Ada 42.000 Peraturan Menghambat, Presiden Jokowi Minta Daerah Ikuti Standar Pusat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 8 April 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 36.003 Kali
Presiden Jokowi memberikan pengarahan pada rapat kerja pemerintah, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/4) pagi. (Foto: JAY/Humas)

Presiden Jokowi memberikan pengarahan pada rapat kerja pemerintah, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/4) pagi. (Foto: JAY/Humas)

Saat memberikan pengarahan pada rapat kerja pemerintah yang dihadiri oleh para gubernur,  bupati/walikota beserta wakil gubernur, wakil bupati/ wakil walikota di Istana Negara, Jumat (8/4) siang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyinggung masalah posisi memperbaiki kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EODB) yang masih berada di peringkat 109, atau naik dari posisi sebelumnya 120.

Menurut Presiden, Indonesia tertinggal dari Singapura yang berada di posisi 1, yang sebelumnya 120. Untuk negara Asean, presiden menyebutkan Singapura ada di posisi 1, Malaysia di posisi 18, Thailand posisi 49, sementara Vietnam di posisi 90. “Indeks daya saing global Indonesia di Asia posisi ke 4, masih kalah dengan Malaysia, kalah dengan Thailand apalagi dengan Singapura, kalah, kalah kita,” ujarnya.

Presiden menargetkan tahun depan posisi EODB Indonesia bisa meningkat ke posisi 40. Untuk itu, lanjut Presiden, ia meminta dukungan dari daerah, baik kota maupun provinsi agar target tersebut bisa tercapai.

“Apa yang harus kita lakukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi seperti ini? Harus ada regulasi-regulasi yang memudahkan, harus ada regulasi yang membuat kecepatan dalam untuk orang membuka usaha, terutama UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) harus dibuka, jangan ada Perda-Perda yang menghambat,” tutur Presiden.

Presiden mengingatkan, keberadaan Perda itu seharusnya untuk mendorong dan mempermudah orang untuk membuka usaha dan investasi. Untuk itu, Presiden Jokowi mengaharapkan agar pemerintah baik pusat dan daerah memiliki standar yang sama. Ia mencontohkan, bila pengurusan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) 1 jam selesai maka di daerah juga sama.

Menurut Presiden, ada 42.000 peraturan yang kita punyai yang justru memperlambat di lapangan, menjerat kita sendiri. Ia mencontohkan, untuk membuat sebuah pembangkit listrik problemnya ada pada izin dan pembebasan lahan.

“Ada 59 izin untuk membangun pembangkit listrik dan pengurusannya memakan waktu hingga 2-6 tahun. Sekarang sudah dipotong menjadi 22 perizinan dan membutuhkan waktu 220 hari,” papar Presiden seraya berharap agar perizinan tersebut tidak memakan waktu hinga berbulan-bulan tapi hanya dalam hitungan hari.

“Bapak Ibu bisa bayangkan bagaiman kita nggak byarpet. Padahal investor yang antre banyak tetapi izinnya bertele-tele gitu,” sambung Presiden.

Karena itu, Presiden Jokowi kembali mengingatkan kepala daerah, baik provinsi, kabupaten, kota hingga desa untuk melakukan deregulasi dan memotong izin-izin yang menyulitkan. Ia menegaskan, Pemda harus mampu menyederhanakan peraturan terkait EODB.

Presiden menyampaikan komitmennya dalam menghapus perizinan yang menyulitkan. Contohnya pada pengurusan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dan TDP (Tanda Daftar Perusahaan) yang akhirnya dikeluarkan dari satu instansi yang sama.

“Semangatnya harus ke sana kalau kita mau memenangkan pertarungan kompetisi, kalau mau jadi pecundang dan kalah ya sudah, kita teruskan hal-hal yang meruwetkan seperti itu,” tegas presiden.

Semua izin-izin yang berkaitan usaha mikro, menengah, investor baik luar dan dalam negeri, lanjut Presiden Jokwi, harusnya diberikan ruang karena itu yang akan memberikan lapangan pekerjaan. Ia menyebutkan, akan sangat menyulitkan kalau kita masih berpegang pada 42.000 izin dan 3000 Perda bermasalah.

Selain dihadiri oleh para gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, acara tersebut dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko Kemaritiman Rizal Ramli, Mendagri Tjahjo Kumolo, Mensesneg Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Presiden Teten Masduki, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil. (FID/DND/GUN/ES)

 

 

Berita Terbaru