Swasembada Pangan dan Reformasi Subsidi BBM
Oleh: Joko Tri Haryanto, pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI*
Berdasarkan publikasi pemerintah, APBN-Perubahan 2015 berhasil memuat beberapa langkah utama terkait perubahan kebijakan belanja pemerintah yang cukup krusial. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah reformasi subsidi BBM dengan skema fixed subsidy untuk solar dengan subsidi maksimum Rp1.000/liter untuk setiap level harga dan kebijakan harga keekonomian yang ditetapkan pemerintah untuk premium serta penghematan subsidi LPG karena perubahan asumsi harga Indonesian Crude Price (ICP). Berbagai manfaat dari penghematan tersebut kemudian dialokasikan untuk penambahan anggaran berbagai program prioritas sesuai dengan visi dan misi Presiden yang meliputi dukungan sektor pendorong pertumbuhan (pangan, energi, maritim, pariwisata dan industri), pemenuhan kewajiban dasar (pendidikan, kesehatan dan perumahan), pengurangan kesenjangan antarkelas pendapatan dan antarwilayah, serta pembangunan infrastruktur konektivitas.
Pemerintah juga mencanangkan gerakan efisiensi belanja melalui penghematan belanja perjalanan dinas untuk direalokasikan ke kegiatan yang lebih produktif dan lebih prioritas sesuai usulan K/L (refocusing) selain revisi anggaran yang bersumber dari pinjaman dan hibah luar negeri, pagu penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)/Badan Layanan Umum (BLU), Surat Berharga Syariah Negara-Project Based Sukuk (SBSN-PBS), serta realokasi anggaran dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara ke Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Jika dicermati, penambahan berbagai program prioritas unggulan tersebut dapat direalisasikan berkat keberhasilan reformasi subsidi BBM, yang selama ini senantiasa menghantui APBN setiap tahunnya. Jika di APBN-P 2014 saja misalnya, pemerintah masih menanggung beban subsidi BBM hingga Rp246,5 triliun dan di APBN 2015 masih dicadangkan anggaran sekitar Rp276,0 triliun maka di APBN-P 2015 besarannya sudah turun drastis menjadi sekitar Rp68,7 triliun atau terjadi penurunan sekitar Rp194,2 triliun. Jika dibandingkan dengan alokasi belanja modal misalnya yang mencapai Rp155,4 triliun maka dalam sejarah pertama kalinya besaran subsidi BBM jauh di bawah alokasi belanja modal.
Hal menarik lainnya adalah pencanangan prioritas pencapaian tujuan swasembada pangan. Saat menghadiri perayaan Hari Pangan Sedunia di Makassar, Presiden Jokowi berkali-kali menegaskan pencapaian target swasembada pangan beras, kedelai dan jagung di tahun 2017. Untuk itu pemerintah berencana membangun 11 waduk di beberapa daerah, meningkatkan produksi hasil pertanian hingga 30% serta mendukung modernisasi sektor pertanian yang selama ini identik dengan ketertinggalan. Karenanya pemerintah kemudian menambah alokasi Kementerian Pertanian dari awalnya Rp15,9 triliun menjadi Rp32,8 triliun.
Rencananya anggaran tersebut nantinya akan difokuskan kepada kegiatan optimalisasi pemanfaatan lahan dengan tambahan sasaran 530 ribu hektar sehingga mencapai 730 ribu hektar, penyediaan pupuk dan benih untuk peningkatan produksi padi dan jagung yang sedianya hanya untuk Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) seluas 885 ribu hektar, rencananya akan diperluas 4 juta hektar di luar lokasi PTT. Selain itu juga diharapkan terjadi peningkatan produksi ikan hingga mencapai 13,6 juta ton yang ditekankan dengan cara perbaikan kualitas produksi.
Peningkatan produksi gula akan diupayakan melalui penyediaan benih tebu untuk area seluas 12 ribu hektar. Peningkatan produksi ternak melalui inseminasi buatan sebanyak 2 juta akseptor dan penyediaan bibit 1.200 ekor dan indukan 30 ribu ekor. Pengembangan tanaman hortikultura, khususnya cabai di 33 provinsi dan bawang merah di 25 provinsi. Penyediaan alat mesin pertanian untuk mendukung produksi dan pascapanen sebanyak 49.200 unit. Rehabilitasi dan pengembangan jaringan irigasi tersier 700 ribu hektar; Pengembangan air tanah dangkal, air permukaan, embung, dan dam parit sebanyak 23 ribu unit; serta pembangunan/rehabilitasi jalan usaha tani sepanjang 9.400 km.
Terkait keleluasaan penambahan anggaran tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) menyatakan bahwa pelebaran ruang fiskal pemerintah pasca penyesuaian harga BBM bersubsidi, seyogyanya terus didukung semua pihak sehingga ke depannya dapat bekelanjutan dan menyeluruh. Lebih lanjut lagi, Menkeu menjelaskan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah menjalankan upaya intensifikasi demi meningkatkan target kenaikan produksi, mengingat keterbatasan lahan pertanian selalu menjadi kendala utama. Kebijakan intensifikasi jelas membutuhkan dukungan infrastruktur dasar seperti waduk, irigasi dan dam. Karenanya, pelebaran ruang fiskal tersebut akan diarahkan untuk pembangunan infrastruktur tersebut.
Dari sisi pembiayaan, selama ini pemerintah telah memberikan dukungan kebijakan alokasi subsidi pertanian yang meliputi subsidi pangan (raskin), pupuk, benih, kredit program serta beberapa mekanisme subsidi tidak langsung lainnya seperti subsidi minyak goreng, kedelai dan pajak. Jika tahun 2006, alokasi subsidi nonenergi berkisar Rp12,8 triliun, maka di tahun 2008 nilai tersebut sudah meningkat menjadi Rp52,3 triliun, kemudian sedikit menurun di tahun 2011 menjadi Rp41,9 triliun serta menjadi Rp42,7 triliun di tahun 2012. APBN-P 2014 sendiri mengalokasikan subsidi nonenergi sebesar Rp52,7 triliun serta Rp69,9 triliun di APBN 2015.
Sayangnya, berbagai dukungan tersebut sepertinya belum mampu mengubah wajah pertanian di Indonesia. Sektor pertanian masih menjadi salah satu sektor inferior dibandingkan sektor industri, pertambangan maupun otomotif. Meskipun masih menampung sekitar 30% beban angkatan kerja, namun sumbangan yang diberikan terhadap PDB terus menurun. Akibatnya, muncul gelombang perpindahan masif angkatan kerja sektor pertanian menuju sektor industri, manufaktur dan beberapa sektor lainnya, khususnya angkatan kerja produktif. Stigma yang muncul kemudian adalah sektor pertanian identik dengan kemiskinan, keterbelakangan, penduduk usia nonproduktif serta status tak elit.
Oleh karena itu, target pemerintah untuk mencapai swasembada pangan beras, kedelai dan jagung di tahun 2017 harus didukung semua elemen bangsa. Sudah terlalu lama sektor pertanian dianak-tirikan di republik ini. Ingat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat selalu menjadi indikator terbaik bagi keberhasilan periode sebuah pemerintahan.
*Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja