Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Amerika Serikat dan Indonesia: Sebuah Komparasi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 27 September 2023
Kategori: Opini
Dibaca: 4.862 Kali

Oleh: Zahrotul Addawiyah Iskandar *), Taufik Kurniaputra **), dan Anindita Lintang Pakuningjati ***)

Diskursus pendekatan terbaik dalam penyusunan anggaran sektor publik baik pada level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah seakan tidak pernah mencapai titik kulminasi; perbaikan terus-menerus dan inovasi pada sektor perencanaan kinerja dan anggaran diharapkan—suatu saat nanti—mampu menjawab keterkaitan anggaran dan kinerjanya secara pasti. Oleh karena itu, penting untuk refleksi dengan berkaca pada negara-negara yang berhasil mengaplikasikan pendekatan serupa, salah satunya Amerika Serikat (AS) untuk mengetahui a) faktor pembeda dan implikasinya dalam implementasi penganggaran berbasis kinerja; b) aktor yang berperan dalam manajemen kinerja dan anggaran; dan c) pembelajaran untuk perkembangan sistem penyusunan perencanaan anggaran Indonesia yang lebih baik.

Latar Belakang dan Tantangan
Sebagai pelopor pendekatan anggaran berbasis kinerja, AS mulai menerapkan Government Performance and Result Act pada tahun 1993. Sedangkan, Indonesia mulai menerapkan sistem penganggaran berbasis kinerja setelah reformasi keuangan negara dengan disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Dalam implementasi sistem anggaran berbasis kinerja, AS dan Indonesia sama-sama menghadapi masalah klasik yang serupa, antara lain, 1) misinterpretasi informasi kinerja kementerian/lembaga (K/L) yang berdampak pada capaian pembangunan nasional; dan 2) miskoordinasi serta tumpang tindih persepsi dan kinerja lintas sektor dalam mencapai prioritas nasional. Baik Indonesia maupun AS sama-sama mengeluarkan inisiatif baru untuk menjawab tantangan tersebut dengan diterapkannya Performance Improvement Initiative (PII) pada era kepemimpinan Presiden George W Bush pada tahun 2002; dan Redesain Sistem Perencanaan dan Penganggaran (RSPP) di Indonesia, yang telah diimplementasikan sejak awal tahun 2021.

Namun demikian, dalam rangka perubahan atas peta jalan reformasi birokrasi nasional tahun 2020—2024, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyampaikan bahwa hingga saat ini—bahkan setelah penerapan RSPP—hasil penilaian evaluasi akuntabilitas kinerja dipandang belum sesuai dengan realitas capaian pembangunan di lapangan. Lebih jauh lagi, terbukanya ruang kolaborasi dan fleksibilitas melalui RSPP di Indonesia ternyata juga memberikan tantangan baru dalam perspektif akuntabilitas kinerja. Ruang kolaborasi yang dibuka melalui RSPP membuat persoalan klaim pengukuran kinerja dan kontribusi pada program yang bersifat lintas (baik lintas unit kerja maupun K/L) menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, mekanisme monitoring juga perlu dibuat berkala dan lebih ketat guna memastikan keluaran program benar-benar telah mencapai tujuan dan dinikmati masyarakat (Madjid, 2020).

Di sisi lain, Berdasarkan laporan Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD (Blazey and Nicol, 2018), AS berhasil mencapai sasaran pembangunan  juga menjadi benchmark negara lain dalam pencapaian sasaran pembangunan nasional yang memiliki kompleksitas permasalahan lintas sektor yang tinggi dengan menerapkan PII. PII memastikan capaian prioritas nasional lintas sektor dengan menerapkan, salah satunya, penilaian kinerja menggunakan Program Assesment Rating Tool (PART).  Analisis pembangunan lintas sektor melalui PART membuka ruang komunikasi para pemangku kebijakan untuk menyamakan persepsi mengenai nomenklatur tujuan, sasaran beserta indikator dan targetnya sehingga menciptakan harmoni dalam pencapaian prioritas nasional lintas sektor.

Sistem Perencanaan dan Penganggaran: Kelembagaan, Pola Interaksi dan Siklus
Sistem manajemen kinerja dan anggaran di AS ditangani oleh beberapa lembaga, baik eksekutif maupun legislatif (Office of Management and Budget, 2018). Pertama, Office of Management and Budget (OMB) yang bertanggung jawab dalam menyiapkan perencanaan program dan anggaran Presiden (President’s Budget) serta seluruh jajaran agencies. OMB bertugas untuk a) mengevaluasi efektivitas program, kebijakan, dan prosedur; b) memastikan kebutuhan anggaran seluruh agencies; c) menentukan program prioritas nasional; serta d) memastikan seluruh usulan program, kegiatan, dan  regulasi  mendukung pencapaian visi Presiden. Kedua, Department of Treasury (DoT) bertugas untuk mengelola keuangan negara dengan mengumpulkan data laporan keuangan yang digunakan oleh sektor publik dan privat untuk memantau status keuangan negara, untuk kemudian merumuskan kebijakan fiskal dan moneter.  Ketiga, Congressional Budget Office (CBO) bertanggung jawab untuk menyiapkan hasil analisis mengenai kondisi ekonomi terkini sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Kongres. Selain itu, CBO juga menyiapkan perencanaan anggaran Kongres. Keempat, Government Accountability Office (GAO) merupakan lembaga legislatif yang membantu Kongres sebagai investigator akuntabilitas kinerja pemerintah federal AS. GAO memastikan kesesuaian pelaksanaan keuangan negara, mengevaluasi program dan kegiatan pemerintah, serta memproduksi alternatif kebijakan untuk Kongres dalam mengawasi kinerja pemerintah.

Di sisi lain, setidaknya ada empat aktor utama yang terlibat dalam perencanaan kinerja dan anggaran pada level pemerintahan pusat di Indonesia yaitu Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian PANRB, dan Bagian Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain itu, terdapat dua aktor yang kinerjanya beririsan dalam evaluasi kinerja dan pengelolaan anggaran yaitu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga negara yang bebas dan mandiri. Semua lembaga tersebut bersinergi dalam penyelenggaraan sistem perencanaan pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui beberapa fase berbeda.

Secara umum, proses perencanaan program dan anggaran di AS dan Indonesia memiliki fase yang mirip, yaitu formulasi, kongres, dan eksekusi. Pada fase formulasi, OMB mengeluarkan petunjuk teknis perencanaan program dan anggaran pada seluruh agencies untuk menyiapkan usulan program beserta kebutuhan pendanaannya. Selanjutnya, Presiden mengakhiri fase ini dengan mengirimkan usulan President’s Budget ke Kongres pada Senin minggu pertama bulan Februari. Sedangkan di Indonesia, pada fase ini seluruh K/L melakukan pemutakhiran prakiraan maju sebagai proyeksi indikasi kebutuhan dana yang diperlukan hingga akhirnya pagu indikatif dibagikan ke K/L dan rancangan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Indonesia ditetapkan. Fase ini juga turut melibatkan BPKP selaku badan eksekutif yang melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara dan pembangunan nasional.

Selanjutnya pada fase kongres, usulan President’s Budget berdasarkan proyeksi dan asumsi ekonomi—yang diformulasi oleh CBO direviu oleh Kongres, sementara di Indonesia proses reviu rancangan RKP (dengan kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan fiskal dibuat oleh Kemenkeu dan Bappenas) dibahas bersama dengan Badan Anggaran DPR untuk kemudian ditetapkan dalam siklus pagu anggaran dan pagu alokasi anggaran. Baik parlemen di AS maupun Indonesia terlibat secara aktif dengan memberikan bahan pertimbangan utamanya dari sisi pertimbangan ekonomi dan evaluasi atas program dan kinerja pemerintah.

Perbandingan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Amerika Serikat dan Indonesia

No Uraian Amerika Serikat Indonesia
1 Sistem perencanaan dan penganggaran a. Balanced budgeting
b.
Performance based budgeting
a. Zero based budgeting
b.
Performance based budgeting
2 Kelembagaan a. Office of Management and Budget;
b. Department of Treasury;
c. Congressional Budget Office;
d. Government Accountability Office.
a. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas;
b. Kementerian Keuangan;
c. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
d. Badan Anggaran DPR RI;
e. Badan Pemeriksa Keuangan;
f. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
3 Masa berlaku rencana kerja 5 tahunan (dimulai 1 Oktober) 1 tahunan (dimulai 1 Januari)
4 Fase anggaran Formulasi, kongres, dan eksekusi Pagu indikatif, pagu anggaran, dan pagu alokasi anggaran

Fase terakhir adalah eksekusi, yaitu tahun pelaksanaan yang diselenggarakan cukup berbeda antara Indonesia dan AS. Indonesia menganut metode penganggaran tak bersisa (zero based budgeting) dengan masa berlaku satu tahun, yaitu penganggaran berbasis nol pada awal setiap periode anggaran, sehingga seluruh alokasi yang disusun berdasarkan visi dan juga rencana program pada periode berjalan. Hal ini juga menjelaskan prakiraan maju yang perlu dimutakhirkan setiap tahunnya pada kerangka pendanaan dan pendapatan jangka menengah. Sementara itu, AS menganut sistem anggaran berimbang (balanced budgeting) dengan masa berlaku rencana kerja lima tahunan. Metode yang digunakan dalam perhitungan total biaya pembangunan adalah pendapatan negara yang dihasilkan dari sisa anggaran per tahun yang bisa bergulir ke tahun berikutnya sampai dengan masa anggaran selesai.

Selama tahun pelaksanaan, baik Indonesia maupun AS melaksanakan fungsi pengawasan melalui badan khusus. Indonesia memiliki BPK, sebagai lembaga independen, yang melakukan evaluasi dalam bentuk pemeriksaan penggunaan/pengelolaan anggaran dan menyerahkan hasil pemeriksaan kepada DPR. Sementara itu, AS melaksanakan audit kinerja melalui GAO, hasil audit tersebut disampaikan ke OMB untuk ditindaklanjuti. Selain itu, dalam kurun waktu pelaksanaan anggaran, BPKP juga berfungsi untuk memberikan asistensi dan konsultasi mengenai keuangan negara dan akuntabilitas kinerja aparatur.

Sesuai dengan prinsip anggaran berbasis kinerja, selain perencanaan anggaran, OMB juga bertanggung jawab untuk perencanaan kinerja hingga ke level individu sehingga kontribusi setiap individu dalam pencapaian output dapat terlihat termasuk keterkaitan dengan pendanaannya. Sementara itu, perencanaan kinerja hingga ke level individu di Indonesia ditangani oleh Kementerian PANRB—lembaga eksekutif terpisah dari Kemenkeu dan Bappenas. Setiap tahunnya, Kementerian PANRB melakukan evaluasi kinerja setiap K/L dan memberikan rekomendasi area of improvement yang di AS fungsi ini dijalankan oleh GAO.

Lesson Learned
Berkaca pada perbandingan kondisi AS dan Indonesia dalam kacamata perencanaan pembangunan nasional, dapat dilihat adanya persamaan dan perbedaan pada kedua negara. Dari sisi kelembagaan, aktor yang terlibat pada proses perencanaan pembangunan di Indonesia lebih banyak dari segi kuantitas. Selain itu, proses yang dilalui Indonesia tampak lebih kompleks. Kondisi ini bisa jadi adalah kondisi yang dibutuhkan Indonesia mengingat kompleksitas dinamika yang dihadapi Indonesia—kondisi dibutuhkannya banyak aktor untuk pengawasan. Namun demikian, efisiensi kelembagaan yang terdapat di AS dapat menjadi contoh yang baik dalam proses perencanaan pembangunan nasional. Efisiensi aktor dengan pembagian tugas dan fungsi yang efektif membuat birokrasi menjadi lebih ringkas. Selain itu, salah satu poin penting dalam perbandingan proses perencanaan di kedua negara ini ialah kedudukan lembaga investigator atau lembaga yang bertugas mengawasi kinerja dan pengelolaan anggaran. Kedua negara memiliki lembaga tersebut, namun kedudukan BPK di Indonesia patut mendapat apresiasi lebih. Adanya sebuah lembaga yang independen seperti BPK—yang tidak berada di posisi condong pada satu sisi pemerintahan, merupakan hal positif dalam perencanaan pembangunan. Kedudukan BPK sebagai lembaga yang mandiri memberikan keleluasaan pengawasan yang diharapkan dapat menambah nilai akuntabilitas atas kinerja dan keuangan negara.

Perbedaan signifikan terlihat pada penerapan prinsip efisensi pada sistem perencanaan dan penganggaran di AS yang mampu menggulirkan sisa anggaran pada tahun berjalan ke tahun rencana berikutnya, sedangkan dengan prinsip zero based budgeting yang Indonesia jalankan “mengharuskan” K/L untuk realisasi anggaran sebesar-besarnya sehingga sisa anggaran menjadi nihil untuk memulai tahun rencana baru. Hal tersebut menunjukan tingkat kematangan fiskal AS yang mungkin dapat dipelajari di kemudian hari.

Tantangan yang dihadapi Indonesia hari ini—yaitu misinterpretasi K/L terhadap outcome statement membuat implementasi performance based budgeting tidak efektif untuk menggambarkan capaian nasional—juga pernah dialami oleh AS. Namun, dengan penerapan prinsip kaizen (continuous improvement), dan berkaca dari keberhasilan AS yang terus berinovasi dalam perbaikan sistem dan prosedur perencanaan dan penganggaran—seperti yang juga dilakukan Indonesia, kami yakin bahwa indonesia sudah berada pada jalur yang tepat, dan bahwa ini adalah proses yang harus dihadapi Indonesia untuk menuju performance based budgeting yang lebih baik.

Daftar Pustaka
Blazey, A. and Nicol, S. (2018). OECD Best Practices for Performance Budgeting. OECD, pp.1–43.
Madjid, N. (2020). Redesain Sistem Perencanaan dan Penganggaran: Tantangan Mewujudkan Perencanaan dan Penganggaran yang Efektif dan Efisien. Simposium Keuangan Negara, pp.1075–1115.
Office of Management and Budget (2018). SECTION 10-OVERVIEW OF THE BUDGET PROCESS. [online] Available at: https://www.whitehouse.gov/wp-content/uploads/2018/06/s10.pdf.
Shea, R. (2008). Performance Budgeting in the United States. OECD Journal on Budgeting, 8(1), pp.1–13.

—-

*) Kepala Subbagian Program dan Anggaran II, Biro Perencanaan dan Keuangan, Sekretariat Kabinet
**) Analis Keuangan, Subbagian Program dan Anggaran II, Biro Perencanaan dan Keuangan, Sekretariat Kabinet
***) Analis Data dan Informasi, Subbagian Program dan Anggaran II, Biro Perencanaan dan Keuangan, Sekretariat Kabinet

Opini Terbaru