Reformasi Birokrasi dan Persaingan Global
Bangsa Indonesia tengah berada pada era persaingan global, kompetisi antar negara luar biasa keras dan sengitnya. kita harus berani keluar dari zona nyaman, diperlukan langkah-langkah terobosan, kecepatan kerja, lembaga-lembaga negara yang kuat dan efektif untuk mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kesenjangan
(Pidato Presiden Jokowi di Sidang Tahunan MPR/DPR/DPR 16/8/2016)
Arus deras globalisasi tampaknya akan terus mewarnai dinamika relasi antar bangsa, yang tentunya akan membawa pengaruh pada segala aspek kehidupan bernegara pada bangsa-bangsa di dunia, baik pada tatanan ekonomi politik dan sosial dan budaya.
Globalisasi dan segala konsekuensinya menuntut transformasi mind set dari zona nyaman ke zona kompetisi, mendorong terciptanya dynamic governance dalam mengimbangi perubahan yang semakin cepat, dan persaingan global yang semakin tajam pada berbagai sendi kehidupan, sebagai konsekuensi runtuhnya konsepsi ruang dan waktu antara berbagai negara bangsa di dunia.
Arus deras globalisasi telah mengubah dunia menjadi kampung global (global village), perubahan strategi yang diambil suatu negara dalam memenangkan persaingan global akan memberikan resonansi ke bagian dunia lainnya, terjadi aliainsi aliansi strategis antar negara, yang suka atau tidak suka akan berimplikasi terhadap negara lainnya.
Mencermati perkembangan pada dekade terakhir ini, sejatinya Indonesia sebagai negara bangsa, telah masuk ke dalam global village, ditandai denganmeratifikasi perjanjian perdagangan bebas baik untuk APEC (AsiaPacific Economic Coorperation) dan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), maupun pemberlakuan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) sebagai kesepakatan pasar tunggal Asia Tenggara.
Keterlibatan dalam global village ini sudah barang tentu menuntut adanya perubahan paradigma dalam memenangkan persaingan global, utamanya dalam meningkatkan daya saing, dengan menjadikan teori keunggulan kompetitif (competitive advantage theory) sebagai paradigma utama memenangkan persaingan global.
Keungulan kompetitif, sebagaimana pemikiran yang digagas oleh Prof. Michael Porter dari Harvard University pada pertengahan 1985, seyogyanya menjadi dasar baru bagi kita dalam peningkatan daya saing, karena terbukti memiliki konstribusi dalam memacu kemajuan ekonomi negara-negara tetangga, seperti Jepang, Singapura, dan juga Korea Selatan.
Daya saing dan produktivitas hanya dapat diraih bila kita konsistensi dan fokus pada penyederhanaan sistem birokrasi dan manajemen, rekayasa dan inovasi teknologi, peningkatan kompetensi SDM dan peningkatan budaya produktif, kesemuanya ini menjadi prasarat guna menjawab tantangan dalam mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan kesenjangan.
Reformasi Birokrasi sebuah pilihan strategi meningkatkan daya saing
Memacu peningkatan daya saing bangsa Indonesia menjadi salah satu program prioritas pemerintahan Jokowi-JK, hal ini bukanlah tanpa alasan, mengingat indeks daya saing Indonesia masih di posisi 4 dengan rasio indek 4,52, kalah dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura. Demikian pula peringkat kemudahan berusaha Indonesia masih di bawah negara lain yaitu 109 pada tahun 2016, sebelumnya 120.
Pembangunan infrastuktur yang masif dilakukan dalam 2 tahun terakhir diharapkan dapat menjadi faktor pengungkit dalam meningkatkan daya saing Indonesia melewati era kompetisi, kesiapan infrastruktur diyakini akan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing karena dengan infrastruktur efisiensi harga barang menjadi lebih murah, transportasi dan biaya logistik juga akan jauh lebih murah.
Berbagai upaya terus diupayakan untuk menuju misi dimaksud, diantaranya dengan melakukan deregulasi memangkas birokrasi perizinan, untuk meningkatkan kemudahan berinvestasi (ease of doing business) di Indonesia sehingga daya saing dapat terus ditingkatkan.
Disinilah urgensi reformasi birokrasi dalam mendukung percepatan perizinan, utamanya dengan membangun transparasi, akuntabilitas, efektif dan efesien guna peningkatan kualitas pelayanan yang memiliki korelasi positip terhadap peningkatan daya saing.
Kita patut bersyukur komitmen yang tinggi dalam mempercepat reformasi birokrasi dari pemerintahan Jokowi JK terus bergerak kearah yang diinginkan, dengan menjadikan penerapan good governance dan pemerintahan yang berbasis elektronik (e-governance) menjadi turunan dari salah satu program prioritas, sejalan dengan visi Nawacita, dalam mewujudkan kehadiran negara dan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
Penerapan e-governance yang pada intinya merupakan digitalisasi data dan informasi seperti e-budgeting, e-project planning, system delivery, penatausahaan, e-controlling, e-reporting hingga e-monev serta apllikasi custom lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tupoksi organisasi, sejatinya merupakan perwujutan reformasi birokrasi yang konstektual sebagai antitesa reformasi birokrasi prosedural (dokumen-dokumen administratif, absensi dan tunjangan kinerja).
Penerapan e-governance dengan membangun dashboard kepemimpinan pada masing-masing unit kerja akan berperan dalam mengukur performance pekerjaan yang dilaksanakan, siapa pelaksananya, waktu pelaksanaan, hingga keterserapan anggaran. Hasilnya akan dijadikan penilaian kinerja yang berimbas pada pemberian reward.
Dashboard Kepemimpinan
Percepatan implementasi pemerintahan yang berbasis elektronik (e-government)yang dilakukan secara masif menjadi pilihan solusi dalam meningkatkan daya saing, utamanya dalam memastikan mesin birokrasi dapat dijalankan secara optimal guna menghasilkan keluaran sesuai dengan yang ditargetkan, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Dengan menerapkan dashboard kepemimpinan dan mengoptimalkan sistem teknologi informasi dalam konteks reformasi birokrasi kontektual, setidaknya akan dapat membangun dan memperluas network, efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan publik, akuntabilitas dan transparansi serta memudahkan pencarian informasi dan data serta perkembangannya.
Penggunaan teknologi informasi akan lebih memudahkan birokrasi dalam memberikan pelayanannya, pelayanan yang cepat, murah dan tepat seperti yang diimpikan oleh sebagian masyarakat dan dunia usaha, hal ini secara agregat akan berimbas pada peningkatan daya saing.
Membangun dashboard kepemimpinan pada berbagai level manajemen pemerintahan menjadi satu keniscayaan sebagai tools bagi pemimpin organisasi pada berbagai tingkatannya dalam pengendalian perencanaan, pelaksaan, pengawasan sekaligus mengukur kinerja organisasi dan perseorangan.
Selain itu, kinerja organisasi pada berbagai levelnya dapat lebih difokuskan pada upaya untuk mewujudkan outcomes (hasil), setiap individu pegawai memiliki kontribusi yang jelas terhadap kinerja unit kerja terkecil, satuan unit kerja di atasnya hingga pada organisasi secara keseluruhan.
Kita tentunya berharap pemimpin birokrasi pada berbagai level tingkatannya, baik di pusat maupupn di daerah, memiliki pemahaman dan kesadaran yang sama untuk mewujudkan shared vision melalui keteladanan dan kemampuan dalam mengayuh perubahan, dengan melibatkan seluruh komponen organisasi, terus mengembangkan SDM yang inovatif dan membangun budaya organisasi yang kondusif dalam meningatkan daya saing. Semoga.