Banyak Warga Hilang, Seskab: Presiden Jokowi Minta Gafatar Dipantau

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 13 Januari 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 22.489 Kali
Seskab menjawab pertanyaan wartawan usai menghadiri pelantikan Dubes di Istana Negara, Jakarta (13/1) (Foto:Humas/Jay)

Seskab menjawab pertanyaan wartawan usai menghadiri pelantikan Dubes di Istana Negara, Jakarta (13/1) (Foto:Humas/Jay)

Terkait banyaknya warga yang hilang yang diduga mengikuti aliran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan arahan untuk menangani hal ini.

“Kami diminta memantau oleh Bapak Presiden hal yang berkaitan dengan Gafatar. Ini menjadi meresahkan apakah ada latar belakang paham ideologi tertentu ataupun kepercayaan tertentu atau tujuan tertentu yang ini sekarang didalami,” kata Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung kepada wartawan, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/1) siang. 

Untuk itu, lanjut Seskab, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang diminta untuk melihat hal tersebut, termasuk Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang melakukan pembinaan terhadap ormas-ormas.

“Sekarang akan mencari, mengumpulkan data selengkap-lengkapnya. Kepolisian Indonesia serta Mendagri yang bertanggung jawab terhadap ormas-ormas karena Gafatar kan bagian dari ormas,” kata Pramono.

Kalau memang ada hal yang dianggap disalahgunakan, tegas Seskab, harus diambil tindakan karena ini sudah meresahkan.

Seskab menegaskan, kasus ini sudah dianggap cukup membuat keresahan di publik karena ternyata yang hilang bukan hanya hal berkaitan dengan dokter Rika, ternyata ada beberapa yang lainnya.

Mengenai imbauan pemerintah kepada masyarakat, Seskab meyakini masyarakat kita harus semakin dewasa, semakin terbuka, dan rasional. Hal yang seperti ini seyogianya tidak dipercaya.

“Ini pasti ada bujukan-bujukan yang sifatnya spiritualitas sehingga orang tertarik melakukan, tetapi kenyataannya sampai berkorban meninggalkan keluarga kan pasti ada sesuatu yang tertanam dalam dirinya,” papar Pramono.

Tidak Menyatakan Sebagai Islam 

Sementara itu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengemukakan, dari sisi paham keagamaan yang mereka (Gafatar) sebar luaskan dari kajian yang dilakukan oleh MUI, paham-paham yang dikembangkan itu memang tidak sebagaimana paham yang secara mainstream yang pokok-pokok ajaran Islam.

“Mereka sendiri juga tidak menyatakan diri sebagai Islam karena mereka ingin menyatukan agama Ibrahimiah, menyatukan Islam, Yahudi, Kristiani. Jadi dari sisi keorganisasian, keormasan mereka ilegal, juga dari sisi paham keagamaannya juga dia bukan agama Islam, bukan Kristen, bukan Yahudi, dan seterusnya,” kata Lukman seraya menyebutkan, dengan demikian Gafatar tentu ini bukan organisasi yang layak untuk diikuti oleh masyarakat kita.

Mengenai potensi menganggu keamanan dari paham Gafatar, diakui potensi ke arah sana bisa jadi ada. “Inilah yang kemudian harus didalami oleh aparat penegak hukum kita untuk kemudian dicari tahu latar belakang dan apa motif dari penyebarluasan paham ini.  Apakah hanya semata-mata karena paham yang dimilikinya saja atau memang ada motif-motif lain,” kata Lukman.

Menurut Menteri Agama, pemerintah  masih belum bisa menyimpulkan apakah ini semata-mata karena paham keagamaan saja, atau paham keagamaan ini hanya dijadikan cover saja. Hanya dijadikan bungkus saja kemudian ada agenda lain.

Ia menyebutkan, masalah ini sebenarnya dulu pernah ada, hanya tidak semasif sekarang ini lalu kemudian menimbulkan keresahan yang luar biasa di masyarakat karena ada anggota masyarakat kita, warga kita yang kemudian tidak diketahui keberadaannya dimana, hilang. “Ekses inilah yang menimbulkan keresahan,” ujarnya.

Menurut Menteri Agama, koordinasi dengan Kejaksaan, Kemendagri, dan Kepolisian secara terus intensif dilakukan melalui penelusuran, pengamatan, dan pelacakan terhadap gerakan ini. Latar belakangnya apa, terbentuknya paham ini karena aspek-aspek apa saja, dan orang-orang yang berdiri di belakangnya itu siapa saja. “Ini semua yang sedang didalami,” ungkapnya.

Hanya di Jawa Barat saja? “Sebagian besar memang di Jawa Barat, tapi di Jawa Tengah juga ada,” papar Lukman.

(UN/JAY/ES)

Berita Terbaru