Arahan Presiden Joko Widodo pada Kunjungan Siswa Taruna Nusantara, 9 April 2018, di Istana Negara, Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 9 April 2018
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 4.843 Kali

Logo-Pidato2Bismillahirahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi semuanya,
Syalom,
Om swastiastu namo buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Pak Menteri Sekretaris Kabinet, Bapak Kepala Staf Kepresidenan,
Yang saya hormati Kepala Sekolah, para pamong, para pendidik, serta orang tua siswa- siswi SMA Taruna Nusantara,
Dan yang saya banggakan, yang saya cintai anak-anakku semuanya, para siswa-siswi Taruna Nusantara.

Selamat pagi!

Saya senang pada pagi hari ini bisa bertemu dengan siswa-siswi SMA Taruna Nusantara. Saya pernah ke sana sekali dan saya juga sudah ditunjukkan fasilitas-fasilitas yang ada di SMA Taruna Nusantara.

Dan pada kesempatan yang baik ini saya ingin menyampaikan beberapa hal.

Yang pertama, yang berkaitan dengan negara kita. Saya ingin anak-anakku semuanya tahu bahwa negara kita Indonesia ini adalah negara besar. Kita harus tahu dan harus sadar bahwa negara kita ini adalah negara besar. Indonesia adalah negara besar dengan penduduk sekarang ini sudah dua ratus enam puluh tiga juta dan masuk dalam ekonomi enam belas besar dunia. Kita juga memiliki 17.000 pulau, harus mengerti semuanya, 714 suku yang berbeda-beda. Artinya, negara kita adalah negara yang plural, majemuk. Memiliki 1.100 lebih bahasa daerah/bahasa lokal. Dan saya amat bangga sekali bahwa siswa-siswi SMA Taruna Nusantara ini komplet, dari Sabang sampai Merauke ada, dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote semuanya ada di SMA Taruna Nusantara.

Oleh sebab itu, sebagai sebuah negara besar wajar, apalagi kita akan menuju ke sebuah negara dengan ekonomi yang kuat, ini hitung-hitungan dari Bappenas, hitung-hitungan dari McKinsey, hitung-hitungan dari Bank Dunia, di 2030 kita akan menjadi sepuluh besar negara dengan ekonomi terkuat. Dan di 2045, pada saat Saudara-saudara mencapai karir-karir yang baik, Indonesia akan menjadi lima besar ekonomi terkuat dunia. Bisa nomor empat nanti kalau kita bekerja keras terus menuju 2045. Kita akan berkejar-kejaran dengan Amerika, India, dan China. Ini nanti yang diperkirakan menjadi ekonomi terkuat, empat besar ekonomi terkuat di dunia.

Oleh sebab itu, sekali lagi bahwa untuk menuju ke sana, negara yang besar itu, tidak mungkin bahwa kita ini bermalas-malasan, enggak mungkin. Atau kita bermanja-manjaan, enggak mungkin. Atau keinginan kita ini ingin instan, langsung meloncat menjadi negara yang kuat ekonominya, juga tidak mungkin. Enggak ada rumusnya seperti itu. Negara ini akan menjadi negara yang kuat ekonominya  kalau kita mampu mengatasi rintangan-rintangan yang ada. Kalau kita mampu mengatasi hambatan-hambatan yang ada. Kalau kita mampu mengarungi ujian-ujian yang ada. Pasti diuji, pasti ada rintangan, pasti ada hambatan, dan mampu mengatasi cobaan-cobaan yang ada.

Oleh sebab itu, sebagai generasi yang nantinya akan memimpin negara ini, yang hadir di sini itu harus tahan banting, tahan uji, enggak cengeng, dan enggak manja-manjaan apalagi bermalas-malasan. Lupakan itu. Sekali lagi, kalau kita ingin negara ini menjadi negara besar dan negara yang kuat ekonominya harus kita usahakan dengan kerja keras, dengan usaha keras, dengan ikhtiar yang keras.

Yang kedua, perlu saya ingatkan bahwa sekarang ini terjadi perubahan global yang begitu sangat cepatnya, begitu sangat cepatnya. Ada advanced robotic, ada artificial intelligence, ada internet of thing, harus mengerti semuanya hal-hal seperti ini. Sekarang pembayaran juga sudah mulai dengan uang elektronik, baik yang chip based maupun yang server based. Harus mengerti semuanya karena arahnya pasti akan ke sana perubahan itu.

Dan ingat juga bahwa  sekarang ada yang namanya revolusi Industri 4.0. Yang itu tadi sudah mulai masuk ke advanced robotic, masuk ke internet of thing, masuk artificial intelligence yang menurut risetnya McKinsey, di  2015 McKinsey sudah riset mengenai ini mengenai revolusi industri 4.0, dalam risetnya McKinsey menyampaikan bahwa revolusi industri 4.0 ini dampaknya akan tiga ribu kali lipat lebih dahsyat dari revolusi industri yang pertama. Hati-hati. Artinya perubahan ini akan sangat cepat sekali, akan sangat cepat sekali.

Yang bisa mengantisipasi dan bersiap diri untuk menyambut ini siapa? Saudara-saudara, bukan yang lain-lainnya, yang akan memegang tampuk pimpinan-pimpinan baik di tingkat kabupaten/kota, di tingkat provinsi, maupun di tingkat nasional maupun di tingkat manajerial di perusahaan-perusahaan besar. Saudara-saudara, bukan yang lain-lain.

Sekali lagi, McKinsey mengatakan kecepatan perubahannya akan sepuluh kali lebih cepat dan dampaknya akan tiga ratus kali lebih luas. Jadi kalau sepuluh kali tiga ratus, artinya tadi, tiga ribu kali lebih cepat dampaknya dari revolusi industri yang pertama. Sehingga, ya kita enggak perlu takut tapi harus menyiapkan diri. Belajar, berusaha sekeras mungkin agar kita bisa justru mengambil peluang dari revolusi Industri 4.0 ini. Kalau kita siap ya kita bisa mengambil peluang.

Saya berikan contoh misalnya, sekarang sudah mulai misalnya yang dekat saja di Changi Airport, di Singapura. Sekarang yang namanya menyapu lantai sudah bukan orang lagi, pakai robot. Sudah mulai seperti itu. Hati-hati. Kemudian Pemerintah Dubai, ini di Uni Emirat Arab, tahun lalu sudah mengumumkan niatnya untuk dua puluh lima persen dari semua bangunan baru di Dubai itu dua puluh tahun kedepan akan memakai teknologi 3D printing. Guna mempercepat proses konstruksi dan supaya proses konstruksi ini lebih efisien, mengurangi pemborosan, dan ini sangat menghemat biaya konstruksi, bisa sepertiganya. Hati-hati menghadapi seperti ini. Membuat rumah misalnya satu hari selesai, biayanya lebih murah.

Beberapa hotel sekarang juga sama, sudah bereksperimen. Jasa-jasa tertentu ini dilayani oleh robot, misalnya mengantarkan makanan, room service. Hati-hati menghadapi seperti ini. Inilah perubahan global yang begitu sangat cepatnya yang tadi saya sampaikan dan dampaknya bisa tiga ribu kali lipat dari revolusi industri yang pertama.

Oleh sebab itu, yang ketiga perlu saya sampaikan, pemerintah sekarang ini memang pada tahapan besar yang pertama baru mau menyiapkan pondasi infrastruktur dalam rangka kompetisi dan persaingan. Kenapa jalan tol dibangun, baik di Jawa maupun di luar Jawa, airport baru dibangun atau airport yang sudah ada di perluas lagi, pelabuhan dibangun baik pelabuhan besar, pelabuhan kecil maupun pelabuhan sedang. Karena itu merupakan basic, landasan. Jangan berpikir seperti tadi, kalau yang pondasinya saja kita belum selesaikan jangan berpikir advanced robotic, berpikir artificial intelligence, jangan berpikir internet of thing, kalau urusan yang sangat fundamental saja belum kita kerjakan.

Seperti misalnya pelabuhan besar kita di Sumatra yang saat ini masih dalam proses, insyaallah nanti akhir tahun ini selesai, Kuala Tanjung misalnya.  Ini pelabuhan baru yang kita bangun sehingga kita harapkan kapal-kapal besar semuanya bisa masuk ke sana. Pelabuhan Tanjung Priok juga diperluas sehingga juga kapal sebesar apapun bisa merapat ke pelabuhan kita. Makassar Newport juga sama, dibangun untuk apa? Agar kapal-kapal besar semuanya bisa merapat. Dan sampai nantinya di Sorong kita akan bangun pelabuhan-pelabuhan itu.

Tanpa itu, kita ingat sekali lagi, bahwa 17.000 pulau yang kita miliki membutuhkan infrastruktur-infrastruktur itu. Konektivitas, koneksi antarpulau, koneksi antarprovinsi, koneksi antarkabupaten dan kota itu memerlukan sarana dan prasarana yang tadi saya sampaikan.

Juga pelabuhan-pelabuhan kecil, misalnya di Halmahera Tengah, saya berikan contoh Tapaleo misalnya. Pelabuhan kecil tapi itu diperlukan. Enggak bisa tidak. Pulau enggak ada pelabuhan bagaimana kita mengantarkan semen, sembako, beras, gula menuju ke sana dan membawa dari sana, misalnya jagung, palawija, pala semuanya untuk keluar dijual ke pulau-pulau yang lain, enggak mungkin. Inilah yang sering saya sampaikan yang namanya tol laut, mengoneksikan/menyambungkan antarpulau, antarprovinsi, antarkabupaten, antarkota yang ada di negara kita, Indonesia.

Bayangkan misalnya, bayangkan misalnya di Papua. Urusan jalan saja, ngurusi jalan saja kita belum selesai, bagaimana mau bersaing? Contohnya ini jalan, kondisi jalan di Papua. Mungkin Saudara-saudara di sini enggak menghadapi situasi seperti jalan di Papua. Ini jalan utama. Yang di Jawa, yang di Sumatra, yang di Sulawesi mungkin tidak mengalami seperti itu tapi saudara kita yang di Papua coba dilihat, jalan seperti itu. Ini jalan utama lho ya, bukan jalan kampung. Seratus kilometer, delapan puluh kilometer, harus tiga hari karena jalannya. Bagaimana kita bisa bersaing? Sampai menanak nasi ditepi jalan. Ya karena itulah. Itu Merauke ke arah Boven, Kabupaten Boven Digoel.

Kenapa ini perlu dibangun? Ya karena kita ingin, sekali lagi, ada sebuah pondasi yang kuat, negara ini bersaing dengan negara-negara lain.

Saya rasa itu mungkin sedikit yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya ingin mengajak kita semuanya optimis menatap masa depan bahwa negara ini akan menjadi sebuah negara besar dengan usaha keras, dengan kerja keras. Dan kita semuanya harus meyakini bahwa apa yang tadi sampaikan bahwa 2045 itu betul-betul Indonesia menjadi negara yang masuk dalam lima besar ekonomi terkuat dunia.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru