WHISTLEBLOWING SYSTEM (WBS): Langkah Awal Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 15 Februari 2016
Kategori: Opini
Dibaca: 58.395 Kali

barang dan jasaIhsanira Dhevina E, M.A

Widyaiswara pada Pusdiklat Kemensetneg

Di penghujung tahun lalu, pada beranda gedung di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara berdiri tegak Standing Banner yang berbunyi: “Whistle Blowing System–Laporkan Penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa”– www.setneg.go.id dan www.wbs.lkpp.go.id.

Siapapun dapat melihat dengan jelas dan membaca pesan yang tertulis dan mencoba memaknainya. Bagi sebagian orang, Whistleblowing system belum terdengar akrab di telinga selain karena merupakan istilah yang berbau asing, kata ini pun jarang terucap.

Namun, pesan yang tertulis pada banner tersebut memiliki makna yang dalam. Makna yang perlu dipahami oleh setiap ASN di Republik ini, ASN yang memiliki komitmen kuat mengemban amanah atau kepercayaan publik yang diembannya. Bukan hanya ASN, dalam lingkup yang lebih luas juga masyarakat pada umumnya dan siapapun yang mencintai republik ini dengan sepenuh hati.

Landasan hukum internasional mengenai sistem ini adalah The United Nations Convention against Corruption of 9 December 2003 (article 33), mengimbau setiap negara untuk menggunakan kriteria yang sesuai pada sistem hukum yang berlaku di negara masing-masing untuk  memberikan perlindungan kepada siapapun yang dengan itikad baik dan rasional melaporkan kepada pihak berwenang segala tindakan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam konvensi ini.(The United Nations Convention against Corruption of 9 December 2003 (article 33) requires each State Party to consider incorporating into its domestic legal system appropriate measures to provide protection against any unjustified treatment for any person who reports in good faith and on reasonable grounds to the competent authorities any facts concerning offences established in accordance with [the] Convention.)1

Secara leter lek, Whistle blowing dapat diartikan dengan meniup peluit, kita dapat membayangkan jika ada seseorang yang meniup peluit biasanya akan terdengar bunyi yang bernada tinggi, melengking dan mengusik perhatian seseorang. Situasinya pun tidak biasa dan kita pun terpanggil untuk bersikap waspada. Siapapun akan berusaha mencari tahu tentang segala sesuatu yang terkait dengan suara peluit itu. Demikian yang dimaksud dengan whistleblowing.

Whistleblowing system, tentu menunjukkan adanya suatu mekanisme pengaturan sehingga suatu sistem akan dapat berjalan baik dan memberi manfaat bagi organisasi. Dalam lingkup yang lebih luas, diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat dimana organisasi tersebut berada. Makna Whistleblowing system dalam konteks disini adalah sebagai suatu sistem yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh siapapun baik ASN maupun masyarakat untuk menyampaikan apa yang diketahui, dirasakan, dialami maupun rasa kepekaannya terhadap hal-hal yang terkait dengan perilaku ataupun tindak korupsi.

Whistle blowing system merupakan salah satu langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah digalakkan, tidak hanya di lingkup Kementerian/Lembaga Pemerintah tapi juga di tiap organisasi swasta.Whistle blowing system ini memberi kesempatan luas bagi seluruh elemen bangsa untuk berperan serta dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi. Melalui sistem ini, siapapun berhak melaporkan kepada pihak dalam organisasi yang ditunjuk dan diberikan mandat kewenangan dalam menerima pesan atau laporan dan bertanggung jawab serta meneruskannya untuk proses lebih lanjut. Dalam hal ini sebaiknya kewenangan dapat dipegang oleh pimpinan tertinggi dan selanjutnya dapat diproses secara hukum.

Langkah Kementerian Sekretariat Negara dengan meletakkan standing banner di bagian depan setiap gedung tentu merupakan langkah positif dan berani. Positif – karena sebagai bentuk upaya yang baik dan berani – karena menunjukkan komitmen kepada masyarakat sebagai organisasi yang tengah berusaha melakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi.

Selanjutnya yang diperlukan adalah agar WBS yang tersedia ini dapat digunakan dan dimanfaatkan baik oleh para ASN pada umumnya dan khususnya di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara, maupun anggota masyarakat yang  mengetahui atau mencurigai adanya perilaku atau tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, upaya sosialisasi seluas-luasnya agar dicapai pemahaman sebaik-baiknya mengenai WBS sangat diperlukan.

Suatu organisasi hendaknya menyadari bahwa setiap pegawai merupakan sumber informasi yang berharga yang dapat dimanfaatkan untuk mengenali adanya permasalahan, mampu untuk menanganinya dan mencegahnya sebelum permasalahan tersebut menyebabkan kerusakan yang besar atau membahayakan reputasi organisasi atau stakeholders.2 Singkatnya, Whistleblowing system hendaknya dapat memberikan rasa aman dan nyaman dengan adanya jaminan kerahasiaan. Termasuk jaminan bagi pegawai atau ASN sebagai pelapor yang memberikanlaporandenganbenardapattetapmemperolehjaminanterhadapstatus kepegawaiandankarirmereka.

Sebagai salah satu bentuk upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, Whistleblowing system ini tidak hanya diberlakukan di Indonesia, banyak organisasi di negara lain juga telah menerapkannya dan masyarakat pun terbiasa untuk aktif berperan. Whistleblowing system dapat berjalan baik apabila ada peran aktif masyarakat yang juga ditindaklanjuti dengan peran aktif organisasi untuk menindaklanjuti setiap laporan yang masuk baik meneliti kebenarannya, menetapkan proses sanksi, maupun perlindungan kerahasiaan bagi pelapor dan kesempatan pembelaan bagi pihak terlapor.

Dalam Guidelines on Whistleblowing, komisi anti korupsi International Chamber of Commerce menyebutkan bahwa WBS merupakan alat bantu deteksi kecurangan yang cukup efisien dan sebagai bagian dari program internalisasi nilai-nilai integritas dalam diri setiap pegawai.3 Oleh karenanya, organisasi perlu mempersiapkannya dengan baik segala hal terkait dengan tata kelola sistem Whistleblowing ini demi transparansi dan akuntabiltas organisasi yang mendorong tata kepemerintahan yang baik.

REFERENSI:

1)     ICC Guidelines on Whistleblowing (2008), International Chamber of Commerce pada www.iccwbo.org

2)     Institute of Chartered Accountants in England and Wales, “Guidance for audit committees”, March 2004 dalamICC Guidelines on Whistleblowing (2008), International Chamber of Commerce padawww.iccwbo.org

3)     ICC Guidelines on Whistleblowing (2008), op.cit.

Opini Terbaru