Tindak Lanjuti Panama Papers, Pemerintah Harap DPR Segera Bahas RUU Tax Amnesty
Mencuatnya ribuan nama Warga Negara Indonesia (WNI) dalam Panama Papers, yaitu dokumen yang berisikan data orang-orang dan perusahaan yang menggunakan jasa firma hukum Mossack Fonseca di Panama dalam praktek pengelolaan uang diharapkan akan mendorong DPR-RI untuk segera melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung bahkan menyampaikan harapan Pemerintah agar pembahasan RUU Tax Amnesty di DPR itu dapat segera dilakukan pada masa sidang saat ini. Dengan demikian, diharapkan pembahasan itu bisa selesai paling lambat bulan Juni ini.
Tentunya pemerintah berharap agar DPR perlu segera diputuskan, terutama dalam perspektif pemerintah bila dikaitkan dengan skandal Panama Papers. Apakah akan selesai dalam masa persidangan ini, tapi paling lama selesai dalam masa persidangan berikutnya, karena harapannya pada bulan Juni itu sudah selesai, kata Seskab kepada wartawan yang menemuinya di ruang kerjanya, Gedung III lantai 2 Kemensetneg, Jakarta, Rabu (6/4) sore.
Terkait dengan skandal Panama Papers itu sendiri,
Terkait nama-nama WNI yang tercantum dalam Panama Papers itu sendiri, Seskab Pramono Anung mengaku sudah mengkonfirmasi kepada beberapa nama, dan mereka mengakui itu memang ada. Minimal mereka pernah beraktifitas di sana, ujarnya.
Namun, dibandingkan dengan data Panama Papers yang sudah ada sejak 2 tahun lalu itu, menurut Seskab, pemerintah memiliki data yang lebih lengkap. Hal tersebut, lanjut Seskab, yang menjadi alasan Menteri Keuangan secara terbuka pernah menyampaikan bahwa tax amnesty ini diperlukan, agar Anggaran Penerimaan dan Belana Negara (APBN) atau budget yang ini mengalami penekanan tidak mengalami defisit yang terlalu besar.
Kalau di data di Panama Papers kan hanya list orang, kalau data yang dimiliki pemerintah itu sudah list orang, transfer uangnya kemana, kapan dilakukan, siapa yang melakukan, kita sudah punya, ungkap Mas Pram, panggilan akrab Pramono Anung.
Validasi
Menurut Seskab Pramono Anung, yang paling penting terkait dengan mencuatnya nama-nama ribuan WNI dalam Panama Paper itu adalah validasi, apakah data itu benar atau salah, ada motif politik dunia atau tidak. Karenakan memang sekarang aja sudah ada Prime Minister yang mengundurkan diri. Ada juga negara-negara yang kemudian kebakaran jenggot terutama di kalangan elit negara tertentu, sambungnya.
Pramono menjelaskan, pemerintah Indonesia melihat dalam perspektif yang positif, bahwa ada data dalam Panama Papers yang akan kita validasi, apalagi kita akan mengeluarkan ataupun mudah-mudahan tax amnesty ini bisa dijalankan sehingga dengan demikian menjadi klop.
Adapun terkait tax amnesty, Seskab menjelaskan, bahwa dalam RUU tentang Tax Amnesty itu diatur terutama terhadap 3 hal. Yang pertama adalah uang bukan berasal dari human trafficking. Yang kedua yang bukan berasal dari aktifitas terorisme, dan yang ketiga yang bukan berasal dari narkoba, itu ya.
Di luar itu, kenapa kemudian diberikan ruang untuk diberikan tax amnesty, nah data-data di Panama Papers membuktikanlah bahwa memang ada uang yang cukup besar di luar, papar Pramono.
Seskab menilai, tax amensty ini merupakan kesempatan untuk uang yang beredar di luar negeri itu bisa kembali, dan uang itu bisa digunakan oleh pemerintah untuk membangun bangsa.
Terutama infrastruktur yang menjadi andalan Presiden Jokowi. Dengan demikian, harapannya pada bulan Juni mudah-mudahan bisa selesai, pungkasnya.
Sebelum ini, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengemukakan,uang orang Indonesia yang selama ini terparkir di luar negeri jumlahnya cukup besar, sedikitnya bernilai Rp 11.000 triliun. Uang ini diharapkan bisa ditarik jika ada Undang-Undang Pengampunan Pajak.
“Kalau ditanya, berapa target uang orang Indonesia yang bisa ditarik, saya nggak bicara target. Tapi saya bicara potensi. Potensinya lebih besar dari PDB (Produk Domestik Bruto). PDB kita sekarang Rp 11.400 triliun. Dari perhitungan kasar kami, potensinya lebih besar dari PDB kita,” kata Bambang, dalam diskusi di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (5/4) lalu. (FID/JAY/ES)