Diancam Dikenakan Hukuman Kebiri, Kejahatan Terhadap Anak Menurun
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat adanya tren penurunan tindak kekerasan terhadap anak sepanjang tahun 2015 dibanding dengan tahun 2014. Hal ini tidak terlepas dari adanya komitmen untuk mengarusutamakan prinsip-prinsip perlindungan di segala level kebijakan, termasuk dengan adanya penerapan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, hasil pengawasan KPAI termasuk juga data-data permasalahan anak Indonesia pada rentang 2015, ada tren membaik dibanding dengan 2014. Angka kekerasan secara kumulatif yang didasarkan pada data primer KPAI berdasarkan pengaduan dan pengawasan langsung,” kata Asrorun, ada tren penurunan tindak kekerasan terhadap anak dibanding dengan 2014.
Salah satu faktornya tentu adalah komitmen untuk mengarusutamakan prinsip-prinsip perlindungan di segala level kebijakan. Termasuk juga pada akhir 2015, tepatnya Oktober 2015, Presiden menyelenggarakan Rapat Terbatas bersama KPAI juga, terkait dengan isu pencegahan dan juga penanganan kasus kekerasan tehadap anak. Salah satu rekomendasinya adalah pemberatan hukuman terhadap pelaku kejahatan, kata Asrorun seusai bersama pengurus KPAI lainnya diterima Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Negara, Jakarta, Selasa (12/1) pagi.
Terkait pelaksanaan kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual pada anak, Asrorun mengatakan, wacana ini muncul karena berdasarkan analisis KPAI kenapa kasus kejahatan itu terjadi berulang oleh pelaku yang sama itu salah satu faktornya adalah adanya hukum yg belum menjerakan atau belum adanya hukum yang cukup menjerakan pelaku. Sehingga pelaku kembali mengulangi kejahatannya, maka jawabannya adalah pemberatan hukuman.
Waktu itu, lanjut Ketua KPAI, diusulkan oleh Jaksa Agung untuk kebiri dan menjadi keputusan Rapat Terbatas. Dan kemudian rekan-rekan wartawan juga memberitakan, menjadi isu publik. Dan ini sejalan dengan data yang dimiliki oleh KPAI, Oktober, November, Desember, itu tingkat penuruannya sangat drastis dibanding yang sebelumnya.
Artinya, baru jadi wacana saja sudah menurun. Akan tetapi faktanya peraturan itu belum terwujud, sungguh pun Presiden sudah menekankan dalam Rapat Terbatas tersebut, terang Asrorun.
Menurut Asrorun, waktu itu KPAI mengusulkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) karena tingkat kemendesakannya sangat jelas, korban anak harus segera diselamatkan. Itu lebih urgent dari Perppu Pilkada misalnya, karena pilkada korbannya tidak korban anak anak, itu lebih bersifat politis.
Tetapi terkait korban kekerasan terhadap anak ini korbannya sangat nyata dan butuh langkah-langkah darurat untuk melakukan penyelamatan. Salah satu wujudnya adalah dengan kebijakan yang radikal.
Nah wujud kebijakan radikal itu sebenarnya adalah Perppu sebagai wujud komitmen politik yang lugas, jelas, dan progresif dari Presiden, tinggal ditindaklanjuti di tingkat operasional oleh para pembantunya, kata Asrorun.
Ketua KPAI itu menjelaskan, trennya kasus kekerasan terhadap atau kasus perlindungan anak kita menjadi 9 cluster. Dan secara umum menurun mulai dari kasus anak berhadapan dengan hukum, kemudian kasus anak yang menjadi korban trafficking, kemudian anak yang menjadi korban malpraktik kesehatan, termasuk didalamnya adalah kekerasan di sekolah.
Cuma kekerasan di sekokah korbannya secara umum turun, tetapi pelaku anaknya trennya naik. Nah saya kira ini hal yang penting juga kita koordinasikan kepada presiden untuk mengambil langkah-langkah radikal untuk memastikan lingkungan sekolah yang ramah anak, papar Asrorun. (FID/ES)