Buka Diklat, Waseskab Minta Pejabat Fungsional Penerjemah Memiliki Fokus

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 27 Maret 2018
Kategori: Berita
Dibaca: 15.101 Kali
Waseskab Ratih Nurdiati didampingi Deputi DKK Yuli Harsono berfoto bersama peserta Diklat Fungsional Penjenjangan Penerjemah Tingkat Pertama tahun 2018, di Aula Gedung III Kemensetneg, Jakarta, Selasa (27/3) pagi. (Foto: OJI/Humas)

Waseskab Ratih Nurdiati didampingi Deputi DKK Yuli Harsono berfoto bersama peserta Diklat Fungsional Penjenjangan Penerjemah Tingkat Pertama tahun 2018, di Aula Gedung III Kemensetneg, Jakarta, Selasa (27/3) pagi. (Foto: OJI/Humas)

Wakil Sekretaris Kabinet (Waseskab) Ratih Nurdiati meminta agar pejabat fungsional penerjemah  memiliki fokus, misalnya fokus ke ease of doing business yang merupakan program prioritas presiden. Bagaimana penerjemah bisa memfokuskan itu, Waseskab mengajak pejabat fungsional penerjemah melihat Peraturan Menteri mengenai pedoman penerjemahan.

“Salah satu butirnya mengatakan, setiap tahun penerjemah harus menyusun SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) Penerjemah, yang sebetulnya itu adalah turunan dari tusi atau sasaran dari unit kerjanya,” kata Waseskab saat membuka  Pendidikan dan Latihan (Diklat) Fungsional Penjenjangan Penerjemah Tingkat Pertama Angkatan VII tahun 2018, di Aula Gedung III Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/3) pagi.

Namun Waseskab Ratih Nurdiati mempertanyakan apakah ketika masing-masing penerjemah ini menyusun SKP semata-mata hanya mengikuti turunan dari unit kerjanya dan tinggal menghitung saja?

Sebetulnya kalau mau, menurut Waseskab, bisa satu langkah lebih jauh, misalnya 8 naskah pidato yang terkait dengan program prioritas presiden. Jadi, lanjut Waseskab, ada upaya lebih lanjut untuk memilih memfokuskan ke arah program prioritas presiden.

“Saya kira itu yang harusnya dilakukan, karena itu juga yang selama ini selalu dikeluhkan oleh presiden. Sinergi kita untuk mendorong capaian prioritas presiden. Semua harus satu alur turunan dari apa yang menjadi program prioritas presiden,” ucap Ratih seraya menambahkan, dari sisi ini, penerjemah harus melakukan hal yang sama, memilih materi-materi yang diterjemahkan tidak semata-mata yang top down, tetapi harus ada upaya untuk mempertajam.

Wajib Diikuti

Sementara itu Deputi Sekretaris Kabinet bidang Dukungan Kerja Kabinet (DKK) Yuli Harsono dalam laporannya menyampaikan, bahwa sebagai instansi pembina Pejabat Fungsional Penerjemah, Sekretariat Kabinet (Setkab) mempunyai kewajiban yang salah satunya adalah menyelenggarakan diklat fungsional penerjemah.

“Diklat ini wajib diikuti dan sangat mendukung karir bagi pejabat fungsional penerjemah,” kata Yuli seraya menambahkan, bagi Setkab, ini yang kedua melaksanakan Diklat fungsional penjenjangan penerjemah tingkat pertama.

Meskipun Sekretariat Kabinet (Setkkab) tidak memiliki gedung diklat, menurut Deputi DKK, Sekretariat Kabinet (Setkab) tetap berusaha untuk melaksanakan kewajiban tersebut.

Untuk tahun ini, total peserta Diklat berjumlah 27 orang yang terdiri atas 15 peserta berasal dari 8 instansi pusat dan 12 peserta berasal dari 5 instansi daerah.

Untuk instansi pusat diantaranya berasal dari Setkab, Kejaksaan, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pariwisata, Kementerian Kominfo dan Kemendikbud. Sedangkan yang dari daerah berasal dari Pemprov Bengkulu, Sumatra Barat, Banten, Kalimantan Barat dan Pemkot Semarang.

Adapun pengajar Diklat berasal dari kalangan praktisi, akademisi, pemerintahan dan swasta. Selain itu, ada juga Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Abdurahman Fachir yang akan memberikan kiat-kiat selama beliau menjadi penerjemah.

Selain di kelas, menurut Yuli, peserta diklat juga akan berkunjung ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Majalah Tempo. (DND/OJI/ES)

Berita Terbaru