Presiden Jokowi Putuskan Serahkan Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Ke BUMN
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan bahwa proyek pembangunan kereta cepat atau high speed train (HST) yang menghubungkan kota Jakarta-Bandung, tidak menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), namun diserahkan ke badan usaha milik negara (BUMN).
“Kereta cepat tidak gunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk business to business (B to B). Pesan yang saya sampaikan kereta itu dihitung lagi,” kata Presiden Jokowi saat mengunjungi warga di Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Kamis (3/9).
Diakui Presiden Jokowi, pengembangan kereta di Indonesia memang sangat dibutuhkan, namun pemerintah tidak ingin pengembangan itu membebani anggaran, sehingga ia memilih pendekatan bisnis ke bisnis (business to business/B toB).
“Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Jadi, sudah saya putuskan bahwa kereta cepat itu tidak gunakan APBN. Tidak ada penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, saya serahkan kepada BUMN untuk melakukan yang namanya B to B, bisnis,” tegas Jokowi.
Tidak disebutkan oleh Presiden Jokowi siapa yang akan menjadi mitra BUMN sebagai investor pembangunan kereta cepat. Namun, Presiden menambahkan, pembangunan jalur kereta yang menggunakan APBN akan dilakukan di Kalimantan, Papua dan Sulawesi.
Tolak RRT Dan Jepang
Secara terpisah Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan memastikan pemerintah tidak menerima proposal Jepang dan Tiongkok (RRT) terkait pembangunan kereta cepat karena proyek tersebut akan lebih baik bersifat business to business (B to B).
“Intinya proyek ini (kereta cepat Jakarta-Bandung) menjadi B to B tidak memakai APBN,” kata Jonan di Jakarta, Rabu (3/9) malam.
Menurut Menhub, salah satu hal yang menyebabkan pembangunan kereta cepat diputuskan bukan merupakan proyek pemerintah karena usulan skema pembiayaan atau penjaminan yang menggunakan APBN.
Dengan adanya keputusan tersebut, lanjut Menhub, pemerintah tidak lagi terlibat langsung dalam pembangunan kereta cepat dan hanya bersikap sebagai regulator, apabila ada swasta yang ingin membangun proyek itu.
“Sekarang pemerintah tidak ikut-ikutan dan hanya sebagai regulator. Jadi kalau ada yang mau membuat kereta cepat atau setengah cepat diserahkan ke swasta. Kalau BUMN ditawarkan, itu diklarifikasikan sebagai badan usaha,” tegas Jonan.
Ia menyebutkan, pemerintah Jepang dan Tiongkok bisa terlibat lagi dalam proyek kereta cepat, namun hal tersebut bukan lagi menjadi keputusan pemerintah, tapi investor swasta atau BUMN tanpa menggunakan APBN.
“Kalau B to B diserahkan ke BUMN atau swasta. Jadi kalau mau melanjutkan silahkan membuat bisnis sendiri, mau Jepang atau Tiongkok,” kata Menhub.
Menurut Menhub, pemerintah akan lebih baik fokus membangun jalur kereta di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, dengan menggunakan APBN, dibandingkan membangun kereta cepat yang bukan menjadi prioritas saat ini.
Sebelumnya, pemerintah menerima proposal proyek kereta cepat Indonesia yang diwacanakan sekelas “Shinkansen” dengan kecepatan 300 kilometer per jam dari Jepang dan Tiongkok untuk melayani rute Jakarta-Bandung.
Untuk rute Jakarta-Bandung, kereta cepat diperkirakan mampu memangkas waktu tempuh perjalanan dua hingga tiga jam, menjadi sekitar 37 menit. Dalam dokumen studi kelayakan Jepang, juga terdapat wacana rute kereta cepat ini akan melayani konektivitas ke Cirebon bahkan hingga Surabaya.
(*/ANT/ES)