Sambutan Presiden Joko Widodo Pada Peluncuran Program Transformasi BPD Seluruh Indonesia, di Istana Negara, Jakarta, 26 Mei 2015

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 26 Mei 2015
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 15.740 Kali

Logo PidatoBismillahirahmanirrahim,

Assalamualaikum wr.wb,

Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua.

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja, para Pimpinan Lembaga Negara, Lembaga Pemerintahan Non-Kementerian, yang saya hormati para anggota DPR-RI, yang saya hormati Ketua OJK, serta para Gubernur, Ketua DPRD Propinsi dan seluruh manajemen BPD seluruh Indonesia, serta para pengurus Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), hadirin undangan yang berbahagia.

Dua minggu yang lalu, saya mengumpulkan seluruh Dirut Direksi BUMN-BUMN yang kita miliki. Ada 143 BUMN. Malam-malam saya jumlahkan, saya hitung-hitung, berapa sih aset BUMN kita. Saya kaget. Ternyata total aset BUMN kita ada Rp 4.500 triliun. Tadi BPD total asetnya Rp 430 triliun. Ini kan sebuah kekuatan yang sangat besar.

Kembali ke BUMN lagi. Kekuatan yang sangat besar, Rp 4.500 triliun. Saya tanya, pernah direvaluasi aset atau belum. 20 tahun belum pernah dilakukan itu. Kalau dilakukan revaluasi aset bisa mencapai 4-5 kali lipat. Bisa Rp 20ribu triliun lebih aset BUMN kita.

Ini sebuah kekuatan besar yang kita lupakan. Saya sampaikan saat itu, BUMN kita perlu membangun kerja sama, lewat apa? Bisa membangun superholding, bisa membangun holdingisasi, bisa juga sebelumnya virtual holding.

Kita lihat satu saja, PT Semen Indonesia. Setelah holding dari Semen Padang, Semen Gresik, Semen Tonasa, gabung jadi satu. Meloncat langsung bisa membangun pabrik di mana-mana. Karena bisa me-leverage asetnya menjadi lebih besar dan bisa ekspansi ke beberapa negara, dan ini akan mulai lagi ke negara-negara yang lain. Ini kekuatan.

Sama juga, kembali ke BPD. Saya sampaikan kepada Pak Muliaman, Ketua OJK, kita harus serius menangani BPD ini mulai dari sekarang. Harus serius. Kita ingin BPD kita besar, ini cita-cita. Kita ingin BPD kita kuat, kita ingin BPD kita juga lincah menangkap peluang. Jangan sampai peluang berseliweran di depan mata di daerah, pembangunan infrastruktur misalnya, tidak bisa diambil peluang itu oleh BPD, karena apa? Permodalannya kurang. Karena infrastruktur yang lewat, yang ada di daerah jumlahnya besar, rupiahnya besar. Sehingga BPD di daerah tidak mampu menangani itu. Itu kalau ditangani sendiri, kan punya teman-teman BPD yang lain.

Ini yang harus mulai dipikirkan. Kalau BPD-BPD mau bersinergi, saya tidak berbicara holdingisasi dulu, mau membangun konsorsium misalnya, bersama-sama, ini kekuatan. Jangan sampai nantinya infrastruktur- infrastruktur besar yang dibangun di daerah yang mengambil bukan BPD. Kalau bank BUMN kita masih saudara juga, tapi kalau yang lain, dan kita hanya menjadi penonton, BPD menjadi penonton. Hati-hati. Karena aset Rp 430 triliun itu bukan sebuah aset yang kecil, aset yang sangat besar.

Kalau bersinergi, saya berikan contoh lagi. Bank BUMN kita, BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bapak/Ibu bisa bayangkan. Membangun ATM sendiri-sendiri, dalam satu atap berjejer sistemnya sendiri-sendiri, kotak ATM-nya sendiri-sendiri. Betapa itu sangat mahal sekali, mahal sekali. Padahal ini satu saudara, satu pemilik, pemiliknya kita.

Saya perintahkan, coba dihitung, sekarang buat ATM satu, kartunya bisa beda-beda tapi sistemnya satu, box-nya satu. Kenapa nggak bisa rukun seperti itu. Coba dihitung. Setelah dihitung di seluruh Indonesia, kalau dibangun hanya dengan satu sistem dan satu box, berapa efisiensinya Bapak/Ibu sekalian? Rp 30 triliun. Rp 30 triliun langsung bisa masuk ke kantong. Hanya gara-gara tadi, tidak rukun.

BPD juga sama, kalau bisa bergabung dalam sebuah sinergi, entah konsolidasi, entah konsorsium, dan saling membantu, ini akan menjadi sebuah kekuatan fantastis di daerah.

Kita ingat nanti sebentar lagi Asian Economic Community (MEA) sudah buka, hati-hati. Kalau kita tidak rukun, bisa menjadi penonton. Tapi kalau rukun, bisa menjadi sebuah kekuatan yang fantastis.

Yang ada dicatatan saya, sekarang ini BPD 26 persen kreditnya untuk yang produktif, 74 persen untuk sektor konsumtif. Ini saya titip, dibalik. Sektor produktifnya yang 74 persen, sektor konsumtifnya yang 26 persen. Harus mulai berani membalik itu, kalau ingin negara kita menjadi lebih baik. Jangan sampai pertumbuhan ekonomi kita tumpukan pada sektor konsumsi. Keliru, ini yang mau kita ubah. Dari mulai atas, nanti sampai ke daerah.

Kemudian, kalau BPD-BPD mau bersinergi, tadi sudah saya sampaikan, ada efisiensi biaya operasional yang sangat besar nantinya. Ada juga, yang ketiga, penguatan struktur permodalan menjadi lebih gampang dicari.

Bicarakan antar BPD. Yang paling penting, ada peningkatan kepercayaan. Ini masalah brand, ini masalah image, ini masalah persepsi, yang akan muncul kalau nanti transformasi BPD ini berhasil. Ini penting. Sekarang ini yang namanya persepsi, citra, dan membangun brand itu sangat penting sekali.

Kemudian juga, tadi sudah saya sampaikan, peluang ekspansi pasar menjadi terbuka lebar. Ini pasti, kalau pembenahan itu dilakukan. Pak Ketua OJK sudah sampaikan kepada saya beberapa kali, segera kita lakukan, ini diperlukan sekali, rakyat menunggu. Dan sebetulnya, BPD ini berada front paling depan. Terutama untuk menggarap sektor riil, paling depan. Kalau jangkauan bank-bank yang lain tidak. BPD ini lebih menguasai daerahnya, karena memang bank pembangunan daerah.

Kemudian daya saing. Peningkatan daya saing akan muncul. Saya titip, memang pemilihan pimpinan-pimpinan di BPD itu harus dilakukan lewat tahapan-tahapan seleksi yang betul-betul baik. Jangan sampai pimpinan BPD sudah bagus, karena Gubernurnya ganti, Dirutnya ikut diganti. Ada ndak seperti itu? Nggak ada yang berani ngomong. Ada, banyak kayak gitu-gitu.

Kalau yang baik jangan dong. Sudah baik, keuntungannya baik, manajemennya baik, performanya baik, eh diganti. Gara-gara Gubernurnya ganti, Ketua DPRD-nya juga setuju. Sampaikan, “jangan, Pak, itu baik menurut kita.” Mestinya begitu. Jangan Ketua DPRD-nya ikut saja.

Saya tidak tahu, apakah jangka panjangnya perlu dibangun superholding, atau holdingisasi untuk BPD. Tetapi menurut saya, internalnya. Transformasi internal ini diperlukan. Sangat diperlukan sekali. Struktur permodalan diperbaiki. Saya kira, gubernur juga tidak usah ragu untuk menyuntikan penyertaan modalnya. Bupati/Walikota juga ikut menyuntikan modalnya tambahan. DPRD juga tidak usah sulit-sulit untuk menyetujui, karena ini jelas arahnya ke mana.

Tapi yang perlu dikawal, perlu diawasi, pembenahan manajemen di internal BPD. Ini perlu betul-betul dilihat, diawasi betul. Jangan sampai nanti dibandingkan dengan bank-bank lain, Non Performing Loan (NPL)-nya tinggi.

Saya tidak tahu rata-rata NPL-nya berapa sekarang BPD? 4 persen. Tapi saya dengar ada yang NPL-nya tinggi sekali ada juga. 4 persen itu juga sudah tinggi. Kalau rata-rata perbankan nasional kita berapa? 2 persen.

Mestinya BPD kalau rata-rata nasional 2 persen ya BPD 1 persen, itu baru. Ya kan mengelola lebih kecil, masa NPL-nya malah lebih besar. Jangkauan permasalahannya, kontrolnya kan lebih mudah. Logika saya seperti itu. Kalau manajemennya benar.

Kemudian bisnis intinya, saya titip bisnis intinya, BPD ini mesti masuk ke sektor-sektor UMKM, usaha mikro, usaha kecil, usaha mikro, usaha kecil. Atau ke atas lagi di usaha yang menengah. Harus masuknya ke arah itu. Ke sektor produktif, ke sektor riil, jangan masuk ke sektor-sektor konsumtif.

Mulai dikurangi, memang paling aman bermain di situ, memang paling aman. Saya juga mengerti, paling aman, mengontrolnya juga enak, mudah, yang dipinjami juga PNS kita, iya ndak? Plus anggota DPRD, hapal kalau saya. Buka-bukaan saja. Nggak papa. Tapi jangan di situ yang lebih besar. Bukan tidak boleh, tapi jangan dibalik-balik. Saya itu setiap hari di lapangan, jadi ngerti-ngerti saja. Ada yang bisik-bisik ya ngerti saja.

Bapak/Ibu hadirin yang berbahagia, sekali lagi, kita memerlukan sebuah pengembangan mindset global. Jangan karena BPD bank pembangunan daerah, mindset-nya hanya lokal. Berbahaya kalau kita masih mempunyai mindset-nya lokal, karena sebentar lagi yang namanya batas negara sudah tidak ada, khususnya sementara ini di ASEAN. Sebentar lagi, tinggal enam bulan.

Kalau kita tidak buka, kita tidak mengembangkan mindset global kita, betul-betul tergilas nanti. Saya tidak takut, masuk ke Asian Economic Community, tetapi kalau tidak siap, ada yang tergilas nanti. Ini pertarungan sistem, pertarungan SDM, pertarungan mindset, kalau tidak kita rubah, kita tidak kembangkan mindset global kita, betul-betul tergilas.

Saya titip, kemarin titip bolak-balik kepada Pak Ketua OJK, ini harus disiapkan, kita harus siapkan BPD-BPD kita. Kita harus berpikir strategis ke depan itu seperti apa, harus dibangun mulai sekarang, direncanakan mulai dari sekarang.

10 tahun yang akan datang BPD akan menjadi apa, 50 tahun ke depan akan menjadi apa, harus disiapkan dari sekarang. Kalau tidak, tahu-tahu bisa tinggal nama. Betul, bukan menakut-nakuti. Tapi betul-betul bisa kejadian seperti itu.

Sama seperti saat Uni-Eropa dulu dibuka, juga sama. Orang tidak memperkirakan ternyata yang tergilas, yang tidak siap betul, hilang tergilas betul. Dan saya tidak mau BPD kita ada yang tergilas. Kita harus siapkan betul.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan dengan mengucap bismillahirahmanirrahim, peluncuran Program Transformasi Bank Pembangunan Daerah (BPD) di seluruh Indonesia saya nyatakan dimulai.

Terima kasih.

Wassalamualaikum wr.wb.

(Humas Setkab)

Transkrip Pidato Terbaru