Bertemu Presiden Jokowi, APINDO Soroti Masalah Ketenagakerjaan dan Perpajakan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 13 Juni 2019
Kategori: Berita
Dibaca: 15.457 Kali
Ketua Umum APINDO Haryadi Sukamdani menjawab wartawan usai bersama jajaran pengurus APINDO dan HIPPINDO diterima Presiden Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/6) siang. (Foto: OJI/Humas)

Ketua Umum APINDO Haryadi Sukamdani menjawab wartawan usai bersama jajaran pengurus APINDO dan HIPPINDO diterima Presiden Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/6) siang. (Foto: Oji/Humas)

Ada dua masalah utama yang menjadi sorotan dalam pertemuan jajaran pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/6) pagi.

Ketua Umum APINDO Haryadi B. Sukamdani mengemukakan, bahwa dalam kurun waktu terakhir ini, tren dari 10 tahun terakhir adalah yang masuk itu adalah lebih pada industri padat modal. 

Industri padat karyanya itu, menurut Haryadi, yang sangat-sangat berkurang banyak. Padahal, sambung Haryadi, rakyat Indonesia ini jumlahnya 265 juta orang, angkatan kerjanya lebih dari 130 juta.

“Ini yang tadi kami sampaikan, perlu kiranya pemerintah untuk melihat kembali Undang-Undang Ketenagakerjaan karena undang-undang ini selain sudah 15 kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi juga kenyataannya memang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kondisi saat ini,” kata Haryadi kepada wartawan usai bertemu Presiden Jokowi.

Kalau melihat sekarang, lanjut Ketua Umum APINDO itu, justru pemain-pemain padat karya yang nilai ekspornya besar itu sudah beralih, yaitu ke Vietnam, Myanmar, Bangladesh, Srilangka, dan juga Kamboja, bahkan Laos sekarang sudah mulai bersiap-siap. Nah, sambung Haryadi, Indonesia tentunya jangan sampai berkonsentrasi ke padat modal tapi padat karyanya tidak ditangani dengan baik.

“Itu kira-kira tadi yang kita bahas inti utama, seperti itu,” ujar Haryadi.

Menurut Haryadi, APINDO dan HIPPINDO  memberikan masukan yang masih menjadi catatan sangat penting kita, masalah regulasi. Kedua asosiasi ini menilai, regulasi yang ada sekarang ini masih terkotak-kotak, jadi egosentris dari kementerian/lembaga itu. Termasuk tadi, tambah Haryadi, dibahas masih tidak terkonsentrasinya misalnya contohnya adalah dana promosi.

“Dana promosi kita semua lembaga punya dan akhirnya sebetulnya tidak punya relevansinya. Sehingga pada saat kita akan melakukan promosi itu tidak maksimal,” terang Haryadi seraya menambahkan, Presiden bilang kalau dikumpulkan dana promosi itu ada Rp26 triliun. Ia juga menambahkan sebagaimana disampaikan Presiden bahwa dana riset yang juga tersebar padahal kalau dikumpulkan itu bisa mencapai Rp27 triliun.

“Jadi ini yang ke depan yang menurut saya adalah perlu kita bahas,” kata Haryadi.

Perpajakan

Selain masalah-masalah di atas, menurut Ketua Umum APINDO Haryadi B. Sukamdani, juga dibahas masalah perpajakan, bahwa sekarang ini yang paling utama sebetulnya adalah untuk membahas masalah Undang-Undang PPn (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPH (Pajak Penghasilan).

“Jadi yang terkait dengan hal itu lebih mendesak untuk kita selesaikan ketimbang ketentuan umum perpajakan,” ucap Haryadi.

APINDO dan HIPPINDO, lanjut Haryadi, menilai sebetulnya dengan kondisi yang seperti sekarang ini terjadi dimana di bawah Kementerian Keuangan, telah terjadi sinergi yang sangat baik antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai.

Karena itu, APINDO dan HIPPINDO menilai, wacana untuk membuat badan baru penerimaan keuangan negara sudah tidak relevan lagi karena sekarang pun sudah berjalan. “Oleh karena itu, juga kami menyampaikan sebaiknya kita fokus kepada pembahasan di PPn dan PPH supaya langsung dampaknya bisa dirasakan oleh kita semua,” ucap Haryadi. (FID/OJI/ES)

Berita Terbaru