Sambutan Presiden Joko Widodo Pada Kongres III Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 7 Agustus 2015
Assalamualaikum Wr. Wb.
Selamat sore, salam sejahtera bagi kita semuanya
Om swastiastu, name budaya.
Yang saya hormati, Presiden Republik Indonesia V Ibu Hj. Megawati Sukarno Putri,
Yang saya hormati, para pimpinan lembaga negara, para Menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati, Ketua Umum Kongres Pusat Persatuan Alumni GMNI beserta seluruh jajaran pengurus,
Yang saya hormati, seluruh gubernur yang hadir khususnya tuan rumah, Wakil Gubernur DKI Jakarta,
Para peseta kongres, rekan-rekan Alumni GMNI yang saya hormati.
Sebelumnya, marilah kita memekikkan salam perjuangan bangsa kita, merdeka..merdeka..merdeka… Waktu kemarin saya mau ke Muktamar NU, ada yang membisiki saya. Pak Presiden, nanti kalau ke NU pakai sarung saja. Saya siapkan sarung, saya ke sana pakai sarung. Keluar dari mobil, saya kaget. Ternyata sesepuh kyai-kyai di sana malah pakai jas dan dasi. Saya tanya pada Kyai, “Kyai, kenapa Kyai memakai jas dan komplit, jas dan dasi?” Disampaikan ke saya, “Pak, kami ingin menghormati Bapak Presiden.” Saya sampaikan juga ke Kyai, “Pak Kyai, saya pakai sarung, saya juga ingin menghormati para kyai.” Jadi gak sambung.
Saya sangat gembira dan bangga pada sore hari ini bisa hadir di Kongres III Persatuan Alumni GMNI dan memasuki ruangan ini saya seperti hadir di rumah sendiri, rumah kaum marhaenis, rumah kaum pejuang pemikir, pemikir pejuang, dan saya menyambut baik tema yang dipilih yaitu Jalan Trisakti Menuju Tatanan Masyarakat Pancasila. Tema ini meyakinkan kita semuanya bahwa jalan yang harus kita tempuh adalah jalan perubahan menuju tatanan masyarakat Pancasila. Jalan perubahan untuk menuju masyarakat Indonesia yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian. Jalan perubahan adalah jalan ideologis, jalan ideologis yang bersumber pada Pancasila dan Trisakti.
Saya berkeyakinan bahwa bangsa ini akan mampu bertahan dalam deraan gelombang sejarah apabila dipandu oleh ideologi dan memimpin sebuah bangsa harus juga dengan ideologi. Tanpa itu, jangan berharap negara akan menjadi sebuah negara yang besar. Ideologi sebagai penuntun, ideologi sebagai penggerak, ideologi sebagai pemersatu, ideologi sebagai perjuangan, ideologi sebagai panduan sebagai bintang pengarah.
Dalam forum ini, saya ingin mengajak kita semuanya untuk mengingat kembali pidato tertulis Bung Karno, Bapak Bangsa, Bapak Proklamatir Kemerdekaan, ketika membuka Konferensi Besar GMNI di Kaliurang, Yogyakarta, 17 Februari 1959. Dalam pidatonya, Bung Karno menyampaikan bahwa marhaenis adalah setiap pejuang, setiap patriot bangsa yang mengorganisasi berjuta-juta kaum marhaen, yang bersama-sama dengan tenaga rakyat marhaen hendak menumbangkan sistem yang menindas, yang tidak berperikemanusiaan dan berperikeadilan, yang bersama-sama dengan rakyat marhaen membanting tulang untuk membangun negara, membangun masyarakat yang kuat, yang bahagia, sentosa, adil, dan makmur.
Apa yang disampaikan Bung Karno adalah piagam sekaligus amanat untuk kita semuanya, untuk tidak melupakan rakyat, untuk tidak melupakan kaum marhaen, untuk tidak melupakan rakyat yang melarat atau rakyat yang dimelaratkan. Kita tidak boleh meninggalkan rakyat para pembantu rumah tangga, pedagang kecil, pedagang kaki lima, buruh, petani, guru hingga tukang cuci, dan rakyat-rakyat kita yang ada di perbatasan dan pulau-pulau terluar. Kita tidak boleh berjarak dengan rakyat dan menjadi steril dari rakyat. Sekali lagi, tidak berjarak, tidak boleh berjarak dengan rakyat.
Ibu Megawati, hadirin sekalian yang berbahagia
Jalan untuk menunjukkan cita-cita sebagai bangsa yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian bukanlah jalan yang mudah untuk menempuh jalan perubahan memang jalan yang berliku dan mendaki, banyak tantangan-tantangan baru yang harus kita hadapi. Kita harus melindungi teritorial kedaulatan kita yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Weh sampai Pulau Rote. Kita harus menjaga laut kita dari tindakan pencurian ikan.
Sebagai informasi, waktu kita masuk, saya diberi informasi dari Menteri KKP bahwa sehari ada 7000 kapal ilegal yang mencuri ikan di perairan kita. Saya bertanya, “Kehilangan berapa kita setahun?”
Disampaikan oleh Menteri, kehilangan 300 triliun per tahun hanya gara-gara ikan. Belum yang berkaitan dengan pertambangan ilegal, pencurian kayu, illegal logging, betul-betuk sebuah angka yang sangat besar. Hanya masalah ikan saja 300 triliun kita hilang, bayangkan kalau kita bagi kepada rakyat kita.
Kita harus menjaga seluruh kekayaan alam yang ada di bumi pertiwi dari tindakan pertambangan ilegal, dari tindakan illegal logging. Kita harus melindungi dan memberi rasa aman pada segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, dari tindakan perdagangan manusia dan kejahatan kemanusiaan lainnya. Kita harus menghadapi tantangan sebagai masyarakat majemuk sehingga perbedaaan sering kali dijadikan alasan untuk menunculkan konflik horisontal ataupun tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama, mengatasnamakan ras, mengatasnamakan golongan.
Kita sedang menghadapi bahaya narkoba yang mengancam generasi kita. Jumlah pengguna narkoba di Indonesia juga meningkat dari waktu ke waktu, dan jumlah kematian akibat penyalahgunaan narkoba juga sudah sangat mengkhawatirkan.
Kita juga menghadapi tantangan kemiskinan, tantangan keterbelakangan, tantangan ketimpangan. Belum semua saudara-saudara kita bisa memiliki listrik, masih banyak saudara-saudara kita di kawasan perbatasan, di pulau-pulau terluar belum mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan yang memadai.
Terlalu semangat seperti Pakde Karwo tadi. Hanya Pakde Karwo batuknya gak bisa berhenti, saya bisa berhenti. Sehingga Pakde Karwo perlu minum, saya tidak perlu minum (hadirin tertawa). Sudah saya sampaikan, saya tidak perlu minum tapi karena diberi Gubernur, saya terima. Terima kasih, Pak Gub. Di panggung ini tadi ada dua acara minum-meminum.
Namun, saya yakin semua tantangan -tantangan kebangsaan itu bisa kuta hadapi jika kita bersatu. Kita harus terus menyalakan obor persatuan Indonesia, kita harus semakita kuat menghadapai tantangan-tantangan kebangsaan kalau kita semuanya bersatu. Kita harus berani tegas dalam menghadapi ancaman terhadap kepentingan nasional, kita harua bersikap tegas tanpa kompromi dalam menghadapi para mafia yang merugikan kepentingan nasional, mulai dari mafia migas, mafia impor pangan, mafia illegal fishing, illegal mining, semuanya. Kita harus nyalakan obor optimisme sebagai bekal untuk menghadapi tangangan-tantangan kebangsaan yang semakin berat dan semakin berliku. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu meridhoi kita semuanya.
Akhirnya dengan mengucap bismillahirahmairohim, Kongres III Persatuan Alumni Gerakan Mahasiwa Nasional Indonesia (GMNI) saya nyatakan resmi dibuka. Merdeka..merdeka..merdeka…
Wassalamualaikum wr. wb
Om shanti shanti om.
(Humas Setkab)