Bertemu Diaspora Indonesia, Presiden Jokowi: Tahun 1998 Lalu Rupiah Loncat 7X
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, dibandingkan tahun 1998 lalu, kondisi politik dan keamanan Indonesia saat ini lebih baik. Namun diakuinya, Indonesia menghadapi tekanan ekonomi, meskipun kita tidak sendirian, dan dibandingkan dengan negara-negara lain kita masih lebih baik.
Presiden menunjuk contoh nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang hari-hari ini sudah mencapai Rp 14.300. Diakui Presiden Jokowi, banyak yang membandingkan kondisi saat ini dengan situasi tahun 1998. Namun Presiden langsung menukas, saat 1998 nilai tukar rupiah mencapai Rp 15.000 Rp 16.000.
Itu berangkatnya dari Rp 1.800 meloncat menjadi Rp 16.000, hampir 7 kali lipat. Yang sekarang, kemarin Rp 12.500 waktu saya masuk, tapi itu juga sebetulnya memberatkan kita semuanya karena memang kita terlalu banyak impor barang dari luar, kata Presiden Jokowi saat bertemu dengan Diaspora Indonesia, dalam pertemuan di Wisma Duta, Doha, Qatar, Senin (14/9) malam.
Presiden menjelaskan kenapa nilai tukar rupiah dapat menembus kisaran Rp14.000. Selain dipengaruhi kondisi perekonomian global, faktor lainnya adalah karena kita terlalu banyak mengimpor. “Oleh karenanya, yang kita kejar saat ini adalah subsitusi dari barang impor,” ujar Presiden.
Menurut Presiden Jokowi, kita tidak melulu impor barang elektronik, tetapi juga jagung, kedele impor, gula, cabai, bawang merah, apalagi garam. Padahal kita punya potensi, kekuatan untuk menyelesaikan yang impor-impor tadi, tapi memang butuh waktu, tuturnya
Oleh sebab itu, kata Presiden Jokowi, sekarang yang kita kejar adalah substitusi barang-barang impor itu. Kalau tidak berat, kita kejar supaya kita sudah swasembada.
Kalau ini nanti ketemu kita tidak impor, lanjut Presiden Jokowi, baru gejolak-gejolak dollar apapun tidak akan banyak mempengaruhi kita, dan justru sebetulnya kalau dari sisi kompetisi ekspor rupiah pada posisi seperti ini kalau siap itu bagus sekali untuk kompetisi di pasar global, di pasar ekspor.
Untuk itu, Presiden menekankan pentingnya melakukan transformasi dari sektor konsumsi ke sektor produksi, sehingga akan terjadi penguatan di sektor produksi, seperti peningkatan produksi beras, kedelai, jagung, gula dan daging, meski semuanya memerlukan waktu. “Menteri Pertanian saya perintahkan untuk urusan beras, kedelai, jagung dalam 3 tahun, gula 5 tahun, daging memerlukan waktu lebih dari lima tahun,” ucap Presiden.
Hal lainnya yang menjadi perhatian pemerintah adalah masalah infrastruktur. “Misalnya jalan tol trans Sumatera, kalau tidak segera mulai, bila ditunda akan semakin mahal harganya, nanti pembebasan lahan menjadi mahal,” kata Presiden.
Ditambahkan Presiden, pemerintah tidak akan mengulur waktu untuk segera mulai pembangunan di bidang infrastruktur, seperti jalur kereta api di Sulawesi akhir bulan ini dimulai, dan semester kedua tahun depan akan dimulai pembangunan di Papua.
Presiden Jokowi menegaskan, kunci agar negara kita menjadi makmur adalah dengan memperbanyak uang yang beredar di negara kita. Oleh karenanya, jika ada investor yang ingin berinvestasi di bidang apapun, pemerintah akan memberikan izinnya.
Saya kalau ada yang ingin investasi apapun yang berkaitan dengan infrastruktur pasti kita berikan. Diberikan karpet merah pasti, ungkap Presiden Jokowi.
Pertemuan dengan Diaspora Indonesia di Qatar itu juga dihadiri oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menlu Retno Marsudi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, dan Menteri ESDM Sudirman Said. (RON/ES)