Digaji Rakyat, Presiden Jokowi Minta Perwira TNI-Polri Dengarkan Suara Rakyat
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para calon perwira TNI dan Polri yang akan menjadi pemimpin bangsa untuk mendekatkan diri dengan rakyat, karena mereka lahir dari rakyat, dan juga digaji oleh rakyat.
Dengarkan suara dan aspirasi rakyat. Utamakan dialog. Utamakan dialog, utamakan musyawarah. Saya ulangi. Utamakan dialog, utamakan musyawarah, kata Presiden Jokowi saat memberikan pembekalan pada Calon Perwira Remaja TNI – Polri Tahun 2015, di Akademi Kepolisian, Semarang, Jateng, Rabu (29/7) malam.
Presiden mengingatkan, bahwa musyawarah adalah budaya kita. Karena itu, piñta Presiden, kalau bisa dimusyawarahkan, musyawarahkan. Kalau bisa didialogkan, dialogkan. Jangan langsung dihantam dengan kekuatan yang kita punyai, padahal itu rakyat kita sendiri. Yang menggaji kita, tutur Presiden seraya menekankan para perwira remaja TNI-Polri untuk bekerja dengan rakyat.
Kepala Negara juga meminta para perwira remaja TNI Polri harus berani tegas dalam menghadapi ancaman terhadap kepentingan nasional. Jangan ragu ragu, jangan ada kompromi.
Saya kira sudah beberapa kali saya sampaikan masalah yang berkaitan dengan masalah mafia migas, mafia illegal fishing, mafia impor pangan. Yang itu semuanya sangat menyengsarakan rakyat kita, tutur Kepala Negara.
Adapun terkait dengan hubungan antar TNI-Polri, antar matra, Presiden Jokowi mengingatkan bahwa kita akan kuat menghadapi ancaman dan tantangan kalau kita bersatu. Karena itu, Presiden meminta agar menjauhkan rasa curiga, mencurigai. Hindari penerapan jiwa korsa yang sempit.
Saya tidak ingin lagi mendengar adanya gesekan apalagi sampai bentrokan antar angkatan ataupun antar TNI-Polri, antar matra. Sekali lagi jangan lagi ada itu. Bangun soliditas TNI-Polri karena adik-adikku semuanya,kalian semuanya harus menjadi contoh, kata Jokowi.
Tantangan Bangsa
Sebelumnya pada awal pembekalan, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa tuga utama para perwira TNI-Polri adalah harus melindungi kedaulatan teritorial kita. Melindungi kedaulatan teritorial kita yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau We sampai pulau Rote. Kita harus menjaga baik sisi lautnya, sisi daratnya, maupun sisi udaranya, ujarnya.
Presiden member contoh masih maraknya illegal fishing, pencurian ikan yang merugikan negara setahun sampai Rp 300 triliu. Artinya apa? Kita belum melindungi kedaulatan teritorial kita. Dan saya kira mulai Oktober tahun kemarin sudah dilaksanakan operasi dan sampai sekarang hasilnya sangat baik. Artinya lagi, nelayan nelayan kita, rakyat kita bisa memperoleh ikan lebih banyak. Ya itulah sebenarnya tujuan utamanya. Kenapa teritorial kita harus dilindungi, tuturnya.
Kemudian, lanjut Presiden, para perwira TNI-Polri juga harus menjaga seluruh kekayaan alam. Seluruh kekayaan alam yang terkandung dalam bumi pertiwi Indonesia. Karena itu, yang namanya illegal mining. Yang namanya illegal loging itu menjadi tanggungjawab mereka semuanya.
Setahun kita kehilangan Rp 300 triliiun. yang illegal mining, informasi yang saya terima Rp 155 triliiun tetapi saya nggak percaya. Pasti lebih dari ini. Masak terus kita biarkan. Kalau saya tidak. Hal-hal seperti itu harus dihentikan demi kemakmuran rakyat, papar Presiden.
Kepala Negara juga meminta para perwira remaja TNI-Polri harus melindungi dan memberi rasa aman. Melindungi dan memberikan rasa aman kepada segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Artinya apa? Kata Presiden, kalau ada human trafficking, ada perdagangan manusia, maupun tindakan kejahatan yang semakin canggih seperti sekarang, Cyber crime itu juga harus dihentikan.
Jangan ada perdagangan manusia yang lalu lalang di depan mata kita, kita diam. Semua yang hadir disini harus punya sense menghadapi masalah-masalah yang tadi saya sampaikan, tegas Presiden Jokowi seraya menyebutkan, itu adalah memberi dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumlah darah Indonesia dan juga memberi rasa aman
Tampak hadir dalam acara tersebut antar lain Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, para Kepala Staf TNI, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan beberapa menteri Kabinet Kerja. (DKP/AGG/ES)