Antisipasi Putusan Bank Sentral AS, Pemerintah Siapkan Paket Kebijakan Ketujuh
Pemerintah melalui Menko Perekonomian Darmin Nasution telah mempersiapkan draf Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 7. Draf ini akan dibahas di sela-sela jadwal Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin beberapa rapat terbatas hari Jumat (4/12) ini, dan akan segera diumumkan kalau sudah siap.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, Paket kebijakan yang ke-7 itu difokuskan ke beberapa hal, terutama untuk menstimulasi, memudahkan, dan juga mengantisipasi kalau betul-betul Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve menaikkan suku bunga.
Kita sudah siap, baik dari segi efisiensi, segi produktivitas, dan juga kemudahan berusaha bagi dunia usaha, kata Pramono kepada wartawan yang mencegatnya sebelum mengikuti rapat terbatas di kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/12) pagi.
Menurut Pramono, salah satu poin dalam Paket Kebijakan ke-7 itu adalah menyangkut kemudahan berusaha bagi dunia usaha, utamanya masalah daftar negatif investasi (DNI).
Jadi hal yang berkaitan dengan daftar negatif investasi, karena memang ada beberapa yang dikeluhkan kenapa angkanya nanggung, misalnya 33 persen, kenapa tidak tetap dijaga mayoritas kontrol tetap oleh bangsa Indonesia, di mana sampai dengan 51 persen negative list-nya dinaikan. Itu salah satu hal yang dibicarakan, jelas Pramono.
4 Ratas
Seskab Pramono Anung juga menyampaikan, bahwa Presiden Jokowi hari ini dijadwalkan akan memimpin 4 (empat) rapat terbatas (ratas). Yang pertama berkaitan dengan orbit satelit, kedua berkaitan dengan Aparatur Sipil Negara (ASN), ketiga mengenai Batam, Bintan, Karimun, dan terakhir berkaitan dengan buah dan pohon holtikultura.
Jadi empat itu yang akan dibahas pada hari ini, dan mudah-mudahan beberapa hal terutama yang menyangkut satelit segera bisa diputuskan oleh Presiden, kata Pramono.
Masalah satelit ini, lanjut Pramono merupakan lanjutan ratas yang kemarin. Ia menyebutkan, Indonesia mempunyai orbit, satelit di salah satu orbit, yang perlu segera diputuskan oleh Presiden, karena batas waktunya adalah tanggal 7 Desember.
Karena orbit itu digunakan terutama di bidang pertahanan, keamanan, kelautan, maka Presiden memberikan arahan untuk bagaimanapun orbit itu harus tetap menjadi milik bangsa Indonesia, terang Pramono. (DND/JAY/OJI/ES)