Anggap Kejahatan Luar Biasa, Presiden Jokowi Minta Pelaku Peredaran Vaksin Palsu Dihukum Berat
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku sudah memerintahkan kepada Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek dan juga Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk sangat serius mengusut dan menelusuri masalah peredaran vaksin palsu. Menurut Presiden, masalah ini sudah berjalan sangat lama, sudah 12 tahun, sebab itu harus betul-betul ditelusuri.
Ini sebuah kejahatan luar biasa. Kalau kita lihat generasi-generasi yang ada di sini, anak-anak, ini kalau tidak divaksin, itu jangka panjangnya akan sangat buruk bagi sumber daya manusia kita, kata Presiden Jokowi kepada wartawan di sela-sela buka puasa bersama dengan ribuan anak yatim dan penyandang disabilitas, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/6) petang.
Menurut Presiden, kita tahunya, misalnya anak-anak dianggap sudah divaksin polio tapi ternyata palsu. Artinya belum. Akan seperti apa-apa anak kita nantinya? Ini sangat berbahaya sekali. Kejahatan luar biasa sekali, ujarnya.
Meski belum ada laporan secara detil kepada dirinya, terkait beredarnya di mana, di provinsi mana, di kota yang mana vaksin palsu ini, Presiden Jokowi sudah memerintahkan untuk ditelusuri secara detil.
Saya harapkan ini nanti juga hukumannya betul-betul, (supaya) jangan terulang lagi, berikan hukum yang seberat-beratnya, baik pada yang memproduksi, baik pada yang mengedarkan, dan memasarkan, semuanya, tegas Presiden Jokowi.
Presiden menegaskan semuanya harus dibongkar. “Artinya menelusuri, menangkap itu artinya itu, baik oknum yang ada di pemerintahan, baik yang memproduksi, baik yang memasarkan, baik yang mengedarkan, semuanya,” kata Presiden.
Jangan dianggap remeh masalah ini, tegas Presiden seraya mengulang bahwa dirinya sudah memerintahkan, dan setelah nanti semuanya melaporkan, ia akan kembali menyampaikan kepada masyarakat.
Buka bersama dengan anak yatim dan penyandang disabilitas di Istana Kepresidenan Bogor itu juga dihadiri oleh Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. (BPMI/UN/ES)