Kontrak Kerja Sama Usaha Hulu Migas Di Aceh Berjangka Waktu 30 Tahun, Dan Bisa Diperpanjang

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 8 Juni 2015
Kategori: Berita
Dibaca: 25.739 Kali

BaiturrahimPeraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 5 Mei 2015, juga mengatur mengenai kontrak kerjasama pengalolaan kegiatan usaha hulu yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh.

Menurut PP ini, kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan pada suatu Wilayah Kerja yang direncanakan dan disiapkan oleh Menteri, yang berada di darat dan laut wilayah kewenangan Aceh. Kegiatan ini akan ditawarkan kepada Kontraktor setelah mendapatkan persetujuan rekomendasi Gubernur.

“Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat persyaratan: a. Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; b. Pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA); b. Pengendalian manajemen operasi berada pada BPMA; dan c. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh Kontraktor,” bunyi Pasal 37 PP tersebut.

Untuk mendapatkan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud, Kontraktor harus mengikuti lelang yang dilaksanakan oleh Menteri bersama Guberntur melalui pengumuman di media cetak, media elektronik, dan media lainnya; dan promosi Wilayah Kerja. Dalam pelaksanaan lelang ini, Menteri bersama Gubernur membentuk Tim Penawaran Wilayah Kerja, yang anggotanya terdiri atas unsur Pemerintah, Pemerintah Aceh, BPMA, dan Perguruan Tinggi.

Tim Penawaran Wilayah Kerja akan menyusun konsep Kontrak Kerja Sama pada setiap Wilayah Kerja Sama yang akan ditawarkan kepada Kontraktor, dimana dalam konsep tersebut paling sedikit memuat ketentuan di antaranya: a. Penerimaan negara; b. Wilayah kerja dan pengembaliannya; c. Kewajiban pengeluaran dana; d. Perpindahan kepemilikan hasik produksi atas Minyak dan Gas Bumi; e. Jangka waktu kondisi perpanjangan kontrak; f. Kewajiban pemasokan Minyak dan Gas Bumi dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri; g. Berakhirnya kontrak; h. Kewajiban paska ekplorasi dan ekploitasi; dan i. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

“Dalam melaksanakan penandatangan Kontrak Kerja sama sebagaimana dimaksud, BPMA bertindak sebagai pihak yang berkontrak dengan Kontrak,” bunyi Pasal 44 Ayat (2) PP tersebut. Sementara di ayat berikutnya disebutkan, penandatangan Kontrak Kerja Sama dengan Kontraktor dilaksanakan setelah disepakati oleh Gubernur dan mendapat persetujuan Menteri atas nama Pemerintah.

Menurut Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 ini, Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud mempunyai jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun, yang meliputi jangka waktu Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi.

“Jangka waktu eksplorasi adalah 6 (enam) tahun dan atas permintaan Kontraktor dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) kali paling lama 4 (empat) tahun,” bunyi Pasal 45 Ayat (2) PP tersebut.

Disebutkan juga dalam PP ini, adapabila dalam jangka waktu Eksplorasi, Kontraktor tidak menemukan cadangan Minyak dan Bumi dan/atau Gas Bumi yang dapat diproduksikan secara komersial maka Kontraktor wajib mengembalikan seluruh Wilayah kerjanya.

“Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun untuk setiap kali perpanjangan,” bunyi Pasal 46 Ayat (1) PP No. 23 Tahun 2015 itu.

Selain itu, dalam PP ini juga diatur, sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diprodksikan dari suatu Wilayah Kerja, Kontraktor wajib menawarkan hak dan kewajiban atau participating interest paling sedikir 10% (sepuluh persen) kepada Badan Usaha Milik Aceh. Selanjutnya, Badan Usaha Milik Daerah diberi waktu 90 (sembilan puluh) hari untuk menyampaikan kesanggupan untuk mengambil participating interest itu.

“Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah tidak memberikan pernyataan kesanggupan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud, Kontraktor wajib menawarkan kepada perusahaan nasional. Dalam hak perusahaan nasional tidak memberikan pernyataan minat dan kesanggupan dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal penawaran Kontraktor, maka penawaran dinyatakan tertutup,” bunyi Pasal 52 Ayat (3) PP tersebut.

Mengenai penjualan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi dari pengelolaan bersama itu, menurut PP ini, akan ditunjuk oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi Kepala BPMA dan memperoleh persetujuan Gubernur.

Penunjukan Kontraktor sebagai penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi dari pengelolaan bersama itu, ditindaklanjuti dengan perjanjian antara BPMA dengan penjual Minyak bumi dan/atau Gas Bumi.

Ditegaskan dalam Pasal 67 PP ini, Kontraktor bertanggung jawab untuk ikut serta memenuhi kebutuhan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk keperluan dalam negeri dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun penerimaan negara yang berupa pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Kontraktor yang melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu,  menurut PP ini, adalah untuk Pemerintah sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan untuk Pemerintah Aceh sebesar 30% (tiga puluh persen).

Sementara bonus tanda tangan yang diterima oleh Pemerintah akibat penandatanganan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) wajib dibagikan kepada Pemerintah Aceh dengan persentase 50% (lima puluh persen) dan Pemerintah sebesar 50% (lima puluh persen). Sedangkan bonus produksi wajib dibagihasilkan kepada Pemerintah Aceh sebesar 50% (lima puluh persen), dan Pemerintah sebesar 50% (lima puluh persen).

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 94 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 5 Mei 2015 itu. (Pusdatin/ES)

Berita Terbaru