Bekukan Keanggotaan di OPEC, Presiden Jokowi : Keputusan Diambil Untuk Perbaiki APBN

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 1 Desember 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 46.154 Kali
Presiden Jokowi didampingi Ketua Umum Kadin menjawab wartawan usai membuka Rapimnas Kadin, di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (1/12) siang. (Foto: Rahmat/Humas)

Presiden Jokowi didampingi Ketua Umum Kadin menjawab wartawan usai membuka Rapimnas Kadin, di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (1/12) siang. (Foto: Rahmat/Humas)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai, keputusan Indonesia untuk membekukan sementara keanggotaannya di Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bukan masalah besar mengingat sebelumnya Indonesia juga pernah membekukan keanggotaan di organisasi tersebut.

“Keputusan tersebut diambil untuk memperbaiki kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia,” kata Presiden Jokowi menjawab wartawan usai membuka acara Pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Tahun 2016, di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (1/12) siang.

Presiden mengingatkan, dulu kita juga pernah menjadi anggota OPEC, kemudian tidak menjadi anggota OPEC.  Kemudian kita masuk lagi karena kita ingin informasi naik turunnya harga, kemudian kondisi stok di setiap negara itu tahu kalau menjadi anggota. Lalu, saat ini Indonesia juga membekukan sementara keanggotaannya di OPEC.

“Tapi ini juga karena untuk perbaikan APBN, ya. Kalau memang kita harus keluar lagi, juga tidak ada masalah,” tegas Presiden Jokowi.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk untuk membekukan sementara keanggotaannya di Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Igansius Jonan dalam sidang ke-171 OPEC di Wina, Austria, Rabu (30/11),

“Langkah pembekuan diambil pemerintah menyusul keputusan sidang OPEC yang memotong produksi minyak mentah di luar kondensat sebesar 1,2 juta barel per hari,” kata Jonan sebagaimana dikutip siaran pers Kementerian ESDM, di Jakarta, Kamis (1/12) pagi.

Menurut Jonan, Sidang OPEC juga meminta Indonesia untuk memotong sekitar 5 persen dari produksinya, atau sekitar 37 ribu barel per hari.Padahal, lanjut Menteri ESDM, kebutuhan penerimaan negara masih besar.

Ia menyebutkan, pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2017 disepakati produksi minyak di 2017 turun sebesar 5 ribu barel dibandingkan 2016. “Dengan demikian, pemotongan produksi minyak yang bisa diterima Indonesa adalah sebesar lima ribu barel per hari,” jelas Jonan.

Menteri ESDM menegaskan, sebagai negara net importer minyak (crude oil), pemotongan kapasitas produksi yang diminta OPEC itu tidak menguntungkan bagi Indonesia, karena harga minyak secara teoritis akan naik.

Menurut Jonan, pembekuan sementara ini adalah keputusan terbaik bagi seluruh anggota OPEC. Sebab dengan demikian keputusan pemotongan sebesar 1,2 juta barel per hari bisa dijalankan, dan di sisi lain Indonesia tidak terikat dengan keputusan yang diambil, sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia.

Sulit Berhasil

Sementara itu Menko Perekonomian Darmin Nasution menilai efektivitas kebijakan OPEC dengan menurunkan produksi minyak untuk menaikkan harga minyak, masih perlu dilihat seberapa berhasil kebijakan tersebut.

“Seberapa besar, ya memang tergantung bagaimana Rusia yang bukan anggota OPEC, bagaimana yang lain-lainnya bukan anggota OPEC bereaksi. Kemudian yang kedua, seberapa kompak OPEC,” kata Darmin Nasution usai pembukaan Rapimnas KADIN.

Indonesia sendiri sebelumnya pernah membekukan keanggotaannya di OPEC pada tahun 2008 silam yang berlaku efektif pada 2009. Meski demikian, Indonesia tetap menjalin hubungan baik dengan OPEC dan menjalin hubungan bilateral dengan sejumlah negara anggota OPEC. (RMI/RAH/ES)

 

Berita Terbaru