Arahan Presiden Joko Widodo saat menerima Menerima Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI) & Pengurus Pusat Asosiasi Profesionalis Elektrikal Indonesia (APEI) di Istana Negara, Rabu 15 Juni 2016

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 15 Juni 2016
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 6.398 Kali

Logo-Pidato2Assalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua.

Yang saya hormati Menteri ESDM dan Menteri PU Pera,
Yang saya hormati Ketua dan seluruh jajaran pengurus dan anggota AKLI dan APEI yang pada pagi hari ini hadir.

Saya kira kita tahu semuanya bahwa pemerintah punya program 35.000 MW, itu untuk pembangkit listriknya. Transmisinya kurang lebih 46.000 kilometer dalam 5 tahun. Banyak yang menyangsikan bahwa itu bisa tercapai karena memang logikanya, kalau pakai hitung-hitungan logika, memang tidak masuk. Karena sampai saat ini, 70 tahun kita hanya punya, informasi yang saya terima, hanya punya 53.000 MW. Ini kok dalam 5 tahun mau nambah 35.000 MW, apakah mungkin?

Sekali lagi ini bukan target, ini kebutuhan. Ini kebutuhan. 35.000 itu kekurangan kita yang harus kita isi secepatnya kalau kita ingin industri kita berkembang, usaha-usaha kecil, usaha mikro, usaha menengah yang ada di kampung, yang ada di desa semuanya juga ikut berkembang. Kemudian anak-anak kita, di banyak sekali kabupaten/kota dan desa juga bisa belajar di malam hari.

Jadi saya sampaikan kepada Menteri, dengan cara apapun ini harus bisa diselesaikan. Kalau biasa kerja satu shift ya sekarang kerja 3 shift. Kalau dengan 3 shift-kan 5 tahun kali 3, 15 tahun artinya, ini dikerjakan siang malam.

Sampai saat ini, akhir Desember  kemarin yang sudah ditandatangani ada 17.300 dan ini sudah beberapa kemarin saya datangi sudah dimulai, dimulai, dimulai. Tetapi sekali lagi, ini pekerjaan besar, pekerjaan besar.

Tentu saja, kalau saya sebetulnya kan sangat senang sekali kalau yang 35.000 MW ini semua anggota dari APEI dan AKLI bisa semuanya terlibat dalam proyeknya. Nanti, setelah ini rampung juga dalam mendistribusikannya ke rumah tangga, ke industri, ke hotel, dan lain-lain. Siapa sih yang bisa melakukan itu? Ya enggak ada yang lain, Bapak/Ibu semaunya. Masa PLN mau nyambungin sendiri, kan enggak mungkin.

Hanya, masukan-masukan tadi, saya masih belum detil. Tolong nanti, mungkin dengan Menteri akan lebih detil. Memang problem negara kita ini terutama di bidang investasi itu, investasi itu jangan berpikir ya, karena selalu kalau saya ngomong investasi orang berpikirnya investor besar, investor asing, tidak. Investasi itu usaha mikro, usaha kecil yang mengembangkan usahanya, yang memperluas usahanya itu juga investor. Usaha menengah yang mengembangkan usaha, memperluas itu juga investor. Jangan selalu, yang keliru itu yang nulis dari media atau yang keliru yang nangkep. Kalau saya itu investasi enggak pernah investor itu mikirnya asing, ndak. Investor itu banyak sekali, ada investor asing, ada investor lokal, ada investor besar, ada investor menengah, ada investor kecil, ada investor mikro, semuanya investor.

Ini urusan kembali lagi ke urusan perizinan. Ya memang perizinan kita ini, apa ya, pertama ruwet, yang kedua bertele-tele, yang ketiga dari meja ke meja enggak rampung-rampung, yang keempat harus mbayar semuanya. Bapak/Ibu mengalami semuanya lah, pindah meja nanti bayar, pindah meja. Ini yang harus kita selesaikan dan ini akan saya selesaikan. Tapi ini pekerjaan besar, pekerjaan besar. Bukan pekerjaan yang mudah juga.

Seperti baru kemarin, saya hapuskan 3.143 perda. Yang di situ saya baca urusan apa? Perda mengenai Perizinan, Perda mengenai Retribusi, itukan menambah masalah saja, menambah ruwet itu perda-perda seperti itu. Sama juga yang di kita, di sini juga, di kementerian-kementerian enggak tahu sudah berapa yang kita hapus. Tidak, kita ini berhadapan dengan kompetisi, berhadapan dengan persaingan antarnegara. Perlu kecepatan, kecepatan memutuskan, kecepatan bertindak di lapangan.

Lah kalau aturannya ribet, ruwet, bertele-tele seperti itu, kecepatannya dari mana? Saya bisa ngomong, saya pernah mengalami. Bapak/Ibu juga sekarang sama juga, kan pelaku-pelaku itu mengalami semuanya. Saya bukan ngomong. Coba, saya berikan contoh mengurus yang kecil sajalah, SIUP. Coba, SIUP saja, masa bisa berminggu-minggu itu urusan apa sih? SIUP itu hanya 1 lembar kayak gini. Tulisannya apa di situ, nama perusahaan, nama pemilik, alamat, modal usaha, jenis usaha apa, hanya itu saja.

Saya pernah datangi itu kantor  yang mengurusi SIUP. Saya datangi, coba saya mau ngerti sebetulnya mengurus SIUP itu yang benar berapa hari atau berapa jam sih. Coba saya datang ke kantor di depan. Di coba, contoh saya mau cari SIUP, sekarang ini syaratnya, diketik computerized, tek tek tek tek tek… saya meniti hanya 2 menit, rampung. Lah kok bisa berminggu-minggu?
Saya tanya, “ini sudah jadi kok bisa berminggu-minggu itu ruwet-nya di mana?” Saya tanya yang di kantor depan.
“Pak ini yang lama yang di lantai 3 Pak.”
Ada lantai 3 itu, “apa lantai 3?”
“Itu Pak, yang tanda tangan di bawah Pak.”
Tanda tangan itu kan enggak ada satu menit, ya ndak? Apa sih tanda tangan ini… 2-3 detik rampung gitu loh. Saya, jengkel saya naik ke atas ke lantai 3. Saya datangi, untung saja kepala kantornya itu enggak ada. Kepala kantornya ada, enggak tahu mungkin saya emosi saya gaplok betul itu. Iya,  paling lama di situ kok. Ternyata yang di front, di depan ini cepat juga. Saya meniti dua menit. Lah kalau ini diantar  ke atas kan yang minta izin enggak usah pulang dong, ditunggu saja. Ke atas – tanda tangan – kembali, “ini Pak”. Selesai. Ini kecepatan, ini persaingan, kompetisi seperti ini, masih tanda tangan sampai berminggu-minggu. Inikan bukan hanya SIUP saja, urusan kita inikan banyak sekali.

Saya lihat di urusan pembangkit listrik saja kemarin berapa, 59 izin. Lembarnya ada 270 lembar coba. Ini gila-gilaan kita ini. Sudah kita potong menjadi berapa? 22, 22 izin, dari 59 izin kita potong jadi 22. Juga masih lama, masih 256 hari, ya masih hampir satu tahun. Ini urusan apa ini? Kapan kita mau cepat? Enggak bisa. Artinya ini problemnya, Pak Ketua. Ini bukan urusan di kelistrikan saja, di semua sektor itu kita bermasalah.

Ini kan kemarin baru 3.143 yang kita langsung hapus. Saya perintah dihapus dan enggak usah pakai kaji-kajian lagi. Kalau pakai kaji-kajian nanti… Saya tanya, kalau pakai kajian berapa? Sebulan hanya dapat 7. Berapa puluh tahun ini akan rampung kalau kayak gini. Enggak, enggak bisa, kita enggak bisa nunggu-nunggu seperti itu. Ada perda, ada aturan, dikaji, dikaji, aduh. Kalau perdanya sudah bermasalah sudah hapus. Masa pakai dikaji, dikaji, berapa tahun kita akan rampung? Langsung hapus. Perintah saya, kumpulin langsung hapus, sudah. Untung kemarin Mendagri-nya juga cepat, langsung. Saya perintah 3 bulan sudah? “Sudah Pak, ini ada 3.143.” Nah hapus, umumin. Sudah, nanti ada peraturan, kita punya aturan berapa? 42.000 aturan regulasi kita. Coba Bapak/Ibu bisa bayangkan pusingnya kayak apa. Yang kita saja pusing apalagi yang pelaku-pelaku.

Saya bisa mbayangin itu pelaku itu kalau mencari izin pusingnya. Mbayangin Bapak/Ibu, saya mbayangin. Tapi saya minta detilnya dari APEI, apa gitu biar detil. Jadi tembakannya bisa langsung kena.

Kalau enggak kita carikan cara-cara cepat seperti itu, enggak rampung-rampung Pak masalah. Kita ini bangsa besar, negara besar, jadi kalau cara-caranya masih cara-cara lama yang kita gunakan, sudah kesalip itu sama negara-negara tetangga kita karena integrasi antarnegara, integrasi antarkawasan enggak bisa kita tolak, sudah. Negara sudah tanpa batas. Kita ini baru masuk ke Masyarakat Ekonomi ASEAN, nanti masuk lagi ke TPP, masuk lagi ke RCEP, masuk lagi ke EFTA-nya EU Uni Eropa, sudah tidak bisa ditolak seperti itu.

Satu-satunya jalan apa? Mempersiapkan SDM kita, mempersiapkan skill kita, mempersiapkan keahlian-keahlian kita agar mampu bersaing dengan mereka. Dan saya yakin kita mampu, kita mampu melakukan itu. Tapi harus dengan cepat, jangan ketinggalan dengan mereka.

Dan tadi yang berkaitan dengan paket-paket pekerjaan, ini apa saja coba, detil, detil, detil. Kita sekarang poinnya gitu saja, tertulis tapi jangan banyak-banyak, satu lembar cukup buat saya. Sekarang kita hal-hal sederhana, simpel saja, usulan satu lembar, saya putusin. Kalau berlembar-lembar aduh bacanya saya malas kita sudah. Sekarang kita harus bekerjanya seperti itu. Ini kecepatan, kecepatan, kecepatan yang dibutuhkan oleh negara kita.

Kemudian yang kedua, saya titip kepada pelaku-pelaku ini di lapangan, Bapak/Ibu semuanya di lapangan, masalah yang berkaitan dengan kualitas pekerjaan. Tolong sampaikan kepada seluruh anggota kalau kualitas pekerjaan ini akan sangat menentukan nantinya kalau ada standarisasi internasional maupun SNI kita. Jadi harus betul-betul, karena mau tidak mau dalam era keterbukaan seperti ini standar-standar itu pasti akan muncul, pasti. Entah bisa dua tahun, entah tiga tahun, entah lima tahun, pasti akan muncul. Siapa yang punya kualitas baik, harganya efisien, dan kecepatan pekerjaan bisa dilakukan, itu yang akan menang.

Pertarungan negara juga hanya itu nanti. Produk dari negara mana yang harganya kompetitif, yang kedua produknya punya kualitas yang baik, yang ketiga delivery-nya jadinya biar cepat, itu yang akan menang. Bapak/Ibu jangan berpikir hanya bekerja di Indonesia saja. Bisa saja Bapak/Ibu semuanya ini mengerjakan di Malaysia, di Myanmar, dan mungkin naik ke kelasnya lagi di Uni Eropa pada integrasi kawasan nanti, akan kejadian. Sudah, bukan bayangan, itu akan kejadian, hanya tahunnya kapan itu yang kita belum tahu. Semuanya akan. Saya yakin kalau di sisi harga kita masih bisa, bisa melawan, harga masih bisa. Asal apa tadi? Izin-izin jangan banyak pungutan, kemudian harga bahan baku  juga bisa kita tekan yang baik. Saya yakin bisa bersaing karena kita, orang-orang kita ini sebenarnya dari sisi skill itu memiliki kemampuan yang baik, mempunyai kemampuan. Jadi kalau kita katakanlah nanti mulai terbuka kelihatan peluangnya, bisa saja Bapak/Ibu mengerjakan mungkin sekian ratus ribu rumah yang ada di Myanmar, bisa saja, kenapa tidak. Mengerjakan sekian ratus ribu rumah, garap bareng-bareng yang berada di Laos misalnya, berada di Malaysia misalnya, kenapa tidak.

Inilah dunia kompetisi, dunia persaingan yang kita hadapi dan saya harapkan semuanya kita siap. Dan mengenai pelatihan-pelatihan tadi juga tolong saya diberikan catatan-catatan apa-apa-apa, biar saya mempunyai bayangan untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya kira relasi hubungan seperti ini sangat baik. Saya mendapatkan informasi-informasi dari tangan pertama, pelaku kelistrikan dan problem-problem yang ada. Semoga nanti bisa kita selesaikan bersama-sama. Kita masih dalam proses memotong, menyederhanakan, meng-online-kan hal-hal yang bisa mempercepat itu. Tetapi, sekali lagi semuanya butuh waktu.

Terima kasih.
Wassalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru