluruh jajaran DPP, DPW, DPD, DPC, dan seluruh legislator yang pada malam hari ini hadir.

Saya tadi sebetulnya mau menyampaikan sesuatu, tapi kok sama persis dari yang disampaikan Bro Giring tadi. Jadi ini komplet, tapi jadi enggak dipakai. Yang kedua, saya tadi sudah mau berbicara mengenai hilirisasi, tapi disampaikan lagi juga oleh Sis Grace. Jadi saya bingung mau ngomong apa saya, kok sama persis isu yang disampaikan.

Tapi yang ingin saya sampaikan, yang pertama adalah peluang. Bahwa nanti di 2024, tahun depan itu ada angka, baru tadi pagi saya tanya ke Kementerian Dalam Negeri, berapa sih pemilih yang berumur 17 sampai di bawah 40 [tahun]. Ada 60 persen kurang sedikit, 60 persen kurang sedikit. Itu anak-anak muda semuanya. Dan, pasar segmen sebesar itu, itulah yang memang harus disasar dan didapatkan oleh PSI. Dan, menurut saya sangat cocok sekali dengan PSI.

Bagaimana meraihnya? Bagaimana meraihnya? Tadi sudah disampaikan oleh Bro Giring. Jadi, saya enggak menyampaikan lagi. Ya itu, memang itu, memang itu yang harus dilakukan. Artinya, isu-isu yang mau kita angkat ini harus pas dengan keinginan pemilih 17-39 [tahun] tadi. Isu-isunya apa? Bro dan Sis jauh lebih tahu dibanding saya. Jangan mengangkat isu-isu yang tidak disukai oleh anak-anak muda kita.

PSI harus memiliki diferensiasi kalau dibandingkan dengan partai-partai yang lain. Jangan mengikuti mereka. Isunya jangan mengikuti mereka. Jangan menjadi followers, tapi harus menjadi trendsetter-nya. Dapat, pasti dapat.

Ingat, saya ini bukan siapa-siapa dari Solo, ndeso, masuk ke Jakarta yang kota besar. Saya melihat saat itu ada peluang, karena setiap pemilihan pilkada di mana pun selalu calonnya itu pakai jas, pakai dasi, pakai peci. Enggak ada yang berani keluar dari situ. Ingat ini, benar. Nah, kalau ada yang masih menampilkan seperti itu dari PSI, itu sudah berarti sudah …

Saat itu, saya ingat menyiapkan dengan Pak Ahok itu baju kotak-kotak. Enggak ada yang berani membuat tren seperti itu. Itu ada risikonya. Ya risikonya kalah, bisa kalah kalau keliru. Tapi ternyata disambut oleh masyarakat, utamanya masyarakat muda. Nah, cari barang seperti itu. PSI cari diferensiasi, cari barang seperti itu. Sudah yang lain-lain sama seperti Bro Giring. PR-nya itu saja sudah.

Yang kedua, saya ingin bicara mengenai, kembali seperti yang disampaikan oleh Sis Grace tadi, hilirisasi. Kita tahu yang namanya negara-negara di Amerika Latin. Saya enggak usah sebut nama negaranya, nanti ada yang tersinggung. Tahun-tahun 50-an, 60-an mereka itu sudah menjadi negara berkembang. Tahun 50-an, 60-an, negara berkembang. Dan sampai saat ini, mereka terus tetap menjadi negara berkembang. Saya pelajari ini. Ada apa ini, kenapa seperti ini, kenapa semua negara di sana menjadi seperti itu? Itu yang namanya terjebak dalam negara berpendapatan menengah, middle income trap. Karena apa? Mereka tidak menawarkan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh negara lain. Ini yang harus dilakukan negara kita.

Saya berikan contoh yang melompat cepat sekali, Korea Selatan. Saya lihat, ini ada apa sih Korea Selatan ini bisa melompat seperti itu. Mereka bisa menciptakan, bisa membuat yang namanya komponen-komponen digital yang dibutuhkan oleh negara-negara besar, salah satunya Amerika.

Taiwan, saya lihat kenapa negara ini bisa melompat. Dia bisa membikin yang namanya cip, yang semua perusahaan-perusahaan besar yang berkaitan dengan itu tergantung pada dia. Beli semuanya harus ke dia. Ada ketergantungan negara lain pada Taiwan. Inilah yang strategi besar, inilah yang sedang kita rancang, bagaimana membuat sebuah ekosistem besar sehingga negara lain tergantung pada kita. Itulah yang kita namakan, baru ramai sekarang ini, namanya hilirisasi.

Tapi hilirisasi itu bukan nikel saja, karena kita ingin menyatukan, mengintegrasikan yang namanya seluruh kekayaan alam ini menjadi satu barang yang nanti dibutuhkan, yang namanya EV (electric vehicle) battery, lithium battery. Di situ ada komponen dari nikel, di situ ada komponen dari tembaga, di situ ada komponen timah, di situ ada komponen bauksit, yang semuanya harus kita satukan, kita integrasikan, sehingga muncul nanti yang namanya EV battery dan babak selanjutnya ekosistem yang lebih besar, yang namanya mobil listrik. Yang ke depan, mau tidak mau semua negara akan mencari barang ini, entah lithium battery-nya, EV battery-nya maupun mobil listriknya. Semua akan menuju ke sana, karena sekarang semua negara memberikan insentif rakyatnya untuk beli itu. Inilah yang sedang kita rancang dan negara lain tahu mengenai itu.

Yang sulit, memang geografis negara kita. Nikel itu ada Sulawesi yang banyak, ada di Maluku Utara. Tembaga ada di Papua, ada di Sumbawa, ini yang besar-besar. Bauksit itu ada di Kalimantan Barat dan ada di Kepulauan Riau (Kepri), di Bintan. Timah ada di Bangka Belitung. Bagaimana mengintegrasikan ini ada smelter di sini, ada smelter di sini, ada smelter di sana, ada smelter di sana, disatukan menjadi barang yang namanya EV battery dan yang namanya mobil listrik. Meskipun baru berangkat, kita yang baru berangkat ini adalah nikel, kita sudah digempur dulu oleh Uni Eropa, dibawa, digugat ke WTO (World Trade Organization).

Menteri-menteri bertanya pada saya, “Pak, gimana kita digugat ini?” Ya digugat, ya dihadapi. Kalau kita digugat kemudian kita mundur, jangan berharap negara ini akan menjadi negara maju. Jangan berharap. Kita, seperti yang saya ceritakan di awal sebagai background Amerika Latin tadi, enggak akan, sampai kapanpun enggak akan. Sehingga saya sampaikan maju terus, jangan toleh kanan-toleh kiri. Maju terus. Baru nikel, kita sudah digugat. Dan, saya sampaikan maju terus dan kalah. Kita kalah, baru saja tahun kemarin. Kalah kita digugat di WTO, kalah.

Menteri-menteri tanya lagi, “Gimana, Pak, kita kalah?” Ya kalah, ya dihadapi. “Ada upaya apa lagi?” “Bisa, Pak, banding.” Ya banding, banding. Kita tunggu lagi, banding lagi, enggak apa-apa. Pada saat nanti ada keputusan, barang ini sudah jadi. Karena kemarin kita sudah setop lagi yang namanya bauksit, setop bauksit, setop bauksit. Ini belum ada yang gugat, padahal 80 persen raw material bauksit, konsentrat bauksit, itu larinya ke Tiongkok. Ini sudah kita dapat musuh di Uni Eropa. Ini ada lagi, ini yang gede juga, moga-moga enggak gugat.

Setelah bauksit nanti lari, sebentar lagi ini baru kita kalkulasi, tembaga juga harus setop. Sehingga komponen-komponen kabel itu ada semuanya diproduksi di negara kita. Stainless steel kita punya sendiri, aluminium kita ada, tembaga kita ada, timah kita ada, yang belum ada kita hanya satu barang, yaitu litium. Kita enggak punya. Yang punya Australia sama beberapa negara di Afrika. Saya kaget ternyata yang di Australia ada orang kita yang sudah booking di sana, punya konsesi di sana, aman. Ini orang-orang kita ini pintar-pintar loh, saya baru ngomong gitu, besok dia sudah jalan, gitu loh. Yang ada di beberapa negara di Afrika litium juga banyak, ada tiga negara yang gede deposit litiumnya.

Inilah yang namanya strategi negara. Dan kita harus konsisten, harus konsisten, karena ini akan sampai kira-kira tahun 2027, tahun 2028. Saya mengharap PSI mengawal ini. Oleh sebab itu, PSI harus bisa masuk Senayan. Jangan, jangan berpikiran pesimis. Saya setuju tadi Sis Grace menyampaikan, optimis. Saya enggak pernah itu dalam berbicara apapun pesimis, ndak.

Saat kita menghadapi pandemi, saya gagap dan bingung, iya. Tapi pada suatu titik saya bisa tenang dan jernih kembali. Karena memang ini saya tanya ke semua negara, wong saya telepon. Enggak ada yang bisa memberikan penjelasan yang betul-betul saya yakin. Karena saat pandemi masuk, itu saya langsung telepon Dirjen WHO Dr. Tedros. Beliau menyampaikan, “Pokoknya yang sakit pakai masker semua, Presiden Jokowi.” Oke, kita sampaikan ke publik yang batuk-batuk, yang sakit pakai masker. Yang lain enggak usah, karena mencari masker sangat sulit saat itu.

Baru dua minggu, ganti lagi dia telepon, “Semua harus pakai masker, Presiden Jokowi. Semua, tidak terkecuali, semua.” Dirjen WHO saja seperti itu, apalagi kita, iya kan, karena memang semuanya belum memiliki pengalaman. Itu betul-betul. Dan, kita sangat beruntung saat itu tidak melakukan lockdown.

Ini saya ulang-ulang, karena memang keadaan saat itu sulit. Cari APD sulit, rebutan dengan negara lain. Cari obatnya, rebutan dengan negara lain. Cari vaksin, rebutan dengan negara lain. Kalau negara-negara lain kecil-kecil hanya cari 10 juta, 7 juta, 15 juta [dosis vaksin], kita ini mencari untuk masyarakat kita 278 juta, kali dua kali. Berarti berapa ratus juta yang harus kita siapkan vaksinnya? Di mana kita beli? Rebutan semuanya saat itu. Belum pas pada puncaknya, kehabisan oksigen karena semua negara pegang semuanya, enggak mungkin mereka mengekspornya.

Saya rasa, itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini. Dan sekali lagi, semuanya harus optimis bahwa PSI bisa masuk Senayan di tahun 2024.
PSI, menang pasti menang.

Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru