Arahan Presiden Republik Indonesia kepada Menteri, Kepala Lembaga, Kepala Daerah, dan BUMN tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Provinsi Bali, 25 Maret 2022

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 Maret 2022
Kategori: Amanat/Arahan
Dibaca: 2.035 Kali

Bismillahirahmanirahim.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Maju,
Yang saya hormati para gubernur, bupati, dan wali kota dari seluruh tanah air Indonesia, para direktur utama BUMN,
Bapak-Ibu, hadirin undangan yang berbahagia,

Kita tahu saat ini semua negara, semua negara berada pada kesulitan ekonomi. Kesulitan ekonomi semuanya, baik karena pandemi COVID-19, baik karena disrupsi teknologi, dan terakhir ditambah babak belur lagi karena perang, sehingga semuanya menjadi tidak pasti, semuanya tidak bisa dihitung dengan angka-angka yang pasti. Semua negara betul-betul sekarang ini pusing semuanya.

Dalam dua minggu ini, saya mendapatkan telepon beberapa kepala negara, kepala pemerintahan. Kemarin Presiden Macron telepon, sebelumnya Presiden Xi Jinping telepon, sebelumnya Perdana Menteri Justin Trudeau telepon, sebelumnya Kanselir Olaf Scholz, kanselir yang baru dari Jerman telepon. Semuanya sama, bingung menyelesaikan persoalan-persoalan yang kita alami bersama.

Baik karena kelangkaan energi, coba kita lihat naik dari yang dulu hanya 50–60 US dollar per barel sekarang 118 [US dollar], dua kali lipat. Sehingga negara-negara yang tidak menyubsidi BBM-nya, naik langsung dua kali lipat. Bayangkan kita naik kadang-kadang 10 persen saja, demonya tiga bulan. Ini naik dua kali lipat, artinya 100 persen naik. Gas naik, harga pangan naik, kelangkaan harga pangan naik, termasuk yang terseret harga kedelai misalnya, harga gandum misalnya, karena penyuplai gandum dunia itu Ukraina, Rusia, Belarusia, semuanya lari kemana-mana.

Kelangkaan energi, kelangkaan pangan, lari lagi ada kelangkaan kontainer. Jangan main-main dengan kelangkaan kontainer, harganya sampai lima sampai enam kali lipat dari harga normal. Dulu-dulu pada keadaan normal, Bapak-Ibu mau cari kontainer seribu kontainer sehari aja bisa, dua ribu kontainer gampang carinya, sekarang cari satu saja sulit sekali karena ada disrupsi, kekacauan, yang dampaknya jangan main-main. Karena kelangkaan kontainer, distribusi logistik/distribusi barang semuanya terganggu, baik dari negara satu ke negara lain, baik dari provinsi satu ke provinsi yang lain, pulau satu ke pulau yang lain. Trade cost-nya, ongkosnya, biayanya menjadi naik enam kali lipat. Bayangkan. Artinya apa? Beban barang itu juga akan naik, terbebani oleh trade cost, biaya kontainer.

Yang akhirnya nanti, konsumen membeli jauh lebih mahal, artinya harga-harga akan naik. Hati-hati, hal-hal seperti ini semua kita harus mengerti, ini akan larinya kemana harus mengerti. Yang nanti titik akhirnya kenaikan inflasi. Hati-hati, kita sekarang masih bisa mengendalikan inflasi di angka 2,2 persen. Amerika yang biasanya tidak pernah lewat dari 1 persen, sekarang sudah di angka 7,5 persen. Dan semua negara sekarang naik, naik, naik, naik, naik semuanya, bahkan Turki sampai hampir 50 persen.

Ini yang semua gubernur, bupati, wali kota, dirut BUMN harus mengerti dan bisa mencarikan jalan keluar bagaimana mengendalikannya. Oleh sebab itu, yang paling gampang kita lakukan adalah bagaimana APBN, bagaimana APBD, bagaimana anggaran BUMN itu bisa men-trigger pertumbuhan ekonomi kita sendiri. Caranya, ya kita harus memiliki keinginan yang sama untuk membeli, untuk bangga pada buatan kita sendiri, bangga buatan Indonesia.

(tepuk tangan hadirin)

Jangan tepuk tangan dulu. Begitu saya lihat, ini pengadaan barang dan jasa seperti apa Detail sekarang ini kerja, enggak bisa makro saja. Enggak bisa, hilang pasti. Target kita pasti lari kemana-mana. Sekarang makro dilihat, mikronya dikejar.

Cek yang terjadi, sedih saya. Belinya barang-barang impor semuanya. Padahal kita memiliki untuk pengadaan barang dan jasa, anggaran modal pusat itu Rp526 triliun. [Pemerintah] daerah, Pak Gub, Pak Bupati, Pak Wali Rp535 triliun, lebih gede di daerah.

Sekali lagi saya ulang, pusat Rp526 triliun, daerah Rp535 triliun. BUMN jangan lupa, saya detailkan lagi Rp420 triliun. Ini duit gede banget, besar sekali, yang enggak pernah kita lihat dan kita… Ini kalau digunakan, kita enggak usah muluk-muluk ya, dibelokkan 40 persen saja, 40 persen persen saja, itu bisa men-trigger growth economy kita, pertumbuhan ekonomi kita yang pemerintah dan pemerintah daerah bisa 1,71 persen, yang BUMN 0,4 persen. [Pemerintah] 1,5 – 1,7 persen, yang BUMN-nya 0,4 persen.

Ini kan 2 persen lebih enggak usah cari kemana-mana, tidak usah cari investor. Kita diam saja. tapi kita konsisten membeli barang yang diproduksi oleh pabrik-pabrik kita, industri-industri kita, UKM-UKM kita. Kok enggak kita lakukan? Bodoh sekali kita kalau enggak melakukan ini, malah beli barang-barang impor.

Mau kita terus-teruskan? Ndak, enggak bisa. Kalau kita beli barang impor, bayangkan Bapak-Ibu semuanya, kita memberi pekerjaan kepada negara lain. Duit kita berarti capital outflow, keluar. Pekerjaan ada di sana, bukan di sini.

Coba kita belokkan semua di sini. Barang yang kita beli barang dalam negeri, berarti akan ada investasi, berarti membuka lapangan pekerjaan. Tadi sudah dihitung, bisa membuka dua juta lapangan pekerjaan. Kalau ini tidak dilakukan, sekali lagi, bodoh banget kita ini.

(tepuk tangan hadirin)

Jangan tepuk tangan, karena kita belum melakukan. Kalau nanti melakukan, itu nanti  Rp400 triliun lebih nanti, betul-betul semuanya mengerjakan, silakan kita semuanya tepuk tangan. Kita hanya minta 40 persen dulu sudah, targetnya enggak banyak-banyak, sampai nanti Mei. Tadi pagi saya cek sudah berapa sekarang? Baru Rp214 triliun.

Gimana mau kita terus-teruskan? Coba CCTV, beli impor. Di dalam negeri ada yang bisa produksi. Apa-apaan ini? Dipikir kita bukan negara yang maju, buat CCTV aja beli impor. Seragam dan sepatu tentara dan polisi, beli dari luar. Kita ini produksi dimana-mana bisa, jangan diterus-teruskan.

Alkes, Menteri Kesehatan, tempat tidur untuk rumah sakit, produksi saya lihat di Jogja ada, Bekasi, Tangerang ada, beli impor. Mau kita terus-teruskan? Silakan. Nanti mau saya umumkan kok. Saya kalau sudah jengkel, ini tak umumin nanti. Ini rumah sakit daerah beli impor, Kementerian Kesehatan masih impor, tak baca nanti. Karena sekarang ternyata gampang banget itu, detail harian sekarang bisa saya pantau betul.

Alsintan, Menteri Pertanian, traktor-traktor kayak gitu bukan hi-tech saja impor. Jengkel saya. Saya kemarin kan dari Atambua menanam jagung. Saya lihat ada traktor, ada alsintan, saya waduh. Enggak boleh ini, Pak Menteri, enggak boleh.

Pensil, kertas, saya cek impor, bolpoin, ini apa ini kita? Kadang-kadang saya mikir, ini kita ngerti enggak sih hal-hal seperti ini? Jangan-jangan kita semua ini tidak kerja detail, sehingga tidak mengerti bahwa yang dibeli itu barang impor. Buku tulis impor, jangan ini diteruskan, setop.

Sehingga melompat nanti kalau kita semuanya beli produk dalam negeri, meloncat pertumbuhan ekonomi kita. Jadi target nanti di akhir, syukur bisa sebelum Mei, yang Rp400 triliun itu bisa tercapai. Ini akan sangat bagus sekali, dampaknya akan kemana-mana.

Coba saja angka-angka, coba kita lihat angka-angka di Kementerian PUPR Rp92 triliun, Kemenhan Rp68 triliun, Polri Rp56 triliun, Kementerian Kesehatan Rp36 triliun, yang gede-gede, yang saya sebutin yang gede-gede saja, Dikbud Rp29 triliun.

Hati-hati, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tadi pagi saya cek baru Rp2T, ini kayaknya ada yang enggak semangat di dalamnya, di kementerian. Urusan masa beli bangku, beli kursi mau impor kita. Laptop, mau impor kita. Kita sudah bisa bikin semuanya itu, sudah bisa bikin semuanya. Sudahlah, jangan diterus-terusin.

Artinya apa? Penambahan pertumbuhan ekonomi itu sudah ada di depan mata kita. Kita ini mau mengerjakan atau tidak mau mengerjakan. Kalau kita kerjakan, artinya ada tambahan tadi yang sudah disampaikan oleh Pak Menko sama Pak Menteri Pariwisata tadi. Sehingga saya minta dan saya enggak mau ditawar-tawar lagi, urusan yang Rp400 triliun di Mei, segera juga dorong yang namanya UKM-UKM di daerah itu untuk masuk segera e-Katalog. Masukkan sebanyak-banyaknya.

Saya minta pada kepala LKPP, Pak Anas, kemarin 50 ribu sudah meloncat menjadi 176 ribu yang sudah masuk ke e-Katalog, akhir tahun harus bisa tembus lebih dari satu juta, sudah. Lompatannya emang harus seperti itu tapi kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota) ambil UKM-UKM kita yang baik-baik kualitasnya, segera masukkan e-Katalog.

Urusan yang sering dikeluhkan ke saya “Pak, sulit ini SNI-nya”. SNI ini barang apa toh? “Sertifikatnya sulit, Pak”. Sertifikat apalagi toh ini? Wong barang-barang kita sendiri kok. Permudah itu, buat sederhana.

Ada kepala badan enggak sih yang ngeluarin SNI di sini? Buat sederhana, jangan ruwet, mahal lagi, bayar sana bayar sini. Kapan UKM kita bisa punya SNI kalau digitu-gituin? Dipermudah, dipermudah biar semuanya nanti bisa masuk ke e-Katalog. Kalau kita semangat semua seperti ini, UKM kita tersenyum semuanya nanti. Mereka mau tidak mau berproduksi, mereka mau tidak mau investasi mesin lagi untuk menambah kapasitas, karena memang apa? Ordernya ada. Ini captive.

Uang-uang APBN, uang rakyat, uang kita sendiri kok dibelikan barang impor. Kita ini gimana sih kadang-kadang? Aduh. Saya detailkan lagi, geregetan saya. Yang tepuk tangan nanti, kalau barang-barangnya tidak masuk ke e-Katalog, kemudian targetnya tidak tercapai saya umumin nanti. Setuju enggak? Umumin, sudah. Kita ini memang harus terbuka apa adanya.

Dan saya minta, memastikan bahwa implementasi kebijakan ini berjalan betul-betul segera di lapangan. Setiap daerah saya katakan bagus, kalau bisa membentuk tim penggunaan produk dalam negeri, sudah.

Yang kedua, Menteri Keuangan, BPKP betul-betul mengawasi. Sudah berapa sih transaksi yang ada dan laporan harian ke saya. Konsekuensinya, saya sudah sampaikan kemarin ke Menteri Keuangan, “Sudahlah, kalau ada yang enggak semangat, potong DAK-nya.”

Setuju? Setujunya enggak semangat, kelihatannya pada sudah pada ngeri semuanya. Saya potong betul itu nanti. DAU-nya hati-hati, saya tahan, jika ada yang tidak taat terhadap apa yang sudah kita sepakati pada hari ini.

BUMN, saya sampaikan ke Menteri BUMN, ”Sudah, ganti dirutnya.” Ganti, ngapain kita? Kementerian ya sama saja itu, tapi itu bagian saya, reshuffle sudah. Heh saya itu, kayak gini enggak bisa jalan. Sudah di depan mata, uangnya ada, uang-uang kita sendiri, tinggal belanjakan produk dalam negeri saja sulit.

Dan akan saya awasi betul, saya minta nanti ke Pak Jaksa Agung, jangan sampai ada barang-barang impor masuk ke sini dicap produk dalam negeri. Karena sering di marketplace itu ada yang namanya aggregator, ngecapin. Jangan dipikir kita nggak ngerti. Saya peringatan dua kali, ada perusahaan teknologi yang ini hati-hati, tidak mau saya, besoknya sudah hilang. Ini saya tidak mau, besoknya hilang. Tapi jangan hanya dua ini, yang lain akan saya pantau.

Saya minta betul-betul ini diikuti dan dikawal, diawasi, termasuk Menteri Perdagangan, Dirjen Bea Cukai di lapangannya dilihat betul. Ini lari kemana sih? Ini ada alkes, ini lari kemana? Kelihatan. “Oh, ke Provinsi A”, kelihatan. “Oh, ke kabupaten B”, kelihatan, “Oh, ke kota C”, kelihatan. “Oh, ke Kementerian E”, kelihatan semua. Sekarang ini gampang banget ngeliat-ngeliat. Jadi kembali lagi, manfaatkan e-Katalog dan Katalog Lokal segera.

Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan kita juga patut bersyukur, saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Gubernur, Bupati, Wali Kota, TNI, Polri yang telah bekerja bersama-sama dalam rangka penanganan COVID-19. Ini betul-betul kerja berat tetapi saya melihat integrasi, terpadu, semuanya bergerak bersama-sama dan hasilnya bisa kita lihat. Kemarin, saya cek kasus harian kita di angka 5.800 dari yang sebelumnya 64 ribu. Kita harapkan ini akan turun terus dan kita bisa mudik lebaran bareng-bareng. Insyaallah.

Saya itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.
Terima kasih. Saya tutup.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Om santi santi santi om.

Amanat/Arahan Terbaru