Berciri Multikultur, Seskab: Merawat Kebhinnekaan Indonesia Tidak Bisa Menang-Menangan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 28 Januari 2017
Kategori: Berita
Dibaca: 26.271 Kali
Seskab Pramono Anung saat menjadi Pembicara Kunci dalam diskusi Kerukunan Nasional & Tantangan Bangsa, di Jakarta. (Foto: Humas/Jay)

Seskab Pramono Anung saat menjadi Pembicara Kunci dalam diskusi Kerukunan Nasional & Tantangan Bangsa, di Jakarta. (Foto: Humas/Jay)

Sebagaimana di negara lainnya, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengemukakan, kebhinnekaan di Indonesia sering terganggu karena politik. Padahal Indonesia mempunyai 250 juta penduduk dengan lebih dari 700 bahasa dialek, 6 agama yang diakui, lebih dari 200 aliran kepercayaan, serta 8 juta diaspora.

“Ini membuktikan bahwa Indonesia begitu berbhinneka, begitu beragamnya, begitu mempunyai kelebihan dan tentunya sekaligus ada kekurangannya. Nah sekarang, bagaimana kita merawat itu,” kata Pramono saat menjadi Keynote Speaker dalam acara Diskusi Kerukunan Nasional dan Tantangan Kebangsaan di Pempekita, Tebet, Jakarta, Jumat (27/1) siang.

Menurut Seskab, tantangan dunia pada hari ini bukan lagi tantangan perang penguasaan teritorial, melainkan perang ekonomi dan budaya, misalnya dengan menginfiltrasi kultur pendidikan negara lain. Ia menunjuk contoh proses radikalisme, yang bukan hanya ada di negara yang dianggap sebagai negara Islam, tetapi di seluruh negara di dunia.

“Terorisme terjadi di mana-mana dengan cara yang tidak lagi konvensional. Bahkan, yang terjadi terakhir di berbagai tempat bahkan di Spanyol, perayaan yang merupakan perayaan kegembiraan penjajahan otoritarian itu pun terkena serangan,” kata Pramono mencontohkan, seraya menyampaikan rasa syukurnya karena di Indonesia perayaan Natal dan Tahun Baru lalu bisa berjalan dengan aman.

Seskab Pramono Anung juga menyoroti, di negara demokrasi terdapat kebebasan berbicara (freedom of speech) bagi warganya. Tetapi seringkali akibat terlalu bebas, mereka tidak bisa mengontrol diri sendiri, apalagi dalam era digital dan sosial media saat ini.

Ia menunjuk contoh di media twitter, facebook, whatsapp, vlog, dan sebagainya, yang berbuntut pada maraknya fenomena penyebaran informasi hoax (palsu). “Jadi, ini bukan hanya menjadi persoalan kita, ini persoalan dunia,” ungkap Pramono seraya menunjuk contoh bagaimana peristiwa pemilihan presiden (pilpres) yang dulu diagung-agungkan di Amerika Serikat (AS), bisa terkena cyberattack yang puncaknya ketika pilpres itu berlangsung.

Menurut Pramono, pilpres AS kali ini tidak lagi berbicara program, tapi yang selalu dibicarakan adalah email dan hoax, yang begitu menjadi tontonan dunia. Padahal 4 tahun lalu, ujar Seskab, perdebatannya adalah mengenai program pajak, permasalahan imigran, pertumbuhan ekonomi, kebijakan di Timur Tengah, dan lain-lain.

Karena itu, Seskab menegaskan, secara sederhana Pancasila seharusnya bisa menjadi penuntun dan jati diri bangsa Indonesia. “Harus ada perubahan yang mendasar terhadap dunia pendidikan kita, maka Presiden telah menginstruksikan pendidikan dasar dan menengah, bahwa Pancasila, budi pekerti harus diajarkan kembali dengan pendidikan kita,” ujarnya.

Tidak Bisa Menang-Menangan

Menurut Seskab, Indonesia yang multikultur, multietnik, multibahasa, dan sebagainya, tidak bisa dirawat dengan menang-menangan antar elemen tersebut, melainkan harus menjadi milik bersama. Di sinilah, lanjut Seskab, perlunya Unit Kerja Pemantapan Ideologi Pancasila.

“Pancasila bukan persoalan hapalan, Pancasila bukan merupakan persoalan dogmatis yang di rezim yang lalu dengan Manggala-nya, dengan BP4, BP7, dan seterusnya,” tegas Pramono menambahkan cara penyampaiannya juga harus berbeda, misalnya untuk anak-anak muda harus dengan cara yang gaul.

Seskab menegaskan, berbangsa dan bernegara adalah berbagi ruang hidup bagi semuanya, berbagi kbhinnekaan atau perbedaan. Perbedaan itu tidak boleh ditutup mengatasnamakan siapapun, karena perbedaan itulah yang membuat bangsa Indonesia menjadi kaya.

Karena itu, lanjut Seskab, tugas bangsa Indonesia yang pertama, mengedepankan budaya Indonesia yang dimiliki. “Indonesia adalah bukan budaya dengan kekerasan,” ujarnya.

Yang kedua adalah membuka diri ke semua potensi kekuatan bangsa, untuk bersama-sama serta menurunkan tensi untuk memprovokasi.

Ia menunjuk contoh, saat pergelaran Piala AFF yang lalu, bangsa Indonesia dipersatukan melalui dukungan yang sama kepada Timnas Sepakbola Indonesia. “Artinya apa, kita ini akan menjadi kuat kalau ada musuh bersama. Begitu enggak ada musuh bersama, ya musuhnya ya teman sendiri,” ujar Pramono.

Karena itu, menurut Seskab, yang penting sekarang sudah waktunya semua orang yang merasa memiliki Republik Indonesia, Kebhinnekaan, dan Pancasila tidak seharusnya semua bergerak berbeda, untuk kekuatan bangsa Indonesia.

Selain Seskab Pramono Anung, forum yang digagas oleh Perkumpulan Gerakan Bangsa ini juga menghadirkan pembicara Yudhi Latif dan Syahganda Nainggolan, dengan moderator mantan anggota DPR Burzah Zanubi. Turut hadir Sukmawati Soekarno Putri.

Mendampingi Seskab dalam acara tersebut, Deputi Bidang Polhukam Fadlansyah Lubis, Staf Khusus Seskab Emir Kresna Wardhana, dan Asdep Hukum, HAM, serta Aparatur Negara Beben Hurmansyah. (EN/ES)

Berita Terbaru