Bagaimana Membuat Perencanaan Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan?

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 12 Oktober 2023
Kategori: Opini
Dibaca: 8.695 Kali

Oleh: Purnomo Sucipto *)

Perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan tahap awal dari keseluruhan proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Proses pembentukan tersebut meliputi perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan serta pemantauan/peninjauan. Peraturan perundang-undangan (PUU) dimaksud meliputi undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota (perda), serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Untuk perencanaan penyusunan UU dibuat dalam bentuk program yang disebut program legislasi nasional (prolegnas). Sementara untuk perencanaan penyusunan PP dibuat program penyusunan PP (progsun PP) dan untuk penyusunan perpres dibuat program penyusunan perpres (progsun perpres). Selanjutnya, untuk penyusunan perda dibuat program legislasi daerah (prolegda).

Definisi dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011, Prolegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan UU yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Dengan adanya prolegnas, diharapkan produk hukum UU yang akan dibuat menjadi terarah, terkoordinasi, dan bebas dari kepentingan.

Perlu diketahui, bahwa sebenarnya di luar perencanaan dalam arti sebagaimana diatur dalam UU sebagaimana dijelaskan di atas, terdapat kegiatan-kegiatan dalam rangka perencanaan yakni menyiapkan materi yang akan diatur yang dituangkan dalam naskah akademik, menentukan siapa yang akan menyusun rancangan (perancang), memutuskan siapa narasumbernya, memastikan bagaimana dan seberapa besar pendanaannya, dan menetapkan target waktu penyelesaian. Namun, dalam artikel ini hanya dibahas perencanaan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

Arti penting Perencanaan
Perencanaan PUU merupakan upaya untuk membuat desain masyarakat Indonesia ke depan, karena salah satu fungsi peraturan adalah sebagai alat perekayasa dan pembentuk masyarakat (social engineering). Apabila Indonesia menginginkan masyarakat yang demokratis yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, maka harus dibuat perencanaan PUU yang memuat nilai-nilai demokrasi dan pluralisme. Banyak ahli menyebut perencanaan PUU merupakan wujud dari politik hukum yakni politik hukum negara Indonesia. Tanpa perencanaan, penyusunan PUU akan tidak memiliki arah dan akan rentan disusupi kepentingan sempit dan sesaat pihak-pihak tertentu.

Dasar Penyusunan Prolegnas
Dalam menetapkan rancangan undang-undang (RUU) ke dalam prolegnas, perlu didasarkan pada kerangka hukum dan dokumen perencanaan yang ada, sehingga program yang dibuat menjadi harmonis dengan kerangka hukum dan perencanaan yang dibuat. Kerangka hukum dan dokumen perencanaan dimaksud, antara lain:

a. Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Saat ini, seluruh undang-undang yang diamanatkan secara eksplisit dalam UUD 1945 telah dibuat. Namun, ke depan penting untuk mendasarkan penyusunan prolegnas pada UUD yang diamanatkan secara implisit. Contoh: Pasal 29 UUD Tahun 1945 yang secara implisit memerintahkan dibuatnya undang-undang mengenai kebebasan beragama. Di samping amanat dalam pasal-pasal UUD, hendaknya dalam penyusunan prolegnas juga direncanakan penyusunan UU berdasarkan pada Pembukaan UUD.

b. Ketetapan (TAP) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Beberapa Tap MPR memerintahkan pembentukan undang-undang. Contoh: TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

c. Ketentuan Undang-Undang
Berbagai UU memerintahkan dibentuknya undang-undang lain yang diperlukan dan terkait dengan undang-undang yang memerintahkannya. Contoh: UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang memerintahkan pembentukan undang-undang kelautan.

d. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, RPJPN adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tersebut digunakan sebagai acuan dalam menyusun politik hukum khususnya Prolegnas untuk jangka waktu tahun 2005 sampai dengan 2025. Oleh karena itu, setelah tahun 2025, digunakan RPJPN baru yang berlaku selama 20 tahun ke depan yang saat ini proses penyusunannya telah mendekati tahap akhir. Dengan demikian, politik hukum dan prolegnas yang disusun setelah tahun 2025 harus mengacu pada RPJPN tersebut.

e. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
RPJMN merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJPN. RPJMN memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program kementerian/lembaga, kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJMN ini berlaku selama 5 tahun. RPJMN terakhir adalah RPJMN tahun 2020-2024 yang akan digantikan dengan RPJMN baru yang berlaku 5 tahun mendatang.

f. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Strategis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
RKP merupakan penjabaran dari RPJMN berupa dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode satu tahun yang dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember. Sementara Rencana Strategis DPR berisi rencana kerja strategis yang akan dilaksanakan oleh DPR.

g. Aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat.
Adakalanya masyarakat merasakan adanya kebutuhan akan suatu undang-undang untuk mengatur aspek kehidupan tertentu.

Bentuk dan Format Prolegnas
Prolegnas memuat program pembentukan UU yang berisi judul RUU, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan PUU lainnya. Materi yang diatur dan keterkaitannya dengan PUU lainnya merupakan keterangan mengenai konsepsi RUU yang meliputi:
a. latar belakang dan tujuan penyusunan;
b. sasaran yang ingin diwujudkan; dan
c. jangkauan dan arah pengaturan.
Materi yang diatur setelah melalui pengkajian dan penyelarasan selanjutnya dituangkan dalam naskah akademik.

Dalam prolegnas juga dimuat daftar kumulatif terbuka yakni daftar undang-undang yang disusun berdasarkan kebutuhan mendesak, tetapi tidak masuk dalam daftar prioritas prolegnas tahunan. Daftar ini terdiri dari undang-undang yang mengatur:
a. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
b. akibat putusan Mahkamah Konstitusi;
c. anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN);
d. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota; dan
e. penetapan/pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

Pelaksana Penyusunan Prolegnas
Penyusunan prolegnas dilaksanakan baik oleh DPR maupun oleh pemerintah. Penyusunan prolegnas di lingkungan DPR dilakukan oleh Badan Legislasi dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat. Penyusunan prolegnas di lingkungan pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). Penyusunan prolegnas antara DPR dan pemerintah dikoordinasikan oleh Badan Legislasi DPR sebagai alat kelengkapan DPR yang menangani bidang legislasi.

Jangka Waktu Prolegnas
Prolegnas ditetapkan untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan RUU. Penyusunan dan penetapan prolegnas jangka menengah dilakukan pada awal masa keanggotaan DPR sebagai prolegnas untuk jangka waktu lima tahun. Prolegnas jangka menengah dapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan prolegnas prioritas tahunan. Penyusunan dan penetapan prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan prolegnas jangka menengah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan RUU tentang APBN.

Rancangan Undang-Undang di Luar Prolegnas
Dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan RUU di luar prolegnas yaitu:
a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan
b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi DPR dengan Menkumham.

Penyusunan Prolegnas di Lingkungan DPR
Badan Legislasi dalam mengoordinasikan penyusunan prolegnas di lingkungan DPR dapat meminta atau memperoleh bahan dan/atau masukan dari DPD dan/atau masyarakat. Hasil penyusunan prolegnas di lingkungan DPR oleh Badan Legislasi dikoordinasikan dengan pemerintah melalui Menkumham dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi prolegnas.

Persetujuan Presiden terhadap Prolegnas yang disusun di lingkungan DPR diberitahukan secara tertulis kepada DPR dan sekaligus menugaskan menteri untuk mengooordinasikan penyusunannya dengan DPR.

Penyusunan Prolegnas di Lingkungan Pemerintah
Menkumham meminta kepada menteri anggota kabinet dan pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) perencanaan pembentukan RUU di lingkungan instansinya masing-masing sesuai dengan lingkup bidang tugas dan tanggung jawabnya. Penyampaian perencanaan pembentukan RUU kepada menteri disertai dengan pokok materi yang akan diatur serta keterkaitannya dengan PUU lainnya.

Dalam hal menteri anggota kabinet atau pimpinan LPNK telah menyusun naskah akademik RUU, maka naskah akademik tersebut wajib disertakan dalam penyampaian perencanaan pembentukan RUU. Menteri melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU dengan menteri lain atau pimpinan lembaga penyusun perencanaan pembentukan RUU dan pimpinan instansi pemerintah terkait lainnya.

Penetapan Prolegnas
Hasil penyusunan prolegnas antara DPR dan pemerintah disepakati menjadi prolegnas dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR. Prolegnas ditetapkan dengan Keputusan DPR. Dalam rangka menyusun prolegnas hasil kesepakatan, pemerintah dan DPR masing-masing menyusun ketentuan mengenai tata cara penyusunannya. Tata cara penyusunan prolegnas di lingkungan DPR diatur dengan Peraturan DPR, sementara tata cara penyusunan prolegnas di lingkungan pemerintah diatur dengan perpres.

RUU Target Tahunan yang Tidak Sempat Dibahas (Carry Over)
Pengelolaan prolegnas diarahkan agar program pembentukan UU dalam prolegnas dapat dilaksanakan sesuai dengan skala prioritas yang ditetapkan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam keadaan tertentu di mana pelaksanaan program pembentukan UU dalam prolegnas belum dapat diselesaikan pada tahun berjalan sesuai dengan skala prioritas yang ditetapkan, program pembentukan UU tersebut dijadikan prolegnas tahun berikutnya dengan skala prioritas utama.

Perencanaan Penyusunan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden
Perencanaan penyusunan PP dilakukan dalam suatu program penyusunan PP yang memuat daftar judul dan pokok materi muatan rancangan PP (RPP). Perencanaan tersebut dimaksudkan untuk menjalankan UU dan disusun berdasarkan hasil inventarisasi pendelegasian UU.

RPP dalam rangka membuat perencanaan penyusunan PP berasal dari kementerian dan/atau LPNK sesuai dengan bidang tugasnya. Perencanaan penyusunan PP tersebut dikoordinasikan oleh Menkumham. Dalam rangka koordinasi, Menkumham menyampaikan daftar perencanaan program penyusunan PP kepada kementerian/LPNK. Selanjutnya dalam waktu paling lambat 14 hari, Menkumham mengadakan rapat koordinasi.

Perencanaan penyusunan PP ditetapkan dengan Keputusan Presiden untuk jangka waktu satu tahun. Dalam keadaan tertentu, kementerian atau LPNK dapat mengajukan RPP di luar perencanaan penyusunan RPP yang dibuat berdasarkan kebutuhan UU atau putusan Mahkamah Agung. Dalam menyusun RPP di luar perencanaan penyusunan RPP, pemrakarsa harus terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden dengan disertai penjelasan mengenai alasan perlunya disusun PP. Apabila Presiden memberikan izin prakarsa, maka pemrakarsa melaporkan penyusunan RPP tersebut kepada Menkumham.

Proses perencanaan penyusunan RPP tersebut di atas berlaku juga (mutatis mutandis) untuk proses perencanaan penyusunan rancangan Perpres (RPerpres).

—————————————-

*) Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Opini Terbaru