Pengantar Presiden Joko Widodo Pada Sidang Kabinet Paripurna Rabu, 10 Februari 2016 Pukul 15.30 WIB Di Istana Negara, Jakarta
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat sore. Salam sejahtera bagi kita semuanya.
Sore hari ini kita akan membicarakan mengenai RKP (Rencana Kerja Pemerintah) 2017. Karena memang sudah waktunya kita membicarakan lagi. Kemudian yang kedua nanti mengenai daftar negatif investasi (DNI). Kemudian yang ketiga yang berkaitan dengan percepatan integrasi RPJMN dengan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW).
Yang pertama, mengenai RKP 2017. Saya ingin agar betul-betul ada sebuah perubahan total, artinya menteri itu betul-betul mengendalikan anggarannya dan tidak diberikan kepada bawahan. Baik dirjen, direktur, artinya arah itu dipegang penuh oleh menteri. Sehingga di dirjen, direktur, dan ke bawah itu hanya memberikan rincian. Tetapi kebijakan (policy) yang berkaitan dengan anggaran itu dipegang menteri.
Yang kedua, saya ingin mengingatkan agar tidak lagi money follow function. Artinya apa, selama ini kita selalu, saya berikan contoh misalnya di Kementerian PU, ada anggaran Rp100 triliun, misalnya. Kemudian di PU ada berapa dirjen? Ada sebelas dirjen, langsung semua dirjen diberi. Kemudian satu dirjen ada, di bawahnya apalagi? Direktur. Direktur ada berapa? Ada enam, misalnya, satu direktorat satu kedirjenan. Dibagi lagi uangnya dari dirjen ke direktur, direktur, direktur, direktur. Satu direktur ada berapa lagi di bawahnya? Kasubdit. Ada berapa kasubdit? Bagi lagi kasubdit, kasubdit, uangnya buat kasubdit. Di bawah kasubdit ada apalagi? Ada kepala seksi. Bagi lagi kepala seksi, kepala seksi.
Ini yang menyebabkan anggaran kita hilang enggak berbekas. Karena duitnya mengikuti organisasi yang ada. Organisasi ini perlu, tapi perlu saya sampaikan, bahwa kita kan mempunyai prioritas, mempunyai fokus. Ya sampaikan saja, misalnya di tingkat seksi, misalnya seksi apa. Pemeliharaan jalan, misalnya. Memang belum perlu ya ndak usah diberi. Ya terus saya kerja apa, Pak, kalau ndak diberi anggaran? Biasanya akan tanya seperti itu, saya sudah hapal.
Ya katakan saja, yasudah, kan sudah digaji. Kita belum ngerjain jalan kok, ini contoh loh ya, belum ngerjain jalan kok, ini baru ngerjain waduk kok, ya sudah. Tapi juga jangan duduk-duduk, kamu cek jalan-jalan dulu lah, survei-survei jalan, sehingga nanti tiga tahun yang akan datang kalau fokusnya pindah ke jalan, seksi kamu sudah siap.
Enggak apa-apa. Jangan sampai setiap seksi kemudian harus diurus ada anggarannya, harus ada kegiatannya, ini memaksakan sekali. Padahal kita punya fokus, punya prioritas.
Juga di direktur juga begitu. Sebuah direktur, memang belum ada prioritas ke sana ya ndak usah diberi. Jangan dipaksa-paksakan. Ini sama di semua kementerian seperti itu. Tidak perlu yang namanya setiap dirjen, atau setiap direktur, atau setiap subdit, tiap seksi, itu ada anggaran, ndak perlu seperti itu. Itu nanti hanya bagi rata namanya. Jadi enggak jelas fokus dan prioritas ke mana.
Jadi yang betul mestinya money follow program. Kalau money follow program itu program kita apa, semuanya fokusnya ke situ. Kalau enggak seperti ini, nggak akan kelihatan barang, enggak akan kelihatan pemanfaatan, enggak kelihatan rasa oleh masyarakat, enggak akan. Percaya saya, enggak akan kelihatan.
Inilah saya kira hal-hal yang perlu disiapkan secara matang dan saya setuju. Saya ingatkan lagi Bu Menteri Susi, saya ingatkan lagi, tadi yang masalah apa? Kata-kata apa? Pemberdayaan, peningkatan, penguatan, pengembangan, pembangunan, sudah, sudah, sudah lupakan, lupakan itu, lupakan itu, lupakan itu. Sudah, langsung to the point-nya saja. Langsung saja beli jaring, beli benih, beli kapal buat nelayan, gitu-gitu saja. Sehingga larinya enggak kemana-mana.
Fokus. Mengontrolnya mudah, mengeceknya mudah, mengawasinya mudah, sudah. Itu mungkin sebagai pengantar, nanti untuk masalah DNI, masalah percepatan integrasi RPJMN dengan RTRW nanti tolong diteruskan. Saya kira itu sebagai pengantar yang bisa saya sampaikan pada sore hari ini. Silakan DNI dulu, Pak Menko.