Tandatangani Perppu Pilkada, Presiden SBY Siap Hadapi Risiko Politik

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 3 Oktober 2014
Kategori: Berita
Dibaca: 27.000 Kali
Presiden SBY didampingi Wapres Boediono

Presiden SBY didampingi Wapres Boediono

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyadari bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ada risiko politiknya, karena memerlukan persetujuan DPR RI.

“Tetapi saya wajib mengambil risiko itu untuk menegaskan perjuangan bersama dengan rakyat, serta guna menyelamatkan kedaulatan rakyat dan demokrasi kita,” kata Presiden SBY saat menyampaikan keterangan pers terkait penerbitan kedua Perppu itu di ruang Credential, Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/10) malam.

SBY menegaskan, sebagai presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, dia wajib mendengarkan aspirasi rakyat yang menginginkan pemilihan kepala daerah secara langsung. Apalagi aspirasi itu sejalan dengan pikira dia sendiri, yaitu pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat dengan beberapa perbaikan dalam penyelenggaraannya sehingga tidak mencederai hak rakyat dalam berdemokrasi.

“Penolakan luas yang ditunjukkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia karenanya harus disikapi dengan tindakan yang cepat, dan salah satunya dengan menerbitkan Perppu ini,” ujar Presiden SBY seraya mengingatkan, bahwa sebuah undang-undang yang mendapatkan penolakan yang kuat dari masyarakat, akan menghadapi tantangan dan permasalahan dalam implementasinya.

Presiden SBY juga mengingatkan, di tahun 2015 ada sekitar 204 jadwal pemilihan kepala daerah di beberapa wilayah di tanah air yang harus dilakukan. Tentu, lanjut Presiden, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan KPU Daerah (KPUD) membutuhkan waktu untuk mempersiapkan semua perangkat pelaksanaan pilkada oleh DPRD, tidak sebagaimana jika pilkada dilaksanakan secara langsung.

“Maka, untuk memenuhi kebutuhan hukum yang mendesak itu, Perppu pencabutan UU 22 Tahun 2014, terkait Pilkada tidak langsung, menjadi perlu dilakukan, dan digantikan dengan Perppu yang mengatur Pilkada Langsung dengan perbaikan-perbaikan,” papar SBY.

Kegentingan Yang Memaksa

Dalam kesempatan itu, Presiden SBY juga secara tidak langsung menjawab masalah kegentingan yang memaksa sebagai persyaratan diterbitkannya Perppu sesuai ketentuan Pasal 22 UUD 1945. Mengutip putusan Mahkamah Konstitusi(MK)  Nomor 138/PUU-VII/2009, Presiden SBY menjelaskan bahwa Perppu adalah subyektifitas Presiden, yang obyektifitas politiknya dinilai oleh DPR ketika Perppu itu diajukan untuk mendapatkan persetujuan.

Putusan MK itu sendiri, lanjut SBY,  mensyaratkan kegentingan yang memaksa terjadi jika ada: a. kebutuhan hukum yang mendesak; b. terjadinya kekosongan hukum; danc.  terjadinya ketidakpastian hukum.

“Bersandarkan pada putusan MK itu, saya telah dengan cermat menggunakan hak konstitusional untuk menerbitkan Perppu ini,” kata Presiden SBY seraya menambahkan meskipun menurut MK, pendefinisian “kegentingan yang memaksa” adalah hak subyektivitas presiden, ia tetap merumuskan kegentingan yang memaksa melalui pertimbangan yang matang.

Mendampingi Presiden SBY saat menyampakan keteranga pers itu antara lain Wakil Presiden Boedioo, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Kesra Agung Laksono, Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Mendagri Gamawan Fauzi, Menkum dan HAM Amir Syamsudin, Jaksa Agung Basrief Arief, Panglima TNI Jendral Moeldoko, Kapolri Jendral Sutarman, dan Kepala BIN Marciano Norman. (WID/Humas Setkab/ES)

 

 

 

Berita Terbaru