Alternatif Pemindahan Ibu Kota Negara, Bappenas Usulkan di Luar Jawa di Wilayah Tengah Indonesia

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 29 April 2019
Kategori: Berita
Dibaca: 20.290 Kali
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyampaikan keterangan pers usai rapat terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4) siang. (Foto: JAY/Humas)

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyampaikan keterangan pers usai Rapat Terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4) siang. (Foto: Jay/Humas)

Saat menyampaikan paparan pada Rapat Terbatas tentang tentang Tindak Lanjut Rencana Pemindahan Ibu Kota, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4) siang, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengemukakan, ada 3 (tiga) alternatif yang dibahas dalam kajian rencana pemindahan Ibu kota negara dari Jakarta itu.

Alternatif pertama adalah ibu kota tetap di Jakarta tetapi dibuat government district atau distrik khusus untuk pemerintahan, yaitu daerah di seputaran istana dan Monas dan sekitarnya itu akan dibuat khusus hanya untuk kantor pemerintahan, khususnya kementerian lembaga.

“Itu adalah alternatif pertama yang berarti harus tentunya mengubah peruntukan di wilayah seputaran Istana dan Monas,” jelas Bambang seraya menambahkan, kerugiannya tentunya ini hanya akan menguatkan Jakarta sebagai pusat segalanya di Indonesia dan dikhawatirkan dampak urbanisasi terhadap pertumbuhan ekonomi tidak optimal.

Alternatif kedua, seperti Putra Jaya di Malaysia, adalah memindahkan pusat pemerintahan ke wilayah dekat Jakarta, misalnya di seputaran Jabodetabek, tentunya dengan ketersediaan lahan. Tetapi kelemahannya, menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas itu, adalah tetap membuat perekonomian Indonesia terpusat di daerah Jakarta dan sekitarnya atau wilayah Metropolitan Jakarta.

Atau alternatif ketiga yaitu memindahkan ibu kota langsung ke luar Jawa, seperti contoh misalkan Brazil yang memindahkan dari Rio de Janeiro ke Brasilia yang jauh ya Amazon, kemudian Canberra di antara Sydney dan Melbourne. Demikian juga Astana-Kazakhstan karena ibu kotanya ini dipindah lebih dekat ke arah tengah dari negaranya dan Naypyidaw yang juga lebih ke dalam negara Myanmar.

Untuk alternatif pertama yaitu distrik khusus pemerintahan, menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas itu, harus dibuat konektivitas dengan LRT atau monorel sehingga mudah untuk bergerak di antara kantor kementerian/lembaga di seputaran istana dan Monas.

Untuk alternatif kedua, alternatifnya radius 50 sampai 70 km dari Jakarta, misalkan daerah yang pernah dibahas zaman Presiden Soeharto yaitu Jonggol-Jawa Barat maupun daerah Maja yang ada di Banten.

“Nah kemudian ketiga, memindahan ibu kota ke luar Jawa. Intinya kita ingin lebih menyebarkan perekonomian Indonesia, tidak hanya terpusat di Pulau Jawa yang saat ini menyumbang 58% dari PDB tapi juga mulai bergerak untuk membuat kegiatan tambahan di luar Jawa,” terang Bambang seraya mengingatkan, syarat utamanya adalah kembali lagi kepada ketersediaan lahan yang luas karena pada intinya adalah membangun kota baru, dan tentunya akan dibutuhkan biaya yang tidak sedikit di samping tentunya para ASN harus bersedia untuk pindah dari posisi mereka sekarang di Jakarta ke kota baru tersebut.

Wilayah Tengah Indonesia

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengusulkan penetapan lokasi pada alternatif ketiga, yaitu memindahkan keluar Pulau Jawa, tepatnya kami lokasi strategis ini secara geografis ada di tengah wilayah Indonesia.

“Tengah ini adalah memperhitungkan Barat ke Timur maupun Utara ke Selatan untuk merepresentasikan keadilan dan mendorong percepatan pembangunan khususnya wilayah kawasan Timur Indonesia. Jadi kita dorong ibu  kota yang Indonesiasentris,” ujar Bambang.

Kemudian, lanjut Bambang, ada lahan yang luas milik pemerintah maupun BUMN yang sudah tersedia yang bisa dibangun, yang tidak lagi memerlukan biaya pembebasan.

Kemudian wilayah tersebut harus bebas bencana gempa bumi, gunung berapi, tsunami, banjir, erosi maupun kebakaran hutan dan lahan gambut. Jadi ini kita harus mencari lokasi yang benar-benar minimal dari segi risiko bencana. Selain itu, harus tersedia sumber daya air yang cukup dan bebas pencemaran lingkungan.

Sementara untuk bisa melakukan efisiensi dalam investasi awal infrastruktur, Menteri PPN/Kepala Bappenas itu mengusulkan lokasi ibu kota baru tersebut dengan kota yang sudah existing, kota kelas menengah yang sudah existing.

“Maksudnya kota yang sudah punya akses mobilitas atau logistik. Misalkan kita tidak perlu membangun bandara baru di kota tersebut, bisa menggunakan bandara yang sudah ada demikian juga pelabuhan dan sebagian jalan connecting,” terang Bambang.

Selain itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas itu mengusulkan kota tersebut tidak jauh dari pantai karena bagaimanapun Indonesia adalah negara maritim. Sehingga sebaiknya ibukota berlokasi tidak jauh dari pantai tapi tidak harus di tepi pantai itu sendiri. Kemudian ada tingkat layanan air minum, sanitasi, listrik dan jaringan komunikasi yang punya memadai.

Demikian juga yang harus diperhatikan dari sisi sosial. Menteri PPN/Kepala Bappenas itu ingin meminimumkan potensi konflik-konflik sosial, dan juga diharapkan masyarakat di sekitar wilayah tersebut mempunyai budaya yang terbuka terhadap pendatang, karena bagaimanapun nanti ASN ini akan berdatangan dari Jakarta ke kota baru tersebut.

“Tentunya kita harapkan tidak ada dampak negatif terhadap komunitas lokal. Dan kemudian dari sisi pertahanan keamanan, kita harus memastikan perimeternya sesuai, yaitu untuk meminimumkan vulnerability dari state dan juga untuk menjaga wilayah teritorialnya dan tidak dekat dengan wilayah perbatasan negara,” ucap Bambang. (FID/JAY/ES)

 

Berita Terbaru