12 LUKISAN ISTANA KEPRESIDENAN PILIHAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Perjalanan sejarah seni rupa modern Indonesia sangat terkait erat dengan koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia yang dikumpulkan oleh para Presiden RI, yang dimulai oleh Ir. Soekarno yang dikenal dengan sebutan Bung Karno. Bahwa sebagian besar koleksi yang bermutu milik Istana Kepresidenan merupakan warisan Bung Karno, harus kita akui. Namun demikian, para presiden setelahnya turut juga menyumbang cindera mata yang diperoleh dari luar negeri yang semakin menambah jumlah koleksi lukisan Istana.
Dalam kesempatan ini penulis akan memperkenalkan lukisan pilihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden SBY adalah seorang penikmat seni yang lebih menyukai lukisan cerah, memberikan rasa damai, tenang, indah, jauh dari tema-tema pertikaian, warna-warna yang gelap dan menyeramkan. Bagaimana dengan Presiden Soeharto, BJ Habibie, Megawati Soekarno Putri, Abdurrahman Wahid yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur?
Pak Harto, meskipun tidak memahami seni beliau sangat menghargai seni. Hal ini dibuktikan dengan letak benda-benda seni di Ruang Kerja Presiden di Istana Merdeka yang merupakan koleksi peninggalan Bung Karno dipertahankan berada ditempat semula (tidak pernah diubah). Berbeda dengan Pak Harto, Presiden Habibie tidak menyukai patung-patung dan lukisan nude menghiasi Istana Merdeka. Oleh karena itu pada masa kepemimpinan beliau lukisan yang berbau nudis tersebut dipindahkan ke Istana Bogor. Salah satu lukisan yang masuk kriteria ini adalah lukisan Jaka Tarub karya Basoeki Abdullah.
Pada saat Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memerintah dan berkediaman resmi di Istana Merdeka, pemindahan patung-patung dan lukisan nude keluar Istana Kepresidenan Jakarta semakin banyak dilakukan. Setelah Megawati Soekarnoputri menjadi presiden, koleksi patung dan lukisan nude kembali lagi ke Istana Jakarta dan didisplay seperti ketika zaman ayahnya (BK) menjadi presiden. Selain mengembalikan posisi lukisan dan patung-patung, Megawati melakukan pembenahan Museum di Istana Kepresidenan Jakarta, melakukan restorasi lukisan, dan menerbitkan buku Istana-istana Kepresidenan yang diberi judul Rumah Bangsa. Buku kumpulan koleksi benda seni istana belum sempat diterbitkan karena pada saat itu Megawati keburu turun.
Pada saat pemerintahan SBY dengan pertimbangan agar benda koleksi istana dapat dinikmati oleh masyarakat luas, maka koleksi istana dipindahkan ke Istana Yogyakarta dan ditempatkan di gedung Seni-Sono. Pada saat itu koleksi yang dipindahkan berjumlah 8470, yang terdiri dari lukisan, patung, keramik, tekstil, wayang, kerang dan koleksi seni kriya.
Alasan mengapa koleksi tersebut dipindahkan ke Istana Kepresidenan Yogyakarta dan tidak langsung didistribusikan ke masing-masing Istana (Istana Bogor, Istana Cipanas, Istana Tampaksiring) adalah karena pada saat itu dengan target waktu pemindahan yang sangat pendek, sementara untuk membagi koleksi ke masing-masing istana sesuai dengan tema dan konsep yang lebih matang memerlukan proses yang cukup memakan waktu. Setelah koleksi berada di Istana Kepresidenan Yogyakarta baru kemudian dapat didistribusikan ke masing-masing istana sesuai dengan konsep yang telah direncanakan.
Dengan berpindahnya sebagian koleksi, Istana Kepresidenan Jakarta hanya memiliki 145 lukisan, 155 patung, 167 keramik, dan 257 campuran. Sementara itu, Istana Bogor memiliki 527 lukisan, 305 patung, 129 keramik, 15 tekstil, 12 wayang, dan 389 campuran. Istana Kepresidenan Cipanas memiliki 241 lukisan, 178 patung, 84 keramik, 2 tekstil, 9 wayang, dan 4 campuran. Istana Kepresidenan Yogyakarta memiliki 1318 lukisan, 507 patung, 22 keramik, dan 2135 wayang (purwa, menak, Thailand, koleksi Bung Karno). Sedangkan Istana Kepresidenan Tampaksiring memiliki 194 lukisan, 221 patung, 150 keramik, dan 38 campuran.
Dalam hal penambahan koleksi Istana Kepresidenan, Presiden SBY menambahkan 12 koleksi lukisan, yaitu: Pemandangan Gunung dan Pemandangan Candi Ceto karya Yap Thian Tjay, Danau Panjalu dan Pantai karya Bambang Suwarto, Upacara Melasti karya Hatta Hambali, Panen karya Udin, Kapal Layar karya Pardolly, Pemandangan Gunung Sumbing karya Baharrizki, Panen dan Perkampungan Bali karya Sunarko, Anak-Anak Naik Perahu dan Gembala Sapi karya Marsani.
Secara umum kondisi koleksi benda seni Istana Kepresidenan yang telah berusia puluhan hingga ratusan tahun telah menurun kualitasnya. Dengan keterbatasan dana, kemampuan teknis yang ada, serta jumlah staf yang sangat sedikit, Bagian Seni Budaya dan Tata Graha Biro Pengelolaan Istana telah bekerja dengan keras untuk melakukan pendataan, pemeliharaan, hingga melakukan restorasi koleksi benda seni dengan tingkat kerusakan ringan hingga sedang. Untuk koleksi yang memerlukan perhatian khusus, dilakukan dengan mendatangkan restorator ahli dari luar negeri dan untuk kegiatan ini memerlukan dukungan dana yang sangat besar serta aturan paying hokum yang memadai.
Bagaimana masa depan koleksi Istana Kepresidenan yang sangat melimpah-ruah dan memerlukan perhatian khusus ini? Semoga siapapun presiden yang sedang memerintah sadar bahwa seni yang saat ini kurang bahkan tidak diprioritaskan justru yang selama ini dapat mengangkat martabat bangsa Indonesia di mata dunia.
Sumber Bacaan:
Majalah Seni Rupa, Visual Arts Vol. 4 No.24
Bagian Pengelolaan Seni Budaya dan Tata Graha, Sekretariat Presiden