Bicara Di Brookings Institution, Presiden Jokowi Sebut Perlambatan Ekonomi Sebagai Peluang
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, banyak orang bertanya kepadanya bagaimana Indonesia bisa menghadapi persoalan ekonomi? Bagaimana Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang juga menghantam Indonesia.
Saya menyesal Indonesia tidak mengantisipasi perubahan fundamental di sekitar kita. Tapi, saya melihat perlambatan itu sebagai suatu peluang. Peluang untuk melakukan reformasi, kata Presiden Jokowi seraya mengingatkan, bahwa buah dari keberhasilan sering kali ditanam ketika mengalami persoalan.
Tampil menyampaikan Policy Speech di Brookings Institution, sebuah kelompok pemikir di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Selasa (27/10) pagi waktu setempat, Presiden Jokowi menjelaskan, ada banyak tantangan dalam reformasi yang dihadapi bangsa Indonesia, salah satunya adalah infrastruktur yang tertinggal.
Saya sudah berbicara berulang kali mengenai ambisi pembangunan infrastruktur kita. Tidak perlu saya ulangi lagi di sini: pelabuhan, waduk, tol. Saya bisa sampaikan bahwa perkembangan pembangunan infrastuktur di Indonesia sangat progresif, papar Jokowi.
Seiring dengan pembangunan infrastruktur, lanjut Presiden Jokowi, pemerintah juga memberikan perhatian pada reformasi. Itu untuk membebaskan sektor privat baik domestik maupun luar kebijakan yang tidak berpihak, perizinan yang berbelit-belit dan misguided protectionism yang membuat banyak perusahaan dan industri menderita sekian lama, ujarnya.
Presiden menyampaikan, sekitar 7 (tujuh) minggu yang lalu, Pemerintah Republik Indonesia sudah meluncurkan Paket Kebijakan 1 yang meliputi 134 peraturan dan regulasi, di mana pemerintah akan merevisi, merasionalisasi, dan meniadakan.
Lalu, 3 minggu yang lalu, kata Presiden Jokowi, dikeluarkan Paket Dregulasi 2, dilanjutkan 3, 4, 5, dan sekarang kita sedang mempersiapkan yang ke 6.
Kalau kita melihat lebih jauh sistem perizinan dan peraturan, kita akan melihat bahwa itu inkonsisten, misguided, dan bahkan kebijakan yang tidak masuk akal, ungkap Presiden Jokowi.
Presiden menilai, rasionalisasi dan deregulasi kebijakan adalah sesuatu yang akan dilakukan pemerintahannya dengan komitmen penuh.Program deregulasi kita adalah arah kebijakan yang berkelanjutan. Sebagaimana pembangunan infrastruktur, itu akan memperoleh momentum dan mencapai kecepatan penuh dalam bulan-bulan ke depan, tegasnya.
Sebagai indikasi yang jelas dalam keseriusan dalam mereformasi perekonomian, lanjut Presiden Jokowi, kemarin dirinya sudah mengumumkan keinginan Indonesia untuk bergabung dalam TPP (Trans Pacific Partnership) atau pakta perdagangan antar-negara-negara di Asia Pasifik yang meliputi 12 negara, yaitu AS, Jepang, Brunei, Chile, New Zealand, Singapura, Australia, Kanada, Malaysia, Meksiko, Peru, dan Vietnam.
Presiden Obama juga agak terkejut mendengar hal itu, kata Jokowi.
Soal Tiongkok
Menjawab pertanyaan moderator Dr. Ricard Bush di Washington, tentang Tiongkok, Presiden Jokowi mengatakan, bahwa Tiongkok merupakan negara besar yang berpengaruh di kawasan Asia, tetapi sering menciptakan friksi dengan negara tetangganya.
“Kami melihat Tiongkok sebagai mitra penting bagi Indonesia dan kami perlu untuk memperkuat kerja sama dengan Tiongkok karena kami mengekspor berbagai komoditas ke Tiongkok,” kata Presiden.
Namun, Presiden Jokowi juga menekankan bahwa Indonesia melihat negara lain, seperti halnya Amerika Serikat, Rusia, Jepang, dan Timur Tengah, sebagai mitra yang penting bagi Indonesia.
Tentang Laut Tiongkok Selatan, Presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia bukan bagian dari konflik. Namun, Indonesia merasa perlu untuk turut serta menciptakan perdamaian dan stabilitas keamanan di sekitar wilayah tersebut.
Untuk itu, lanjut Presiden Jokowi, Indonesia mengimbau semua pihak menahan diri dari tindakan-tindakan yang mengikis rasa saling percaya antarpihak.
“Kita ingin negara-negara ASEAN dan Tiongkok untuk mulai berdikusi tentang konten Code of Conduct atau CoC. Indonesia ingin memainkan peran aktif dalam isu ini,” kata Presiden Jokowi. (UN/SI/ES)