Antisipasi Gelombang Kedua, Kepala BNPB: Perlu Kesadaran Kolektif dan Tidak Boleh Lengah
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, menyampaikan bahwa antisipasi kemungkinan terjadinya gelombang kedua yakni dengan kesadaran kolektif untuk bisa memahami, selama belum berhasil menemukan vaksin, maka tidak boleh kendor dan tidak boleh lengah.
“Presiden selalu menekankan jangan kendor walaupun beberapa daerah telah mengalami pengurangan kasus terkonfirmasi. Dan tentunya ini harus dibarengi dengan tingkat disiplin individu dan kesadaran kolektif yang lebih tinggi,” ujar Kepala BNPB menjawab pertanyaan wartawan usai Rapat Terbatas (Ratas), Senin (11/5).
Masalah ini, menurut Kepala BNPB, tidak hanya bisa diatasi dan ditangani oleh pemerintah pusat semata sehingga dibutuhkan kerja sama, dibutuhkan upaya gotong royong, dan selama ini Gugus tugas selalu mengampanyekan program atau metode kolaborasi pentahelix berbasis komunitas.
“Di sinilah pentingnya kita bersama-sama, unsur pemerintah, unsur akademisi, unsur dunia usaha, unsur komunitas relawan, organisasi masyarakat, LSM, dan juga tentunya harus didukung oleh media,” kata Doni.
Media, lanjut Ketua Gugus Tugas, memiliki peran yang sangat strategis, 63 persen sosialisasi itu bisa berhasil terutama dari televisi dan radio.
“Dan sekali lagi kami mengajak kepada kawan-kawan media untuk senantiasa ikut membantu program pemerintah. Ini adalah bagian dari perang kita, perang melawan wabah, dan dituntut kita semua harus bersatu dari pusat sampai ke daerah, bahkan ke tingkat desa dan juga RT/RW,” imbuh Doni.
Menurut Kepala BNPB, penting untuk mengedepankan tokoh-tokoh nonformal, tokoh-tokoh yang selama ini menjadi panutan masyarakat sehingga ketika kebijakan diberikan atau diinformasikan kepada publik, maka tingkat kepatuhan rakyat itu lebih tinggi.
Soal SDM untuk pemeriksaan laboratorium, Ketua Gugus Tugas sampaikan ini memang jumlahnya masih terbatas, tetapi tetap berusaha optimal untuk melatih dan beberapa hari terakhir ini sudah ada pelatihan melalui metode virtual dan juga menambah sejumlah petugas laboratorium termasuk merekrut dari unsur TNI dan Polri.
“Ada rumah sakit tentara, ada rumah sakit Polri di sejumlah daerah termasuk di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,” jelas Doni.
Rumah Sakit tersebut, menurut Doni, juga berupaya untuk meningkatkan kinerjanya, selain menambah personelnya adalah meningkatkan kualitas serta memotivasi para petugas laboratorium untuk bekerja bisa mencapai 24 jam.
“Artinya dibagi menjadi paling tidak 3 shift, sehingga kemampuan pemeriksaan spesimen setiap hari di seluruh laboratorium mengalami peningkatan,” katanya.
Termasuk juga, lanjut Doni, upaya dari gugus tugas untuk memberikan insentif kepada para pekerja laboratorium diharapkan bisa memotivasi untuk lebih giat lagi, karena memang kita harus berkejaran dengan waktu karena ada 280.000 ODP dan PDP yang harus diperiksa secara optimal.
Diakui Ketua Gugus Tugas, memang belum stabil kemampuan pemeriksaan spesimen di seluruh laboratorium dan laboratorium rata-rata bekerja pada hari kerja sedangkan pada hari libur ini yang bekerja belum semuanya.
“Nah, oleh karenanya upaya-upaya bersama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), kami minta bantuan kepada Ketua Umum PB IDI sehingga bisa mem-backup seluruh gugus tugas daerah, termasuk adanya laboratorium di sejumlah kabupaten/kota dan diharapkan hasilnya pun akan bisa lebih optimal karena kehadiran dari IDI wilayah,” urai Kepala BNPB.
Soal egosektoral, Kepala BNPB jelaskan laboratorium ini terdiri dari beberapa instansi, ada BPOM, Kementerian Pertanian, perguruan tinggi, dan juga dari BUMN, serta tentunya Balitbangkes.
Seluruh instansi, menurut Kepala BNPB, yang memiliki laboratorium ini belum terintegrasi dan selama ini seluruh laboratorium itu hanya melapor kepada instansi vertikalnya.
“Nah, di sinilah tantangan kami untuk bisa mengajak seluruh kepala laboratorium agar bisa memprioritaskan pelaporan kepada gugus tugas. Sehingga ke depan diharapkan laporan dari laboratorium ke gugus tugas ini bisa paralel, tetap melaporkan kepada instansi vertikalnya tetapi juga melaporkan kepada gugus tugas sehingga data harian yang diterima gugus tugas ini bisa lebih akurat,” ungkap Doni.
Menyangkut alat rapid test, Ketua Gugus Tugas menyampaikan bahwa perlu diketahui bersama tingkat akurasi rapid test ini tentunya juga masih rendah makanya sampai dengan sekarang ini WHO belum menjadikan rapid test sebagai satu alat ukur seseorang terpapar Covid-19 dan masih memberikan prioritas pada pemeriksaan swab PCR test.
Masalah pemulihan, Doni jelaskan bahwa Presiden telah menugaskan gugus tugas untuk melibatkan sejumlah pakar, baik pakar di bidang ekonomi, pakar di bidang sosiologi, sehingga langkah-langkah yang akan diambil nanti itu tepat.
“Ini semata-mata adalah untuk melindungi bangsa kita, warga negara kita agar tidak terkapar karena PHK. Kalau kita tidak menyiapkan strategi dan memberikan prioritas apa yang harus kita lakukan, maka tentunya kita tidak fokus dalam menangani hal-hal yang berhubungan dengan penyelamatan kehidupan masyarakat,” ujarnya.
Yang terkapar, sambung Doni, otomatis adalah mereka yang kehilangan pendapatan dan tidak memiliki kemampuan untuk berbelanja sehingga akses untuk mendapatkan konsumsi yang berkualitas pun berkurang.
“Nah, ketika ini terjadi maka masyarakat yang terkapar ini pun sangat berpotensi menjadi terpapar. Kita tidak ingin, sudahlah risikonya besar karena terpapar lantas diakibatkan karena kesiapan kita kurang, semakin banyak yang terkapar,” katanya.
Ia mengajak untuk bekerja sama bagaimana semuanya bisa mencegah masyarakat tidak terpapar Covid-19, tetapi juga harus melindungi warga negara agar tidak terkapar PHK.
Menyangkut masalah PSBB dan transportasi yang dibuka, Ketua Gugus Tugas mengingatkan tidak ada mudik titik, tidak ada mudik titik.
“Dan seluruh pimpinan di daerah untuk tidak lagi terpengaruh oleh beberapa berita-berita yang dikirimkan berupa video misalnya. Ini dapat menyesatkan dan kalau ada hal-hal yang dapat meragukan atau menimbulkan keraguan, sebaiknya langsung bertanya kepada pimpinan di daerah,” imbuhnya.
Menurut Doni, ada Ketua Gugus Tugas tingkat provinsi, kabupaten/kota, unsur wakil-wakilnya dari TNI dan Polri yang tentunya bisa memberikan informasi yang akurat sehingga seluruh masyarakat tidak terpancing.
“Kami juga mendapatkan informasi adanya sejumlah travel yang berusaha untuk menjaring para pemudik untuk pulang. Sekali lagi, kalau ini ketahuan dan dapat membahayakan keselamatan masyarakat di daerah asal atau di kampungnya maka mereka yang melanggar ketentuan PSBB itu bisa dikenai Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018, yaitu pidana dan denda,” tandas Ketua Gugus Tugas.
Oleh karenanya, Ketua Gugus Tugas mengingatkan untuk sayang dengan diri dan keluarga.
Kalau ingin sayang dengan keluarga di kampung, lanjut Doni, maka untuk sementara waktu jangan mudik dulu, jangan bertemu dengan orang-orang yang dicintai di kampung halaman dan cukup lebaran dengan metode virtual.
“Saya yakin kalau kita semua sabar, kalau kita semua disiplin, kita akan segera memutus mata rantai penularan sehingga kita mungkin bisa lebih cepat memulai hidup normal dengan protokol-protokol kesehatan,” ungkapnya.
Ketua Gugus Tugas menekankan bahwa kesabaran serta kedisiplinan, akan bisa melindungi diri, keluarga, dan termasuk melindungi masyarakat di sekitarnya.
“Kita harus bisa menunjukkan diri kita sebagai patriot, kita juga harus bisa menjadikan diri kita sebagai bagian dari pahlawan-pahlawan kemanusiaan, ketika kita bisa menyelamatkan warga masyarakat lainnya,” jelas Kepala BNPB.
Masalah asrama haji, menurut Doni, untuk memudahkan pengawasan kepada ribuan ABK, PMI, dan juga para pelajar yang kembali ke tanah air, maka solusi yang terbaik adalah menyiapkan tempat isolasi yang gampang diawasi.
“Setelah mereka melalui beberapa pemeriksaan, termasuk khususnya PCR test, sudah dijamin oleh tim dokter yang ada bahwa mereka negatif, baru mereka bisa dikembalikan,” pungkasnya seraya menambahkan bahwa yang masih diragukan tetap dipertahankan berada di asrama haji dan yang secara medis menunjukkan gejala itu akan dirawat di rumah sakit darurat Wisma Atlet.
Kurva Melandai
Sementara itu, Tim Pakar Gugus Tugas, Wiku Adisasmito, menyampaikan terkait dengan kurva melandai, datanya bisa dilihat di www.covid19.go.id tentang sebaran kasusnya serta distribusinya.
“Tapi saya akan langsung masuk kepada bagaimana kurvanya, laju kasusnya, tapi dilihatnya laju kasusnya ini berdasarkan kasus mingguan. Mingguan dari 10 provinsi terbanyak di Indonesia. Jadi kondisinya seperti ini yang ada,” ujar Wiku.
Menurut Wiku, memang sempat di bulan April meningkat ada titik tertentu di sebelah tengah di atasnya April dan di sini terlihat total kasusnya jumlahnya 1.900 serta kontribusinya dari setiap provinsi berapa ada di sini, memang DKI yang kontribusi paling besar.
“Kemudian sempat melandai sedikit, kemudian ini adalah minggu terakhir atau minggu lalu, total kasusnya 2.237,” kata Wiku.
Sebenarnya yang dimaksud dengan kurva melandai, menurut Wiku, adalah suatu tren yang harusnya dilihatnya tidak boleh hanya harian, tetapi mingguan.
Apabila tren mingguannya makin lama makin menurun, tidak harus banyak, tetapi menurun terus, tambah Wiku, itulah yang disebut sebagai melandai.
“Kurvanya tidak melandai, konteksnya laju penambahannya yang menurun. Otomatis jumlah total kumulatifnya akan menjadi akhirnya stagnan dan landai,” katanya.
Khusus untuk DKI, lanjut Wiku, ini bisa dilihat memang sempat tinggi pada bulan April kemudian menurun dan akhirnya naik lagi. Ia menambahkan bisa saja naiknya juga karena testing-nya yang makin banyak, maka dari itu melihat tren ini harus tidak boleh hanya harian, tetapi beberapa minggu.
“Kita juga bisa lihat di provinsi lainnya, misalnya kita cari Jawa Barat sebelahnya DKI. Sempat menurun bagus kemudian naik lagi pada minggu lalu selama satu minggu, ini total kumulatifnya satu minggu yang lalu lajunya. Jadi inilah yang seharusnya menjadi alat navigasi,” ujarnya.
Di akhir, Wiku jelaskan bahwa satu data penting sekali untuk menunjukkan trennya dan nanti apabila terjadi beberapa aktivitas ekonomi dibuka, dasarnya harusnya melihat dari per daerah bukan hanya nasional. (MAY/EN)