Bangun Kawasan Perbatasan, Pemerintah Buka Keterisolasian dan Turunkan Tingkat Kemahalan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 8 September 2018
Kategori: Berita
Dibaca: 18.224 Kali
Jalan yang akan dibangun Kementerian PUPR. (Foto: Kementerian PUPR)

Jalan pararel perbatasan yang akan dibangun Kementerian PUPR. (Foto: Kementerian PUPR)

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melanjutkan pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan di Pulau Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara Timur.

Ketersediaan infrastruktur di perbatasan diperlukan untuk membuka daerah terisolir dan pemerataan hasil-hasil pembangunan sebagai wujud Nawa Cita Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla membangun Indonesia dari pinggiran dalam kerangka negara kesatuan.

Di Pulau Kalimantan, pembangunan jalan paralel perbatasan ditargetkan tersambung pada akhir 2019. Selain itu akan dibangun 3 pos lintas batas negara (PLBN) yakni PLBN Jagoi Babang, di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Kalbar), PLBN Sei Pancang dan PLBN Long Midang atau Kraya di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara).

“Kita ingin rakyat Indonesia, terutama yang berada di pinggiran, di kawasan perbatasan, di pulau-pulau terdepan dan di kawasan terisolir merasakan hadirnya negara, merasakan buah pembangunan. Kita ingin rakyat di perbatasan memiliki rasa bangga pada tanah airnya, karena kawasan perbatasan telah dibangun menjadi beranda terdepan dari Republik kita,” kata Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

“Pembangunan PLBN tidak hanya sebagai gerbang masuk, namun menjadi embrio pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.

Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan Ditjen Bina Marga Refly Ruddy Tangkere menyampaikan jalan paralel perbatasan di Kalimantan sepanjang 1.920 kilometer (km). Jalan yang berada di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) sepanjang 824 km dan Kalimantan Timur (Kaltim) sepanjang 244 km.

“Dari panjang 1.068 kilometer jalan perbatasan di Provinsi Kaltim dan Kaltara, saat ini masih 185 km yang belum tembus, yakni 126 kilometer di Kaltara dan 59 kilometer di Kaltim. Ditargetkan bisa tersambung dan fungsional pada akhir 2019 dengan kondisi sebagian beraspal, sebagian perkerasan agregat, dan perkerasan tanah,” kata Refly.

Salah satu ruas jalan paralel perbatasan Kaltim yang saat ini tengah dikerjakan adalah ruas Batas Kalbar- Tiong Ohang sepanjang 15 Km. Pada ruas ini dilakukan pembukaan badan jalan yang dibantu oleh Zeni TNI AD.

Saat ini kondisinya sudah tembus seluruhnya dengan kondisi masih berupa jalan tanah. Di ruas tersebut, Kementerian PUPR tengah membangun duplikasi jembatan gantung dengan bentang 120 meter yang menghubungkan Kampung Tiong Ohang dan Long Krioq di Kecamatan Long Apari yang terpisahkan oleh Sungai Mahakam.

Pembangunan jembatan gantung tersebut bertujuan untuk mengurangi beban jembatan gantung yang sudah ada tidak jauh dari lokasi pembangunan. Tantangan terbesar dalam pembangunan jembatan tersebut adalah distribusi bahan material yang harus didatangkan dari Jakarta.

Ruas jalan ini merupakan salah satu dari enam paket pekerjaan pembangunan jalan perbatasan di Kaltim dan Kaltara dengan panjang 132 km senilai Rp330,72 miliar yang kontraknya ditandatangani Januari 2018.

Ruas lainnya adalah ruas Long Pahangai-Long Boh yang bekerja sama dengan Zeni TNI sepajang 20 km, Long Nawang-Long Pujungan (Buka Hutan) 1 sepanjang 30 km, Long Nawang-Long Pujungan (Buka Hutan) 2 sepanjang 30 km, Long Pujungan-Long Kemuat-Langap (Buka Hutan) 3 sepanjang 20 km dan Long Pujungan-Long Kemuat-Langap (Buka Hutan) 4 sepanjang 17 km.

Saat ditemui di kantornya, Wakil Bupati Mahakam Ulu Yohanes Juan Jenau mengatakan dibangunnya jalan paralel perbatasan akan mengurangi kemahalan barang dan jasa, serta membuka keterisolasian warga Mahakam Ulu yang selama ini mengandalkan perahu sebagai transportasi utama.

“Untuk distribusi logistik kami sangat mengandalkan transportasi sungai. Saat kemarau, Sungai Mahakam surut, sementara saat musim hujan menyebabkan air sungai naik. Hal ini mengganggu distribusi logistik sehingga harga kebutuhan pokok melambung tinggi,” kata Jenau. (Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR/EN)

 

Berita Terbaru