Arahan Presiden Joko Widodo Kepada Direktur Utama BUMN Pada Rapat Kerja Pemerintah Di Istana Negara, Jakarta, 21 Oktober 2015
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sebelum menyampaikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan BUMN, saya ingin memberikan terlebih dahulu mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi makro negara kita. Kedepan saya kira meskipun di depan pahit, di depan berat, kita harus melakukan tranformasi fundamental ekonomi Indonesia. Apa itu? Membalikkan dari tumpuan konsumsi menuju ke produksi. Jadi konsumsi menuju ke investasi. Dari konsumsi menuju ke industrialisasi. Arahnya ke epan kita titiknya ada disitu.
Oleh sebab itu, misalnya kayak PTP harus punya visi kedepannya bagaimana, misalnya karet itu diolah menjadi barang jadi. Yang punya sawit juga bagaimana CPO diolah menjadi barang-barang jadi atau setengah jadi. Dan kita tidak usah pesimis mengenai kondisi ekonomi negara kita. Karena dengan angka-angka yang saya dapatkan, jangan sampai kita membandingkan 1998 dengan 2015. Sangat beda sekali. Coba kita lihat pertumbuhan ekonomi. 1998 itu jatuh pada minus 13. Saya hanya mengingatkan saja. 2015 masih 4,7. Yang terakhir saya dapat info dari Menteri Keuangan pada triwulan yang ketiga ini sudah pada 4,85. Artinya dasarnya sudah mentok, kemudian kita mau naik, merangkak naik. Dan yang kita harapkan nanti pada triwulan keempat berapa Pak Menteri kira-kira? Diatas 5 dikit. Yang ngomong Menteri Keuangan, bukan saya.
Kemudian coba dibandingkan nilai tukar rupiah. 1998 itu Rp 16.500, sekarang Rp 13.600-13.700. Tetapi tolong dibedakan. 1998 itu berangkatnya dari berapa? 2.000. Meloncat ke 16.000, 8 kali lipat, 800%. Sekarang dari Rp 12.500 waktu kita masuk, sekarang Rp 13.600-Rp 13.700. 8% perubahannya. Ini jangan disambung-sambungkan. Nggak sambung, menyebabkan kita pesimis ya seperti itu. Karena angkanya sudah kayak 1998, padahal berbeda.
Kemudian coba dilihat non performing loan. Ini kan ada yang dari bank-bank, saya kira ngerti semuanya. 1998 itu 30%. 30 atau 32 seingat saya. 30%. Nah sekarang masih 2,6 2,8. Jauh sekali. Sangat beda sekali. Kemudian rasio-rasio yang lain. Saya kira memang kita masih punya pertumbuhan yang baik dan kita berharap ke depan kalau arahnya betul, garisnya betul, dan semuanya mengikuti dari pusat ke daerah. Tadi kita sudah berbicara dengan Gubernur, Bupati, Walikota. Semuanya satu arah saya kira memudahkan kita untuk menggerakkan.
Dan ke depan seperti pada pertemuan yang pertama dulu sudah saya sampaikan bahwa kita ini semuanya ingin kita sederhanakan, kita simpelnya. Baik lewat paket-paket kemarin, yang pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam. Nanti paketnya kita sempurnakan terus. Nggak akan berhenti, bisa keseratus, bisa kedua ratus, bisa keempat ratus, terus setiap seminggu, setiap dua minggu. Biar Menteri Koordinator Perekonomian setiap minggu mengeluarkan paket. Yang menyederhanakan, yang membuat mudah, yang membuat cepat. Karena kompetisi antar Negara ini memang memerlukan itu, tidak ada jalan yang lain.
Inflasi, saya kira kita patut bersyukur. September kemarin minus 0,05. Dan kita harapkan nanti sampai akhir tahun kira-kira mungkin tidak ada 4. Sangat langsung, sangat drastis sekali dibanding tahun yang lalu. Yang biasanya kita diatas 10. Tahun yang lalu kita berapa? 8,5 ya? 8%. Ini saya kira sangat bagus sekali untuk kita menuju kedepan. Dan nanti kita harapkan bunga bank bisa menurun karena inflasi sudah turun.
Terus pembangunan tidak Jawa sentris, harus keluar Jawa. Saya kira BUMN juga sama, harus mempunyai visinya jangan Jawa sentris lagi tetapi seluruh Indonesia. Bisa Indonesia Timur, bisa Kalimantan, bisa Sulawesi, Maluku, Papua, NTT. Pengembangan bandara kita juga kita terus fokus. Fokusnya 5 tahun ini adalah pada infrastruktur dan pangan. Kesana. Tol saya kira sudah dimulai dibangun semuanya, yang Lampung ke arah Palembang untuk tol trans Sumatera. Nanti kita harapkan di Samarinda ke Balikpapan. Bitung ke Manado yang sudah dimulai.
Waduk saya kira, BUMN ada yang itu nggak ngurus waduk. Ada 49 waduk yang dibangun, artinya nanti misal kayak PTP, hal-hal yang berkaitan dengan pertanian, dengan pangan itu ikut masuk ke kanan kiri yang sudah infrastuktur ini dibangun. Listrik saya kira 35 ribu MegaWatt saya minta. Mana Dirut? Nggak boleh ditawar. 35 ribu MegaWatt itu kebutuhan.
Kereta api bulan depan saya sudah minta agar di Sulawesi dimulai. Tahun depan di Papua. Nanti tolong, BUMN menyesuaikan ini. Ini ada garisnya BUMN langsung menyesuaikan. Paket-paket kebijakan tadi sudah saya sampaikan baik yang berkaitan dengan keringanan pajak, yang berkaitan denga tarif listrik. Ini semuanya untuk apa? Untuk pertumbuhan ekonomi kita yang lebih baik ke depan. Juga penurunan harga BBM yang hitung-hitungannya, semuanya dari Bapak Ibu dan Saudara-saudara semuanya.
Ini yang pelayanan-pelayanan seperti ini yang terus kita lakukan. Coba dilihat kayak izin listrik. Dulu ada 49 izin. Kemudian sekarang dipotong menjadi 25 izin. Dulu selesainya 3 tahun, sekarang 256 hari. Tetapi tetap saya tidak mau kalau diberi angka-angka seperti ini. Masih bulan, masih tahun, nggak. Saya maunya jam. Ngurus izin itu jam.
Saya sudah sampaikan ke Kepala BKPM. Jam urusannya. Ke Menteri juga jam. Ke PLN juga jam. Artinya sistem yang harus dibangun. Cari programmer, suruh nyiapin gimana sih cara ngurusin izin yang cepat. Nggak kita siapin sendiri. Nggak usah pinter-pinterlah masalah computerize. Tetapi bisa merintah programmer untuk bikin program izin yang cepat itu seperti apa. Jadi kalau kemarin Menteri menyampaikan ke saya, Pak sekarang di urusan perindustrian dari 19 izin menjadi 11 izin. Ya sudah dipotong separo. Yang dari 672 berarti 2 tahun, izin sekarang hanya menjadi seperempatnya, 152 hari. Nggak, saya tidak mau dengar, pakai hari, apalagi sampai 152 hari. Berarti 5 bulan.
Kalau kita kalah cepat, kalau kompetisi, nggak punya competitiveness, habis kita. Kita ini sudah ditinggal. Tadi saya berikan contoh ke Bupati/Walikota. Waktu kita ke Uni Emirat Arab, ke Qatar. Betapa mereka sangat simpel dan cepatnya. Betapa mereka sangat sederhananya memotong masalah izin-izin itu. Sehingga cepat sekali. Uni Emirat Arab hanya 1 jam mengurus izin.
Saya mungkin sudah cerita, saya pernah mengalami sendiri. Datang ke kantor perekonomian bawa syarat, berikan. Bapak ke kantor notariat di gedung sebelah. Saya datang ke gedung sebelah, bawa. Bapak kembali lagi ke meja yang tadi saya datang. Nggak ada 1 jam izin saya pegang. Bisa bangun pabrik, bisa sewa showroom, bisa bikin kantor, rampung. Padahal, ini yang ngomong sheikh-nya sendiri, Sheikh Mohammed ngomong sendiri. Presiden Jokowi, tahun 1970, kita dari Dubai ke Abu Dhabi itu masih naik onta. 5 tahun ke tahun 1975, dari Dubai ke Abu Dhabi masih naik truk kita. Sekarang bapak, ibu lihat disana, saya kira sudah pernah kesana semuanya. Dubai ke Abu Dhabi saya kira hampir semua orang kesana. Semua naik mobil mewah, Mercy, BMW dan lain-lain. Betapa kecepatan sangat cepat sekali. Kuncinya sekali lagi ada disitu. 1 jam tadi menyelesaikan masalah. Ini baru contoh.
Ini yang harus ktia tiru. Ini yang harus kita deregulasi, debirokratisasi. Juga di BUMN harus merubah diri. Kalau tidak sudahlah, saya jamin pasti sudah ditinggal kereta. Nggak tahu bisa BUMN-nya tutup atau di-merger atau tidak ngerti. Posisinya sudah kompetisi seperti ini. Tidak bisa ditanya lagi siap atau tidak siap, harus siap. Nggak ada pertanyaan lagi selain itu. Pelabuhan nggak efisien ditinggal pasti. Karena nanti akan ada pelabuhan baru yang akan dibangun. Ya mungkin pelayanannya akan lebih cepat. Nggak ada lagi dwelling time sampai seminggu, dua minggu. Jangan bicara itu kalau tidak bisa membuat dua hari, tiga hari. Akan ditinggal kita. Ini memang eranya sudah era kompetisi.
Tugas dan fungsi BUMN memang kita arahkan untuk mendapat keuntungan. Tetapi juga kontribusi dan peran aktif menghasilkan multiplayer effect bagi akidah-akidah perubahan pembangun, akidah-akidah kecepatan membangun. Saya kira arahnya kesana. Men-trigger agar pembangunan bisa segera ngebut dan cepat. Saya akan mulai. Ini karena dollar sudah agak mereda, saya akan mulai pantau, satu persatu BUMN kita. Saya sudah punya angka-angkanya. Yang baik ya baik, dan yang merugi, semuanya akan saya lihat.
Jadi pada pertemuan pertama sudah saya sampaikan. Holdingisasi BUMN-BUMN yang akan memperkuat, tolong dipersiapkan. Karena memang kalau kita lihat, Temasek maupun k\Khazanah itu sangat cepat melesat karena holdingisasinya benar. Entah membangun holding, subholding itu saya kira urusan di Menteri BUMN. Tetapi saya ingin agar BUMN-BUMN kita ini menjadi besar, entah lewat re-evaluasi aset dan lain-lain itu. Saya kira urusan Menteri. Yang jelas saya ingin BUMN kita menuju BUMN yang besar, BUMN yang lincah, BUMN yang kuat. Terserah.
Bisa dimulai dengan virtual holding dulu nggak apa-apa. Tetapi betul-betul sudah memulai. Sehingga menjadi sebuah sistem, tidak bekerja sendiri-sendiri. Seperti Pelindo itu harusnya sudah mulai mengarah kesana. Sehingga Pelindo 1,2,3,4 itu semuanya dalam sebuah sistem logistik nasional yang menjadikan betul-betul barang kita murah. Biaya transportasi murah, biaya distribusi logistik murah. PTPN saya kira juga bisa memulai untuk itu dan lain-lain. Mungkin dimulai dengan barengan dulu, sinergi BUMN dalam pengembangan, kerjasama, operasi, aliansi dan konglomerasi antar BUMN. Sehingga bisa menggerakkan pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Arah kesana harus segera dimulai. Saya sudah perintahkan ke Menteri BUMN agar secepatnya ini bisa dipaparkan peta jalan dan roadmap ke depan seperti apa.
Dan juga BUMN juga mulai terbuka dan siap untuk joint venture. Teknisnya saya serahkan. Tetapi harus ada kalkulasi dan hitung-hitungan. Beberapa sudah mulai dan itu kelihatan membesar dan kelihatan memberikan kontribusi yang baik kepada Negara. Kelihatan. Kalau tidak ya kita akan begini-begini terus. Saya lihat yang sudah berani joint langsung kelihatan besar. Kelihatan manajemennya lebih baik. Saya kira banyak sekali sekarang ini keinginan dari investasi luar untuk joint venture. Ya yang paling penting dihitung, dikalkulasi, dilihat performa dari yang ingin joint seperti apa. Tetapi yang paling penting adalah dalam rangka hilirisasi, dalam rangka industrialisasi, termasuk di dalamnya adalah transfer teknologi. Ada fungsi-fungsi itu yang harus mempercepat sehingga perkembangan pembangunan BUMN kita ini betul-betul bisa mendorong ekonomi, mendorong transfer teknologi, semuanya.
Negara-negara yang lain menggunakan BUMN untuk menjadi penggerak. Kenapa kita tidak. Dan saya sudah perintah kepada MenterI BUMN juga. Kira-kira Dirutnya, Manajemennya, Direksinya nggak bisa mengikuti arah ini ya sudah, cepat ganti. Nggak ada yang lain kalau saya. Sudah. Karena saya ingin BUMN kita ini mau berpikir besar. Menjadi global player. Menjadi pemain global. Saya kira banyak yang sudah masuk juga. Bank sudah, semen sudah, konstruksi sudah. Yang lain-lain juga harus seperti itu.
Ini kesempatan, kalau ada momentum tidak digunakan kemudian kita hanya begita-begitu saja, maju tidak, mundur tidak, berhenti. Maju tidak, mundur iya, saya lihat banyak. Saya sudah nggak mau lagi dapat cerita-cerita seperti itu. Saya kira kesempatan banyak sekali yang bisa kita lihat. Misalnya pembangunan dan kebangkitan industri pertahanan dalam negeri saya kira bisa didorong. Tetapi sekali lagi dengan visi yang besar. Sudah bertahun-tahun mandeg seperti itu ada yang keliru. Sudah untung Pak, bukan itu. Apalagi rugi. Saya disodorin untung saja nanti dulu. Sudah kita suntak-suntik, suntak-suntik untuk apa. Saya kira harus ada gagasan-gagasan baru, harus ada ide-ide baru agar BUMN-BUMN kita ini bisa betul-betul berubah. Perilaku, paradigma, saya kira yang ada didalam harus berubah.
Dan mendukung pembangunan perumahan misalnya 1 juta. Yang berkaitan dengan ini langsung, tidak usah diperintah, sudah ngerti. Saya masuk, saya akan masuk kesini. Dan saling berbicaralah antar BUMN. Jangan saling bersaing. Apalagi saling tabrak-tubruk. Nggak bisa seperti itu lagi. BUMN itu pemiliknya sama. Bapak, ibu, saudara-saudara harus sadar itu. Pemiliknya sama. Saya berikan contoh, dulu kan saya pernah berikan contoh. Buat ATM sendiri-sendiri, Mandiri sendiri, BRI sendiri, BNI sendiri, BTN sendiri. Jejer-jejer kita lihat. Kenapa sih nggak buat satu kotak saja. Sistemnya sama, kartunya saja yang berbeda-beda. Ternyata setelah dihitung-hitung ternyata bisa mendapat berapa? 30 Triliun. Haduh, duit segitu hilang gara-gara kita nggak rukun.
Lihat juga hal yang berkaitan dengan gas. Ada gas disini. Verta Gas ada, PGN ada? Sama nggak rukun. Pipa buat sendiri-sendiri, mau nabrak saja nggak mau, saya tahu karena saya dulu Gubernur Jakarta. Ini ngajuin sendiri, yang satu ngajuin sendiri. Lho kok nggak bareng-bareng Pak. Nggak Pak, kita bersaing kok. Bagus, waktu saya masih Gubernur ya saya harus bagus-bagus, gitu saja. Sekarang nggak mau saya. Harus kita kendalikan. Untuk apa? Efisiensi.
Kemudian program swasembada pangan. Kita sudah teriak-teriak swasembada pangan. BUMN juga harus pegang itu. Apa yang bisa dikontribusikan kesana. Pupuknya, benihnya, nggak usah diperintah juga harus siap. PTP-nya. Ini kan masih banyak yang berasnya masih impor, jagungnya masih impor, kedelai masih impor, gula masih impor, daging masih impor, kenapa kita tidak substitusi barang-barang impor ini tidak kita kerjakan. Langsung ambil. Kerjakan. Tanah-tanah kita kan banyak, tanah perhutani banyak, tanah Inhutani banyak, tanah PTP banyak. Banyak tanah-tanah kita ini yang tidak produktif karena memang kita tidak mempunyai visi besar untuk membesarkan BUMN.
Kemudian peningkatan transportasi massal kota. Harus mulai dipikirkan oleh BUMN yang berkaitan dengan kereta. Entah PT KAI, entah PT Karya-karya yang konstruksi. Berpikir gimana Jakarta dan Bekasi, Depok, Tangerang, Bogor ini bisa dikoneksikan. Gimana yang sudah padat seperti Surabaya, Palembang, Medan, Makasar sudah mulai dipikirkan. Dengan kalkulasi dan hitung-hitungan.
Dan yang terakhir saya kira Pak Menko Polhukam dengan Pak Kapolri, Pak Jaksa Agung dan Ketua KPK sudah pernah bertemu? Dengan Dirut BUMN saya juga segera ditemukan. Tidak hanya dengan PLN saja. Saya kira dengan seluruh BUMN agar temukan, biar visinya sama. Biar tidak ragu-ragu memutuskan. Tidak ragu-ragu paraf. Paraf saja pada takut, ngapain. Tanda tangan takut, ngapain. Kalau tidak ingin ngambil uang, kalau tidak merencanakan untuk berbuat itu, ngapain takut. Saya kira hal-hal ini yang ingin saya sampaikan pada sore hari ini.
Saya hanya ingin memberikan arahan agar garisnya tetap sama, jangan ada yang belak-belok. Belak-belok dari garis yang sudah kita arahkan. Sekali lagi ke depan saya bisa segera mendapatkan gambar sektor konstruksinya seperti apa, sektor pelabuhannya seperti apa, sektor perbankannya mau mengarah kemana, sektor transportasinya, roadmap dan peta jalannya seperti apa. Sehingga semuanya mempunyai mimpi yang sama yang kita harapkan sesuai pertemuan pertama yang saya sampaikan BUMN menjadi sebuah lokomotif penggerak pembangunan di Negara kita.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini, silahkan kalau ada yang ingin menambahkan.
(Humas Setkab)