Sambutan Presiden Joko Widodo pada Peresmian PLTMG Arun,2 Juni 2016, di Lhokseumawe, Aceh
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin, wassalatu was salamu ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin, wa ala alihi wa sahbihi ajmain amma badu,
Yang saya hormati Menteri BUMN,
Yang saya hormati Gubernur Aceh beserta Wali Kota Lhokseumawe, Bupati Aceh Utara,
Yang saya hormati Direktur Utama PLN, serta Pimpinan PT Arun, para ulama, dan tokoh masyarakat,
Undangan yang berbahagia.
Setiap saya datang ke provinsi, setiap saya datang ke kabupaten, selalu keluhannya sama. Listriknya hidup dan mati, listriknya byarpet, selalu itu keluhannya. Kemudian kalau kita membangun dengan batu bara itu memakan waktu 4 – 5 tahun, waktu yang sangat panjang. Oleh sebab itu, untuk mengejar kekurangan-kekurangan yang ada di provinsi maupun di kabupaten/kota, salah satunya adalah membangun pembangkit listrik tenaga mesin gas. Jadi PLTM dan G ini adalah untuk mempercepat kekurangan-kekurangan listrik yang ada di daerah.
Sebagai contoh di sini, yang sebentar lagi kita resmikan, 184 MW. Kalau ini tidak ada, bagaimana investasi yang akan masuk ke Aceh, yang akan masuk ke Lhokseumawe? Mau bangun hotel, tanya PLN butuh listrik, listriknya belum tersedia, ya pasti akan mundur investor itu. Mau bangun industri, datang, sudah cocok dengan daerah dan suplai bahan bakunya tapi listriknya tidak ada, pasti juga akan mundur. Inilah kecepatan PLN dalam mereaksi, merespons kekurangan-kekurangan listrik yang ada di daerah.
Tadi saya tanya di sana, kepada manajer, ini memang pembangunannya sangat cepat sekali. Konstruksi hanya 3 bulan, kemudian membangun untuk mesinnya 6 bulan. Kemarin yang di Bangka Belitung juga sama, 3 bulan dan 6 bulan. Tetapi memang kalau dibandingkan dengan yang bahan bakunya dari batu bara harganya memang sedikit lebih mahal yang memakai gas. Tetapi karena kita membutuhkan, sangat membutuhkan, ya harus diputuskan memakai cara yang lain yang lebih cepat, yang seperti yang ingin kita resmikan ini.
Setelah ini, tadi saya tanyakan juga ke Dirut PLN akan dilanjutkan lagi untuk tambahnya yaitu 250MW yang kita harapkan juga nanti segera selesai. Selain itu juga di tempat lain, tadi Pak Gubernur sudah menyampaikan ada mikrohidro di Pesangan, kemudian yang geotermal ada di Seulawah. Saya kira ini kalau semuanya dikerjakan, industri yang ada di Aceh, yang ada di Lhokseumawe ini akan bisa tertarik untuk datang ke sini sehingga akan ada lapangan pekerjaan yang tersedia bagi masyarakat.
Merespons keinginan Pak Gubernur tadi mengenai kawasan ekonomi khusus di Lhokseumawe, kawasan industri di Lhokseumawe, saya perlu menyampaikan bahwa kawasan ini harus dihidupkan lagi, harus dihidupkan. Karena di sini ada Pabrik Kertas Kraft Aceh, ada Pupuk Iskandar Muda, ada juga Pupuk AAF, apalagi yang gede-gede? Oh iya, semen juga. Ini harus dihidupkan kembali. Tadi malam saya sudah menyampaikan kepada Pak Gubernur, juga diskusi dengan Menteri BUMN, agar segera dicarikan solusi dari hambatan-hambatan di lapangan dan kita harapkan insya Allah ini bisa hidup kembali dan membuka lapangan pekerjaan. Dan juga perputaran uang yang ada di Lhokseumawe, yang ada di Aceh Utara, yang ada di Provinsi Aceh ini bisa bisa lebih besar lagi dan akhirnya akan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.
Memang tidak mudah dalam memutuskan hal-hal yang menghambat di lapangan, tidak mudah. Misalnya, suplai gas. Sekarang yang ada suplai gas itu dari Tangguh, berarti dari Papua dibawa ke sini. Sangat jauh sekali. Tetapi tidak apa-apa, yang paling penting ada kalkulasinya, yang paling penting ada perhitungannya bahwa secara ekonomi itu bisa visible, bisa masuk.
Kemudian yang ketiga, mengenai infrastruktur, ini juga perlu saya sampaikan. Saya minta kepada Gubernur, Bupati, dan Wali Kota agar pembangunan tol trans Sumatra ini, yang dari Lampung sudah dimulai tahun kemarin, keinginan kita, insya Allah yang dari Aceh, dari barat ini juga dimulai. Jadi nanti dari barat, dari timur menuju ke tengah sambung. Tadi malam sudah saya sampaikan kepada Pak Gub, dimulai tahun ini. Tapi dengan catatan: satu, pembebasan lahan harus diselesaikan oleh Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Yang bayar pemerintah pusat, tetap yang membayar pemerintah pusat, tetapi penyelesaian itu ada di daerah. Pendekatan dengan masyarakat, mengajak masyarakat, menghimbau masyarakat. Karena kalau tidak, ya percuma, duitnya ada tetapi pelaksanaan di lapangan enggak bisa. Untuk apa?
Saya berikan contoh saja, 70 tahun kita merdeka itu hanya bisa membangun tol itu 810 kilometer, hanya 810 kilometer coba. Yang saya minta dalam 5 tahun ini 1.000 km. Tidak usah ditepuki, karena di China itu setiap tahun bisa membangun jalan tol antara 4.000 – 5.000, setahun. Masa kita enggak bisa? Kalau saya berpikir sederhana, berpikirnya gampang, kalau orang lain bisa, negara yang lain bisa mestinya kita juga bisa. Bedanya apa sih? Bedanya apa?
Problem kita ini adalah penanganan di lapangan yang selalu terhambat. Sudah dibebaskan misalnya 10 kilo, ada yang 10 meter enggak mau, jadi terhambat. Ini kalau enggak diselesaikan di lapangan, enggak rampung-rampung. Sama seperti saya ceritakan sedikit, outer ringroad di Jakarta, 14 tahun itu berhenti gara-gara 143 keluarga tidak mau pindah. Yang lain sudah selesai, tinggal 1,5 kilometer tidak bisa selesai 14 tahun gara-gara masyarakat tidak mau pindah. Tetapi kalau tidak ada yang turun ke lapangan juga kapan pun enggak akan bisa selesai. Saya selesaikan 4 bulan saat saya menjadi Gubernur. Caranya ya saya akan makan 4 kali, rampung.
Ya, ini kan rakyatnya perlu diajak bicara, rakyat perlu didekati, rakyat perlu dijelaskan untuk kepentingan apa sih jalan tol ini, untuk kepentingan apa sih outer ringroad itu. Dijelaskan, kalau enggak ya enggak sambung. Apalagi pakai neken-neken, ya makin marah nanti rakyat, makin enggak mau gitu. Didekati, diajak bicara, dijelaskan, diterangkan kegunaan, manfaat, insya Allah akan bisa menjawab persoalan-persoalan yang kita hadapi. Lapangannya seperti itu.
Kenapa saya tiap hari ke lapangan, ya saya tahu karena di lapangan pasti ada masalah. Kalau pas jalan pasti ada bisik -bisik dari Pak Gubernur, nanti ada bisik-bisik dari Pak Bupati, ada bisik-bisik dari Pak Wali Kota, bisik-bisik dari masyarakat. Ya itu yang diselesaikan. Tanpa mendengarkan problem-problem di lapangan tidak akan yang namanya masalah-masalah besar kita akan bisa kita selesaikan. Persoalan sama saja, enggak membuat jalan tol, problemnya di pembebasan lahan, membuat pembangkit listrik problemnya di pembebasan lahan dan prosedur-prosedur yang ruwet, mau bangun pelabuhan juga sama, problemnya juga di pembebasan lahan, mau bangun airport problemnya juga di pembebasan lahan. Karena kita tidak, pemimpin-pemimpinnya tidak mau berrbicara dengan rakyatnya. Hanya itu, kuncinya. Insya Allah kalau nanti di sini pembebasan lahan sudah ada lampu hijau dari Bupati, Wali Kota, dari Pak Gubernur, insya Allah akhir tahun jalan tolnya bisa di mulai dari Provinsi Aceh.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim saya resmikan PLTMG Arun.
Semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.