Bukan Kritik, Fadjroel Rachman Sebut Tantangan di Era Digital adalah Misinformasi dan Disinformasi

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 8 Maret 2021
Kategori: Berita
Dibaca: 917 Kali

Webinar Jejaring Alumni Luar Negeri (JALAR) Nusantara dengan tema ““Kritik atau Hoaks di Era Demokrasi”, Minggu (07/03/2021) malam. (Sumber: Tangkapan Layar Webinar)

Di era digital saat ini masyarakat dapat menyampaikan dan mengakses informasi secara langsung melalui berbagai platform. Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Komunikasi/Juru Bicara (Jubir) Presiden Fadjroel Rachman menyampaikan, di era digital dan demokrasi ini yang menjadi tantangan adalah misinformasi dan disinformasi, bukan penyampaian kritik.

Hal tersebut disampaikannya dalam pada Webinar Jejaring Alumni Luar Negeri (JALAR) Nusantara dengan tema ““Kritik atau Hoaks di Era Demokrasi”, Minggu (07/03/2021) malam.

“Tantangan utama yang kita hadapi adalah bukan kritik, yang kita hadapi pada hari ini sebenarnya adalah misinformasi dan disinformasi. Ini yang menjadi problem ini yaitu misinformasi dan disinformasi, yang kadang-kadang misinformasi dan disinformasi ini seolah-olah kritik,” ujarnya.

Fadjroel menegaskan, penyampaian kritik adalah jantung demokrasi dan juga dilindungi oleh konstitusi. “Basis kritik di dalam kehidupan berbangsa kita adalah demokrasi berdasarkan konstitusional, yaitu Pasal 28 [Undang-Undang Dasar Tahun 1945],” tuturnya.

Kritik, imbuh Fadjroel, juga merupakan syarat untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan suatu bangsa serta keberhasilan sebuah kebijakan atau program. Untuk itu, imbuhnya, pemerintah mengharapkan masukan dari berbagai pihak termasuk JALAR Nusantara dalam perjalanan proses pembangunan di Indonesia ke depan.

Tak hanya itu, Jubir Presiden juga meminta JALAR Nusantara untuk berperan dalam upaya peningkatan literasi digital kepada masyarakat Indonesia.

“Ini penting ini buat teman-teman yang diaspora JALAR untuk menyampaikan soal kewarasan digital, yaitu bagaimana literasi digital yang sebaik-baiknya penggunaannya, menggunakannya agar produktif,” tuturnya.

Kemudian, ujar Fadjroel, diaspora JALAR juga dapat berperan di garis terdepan untuk membangun cara berpikir kritis atau critical thinking dan menyampaikannya melalui platform digital.

“Yang ketiga, yaitu mengajarkan kepada mereka [masyarakat] tentang the sound of evidence atau bukti. Jadi ketika menyampaikan sesuatu harus jelas ini berdasarkan riset yang mana, diambil dari jurnal mana, ini datanya atau survei atau polling-nya benar atau tidak misalnya seperti itu,” ujarnya.

Terakhir, Fadjroel meminta JALAR Nusantara untuk mengedukasi masyarakat untuk membedakan antara fakta dan opini.

“Penting diajarkan kepada masyarakat apa bedanya fakta dengan opini. Yang kebanyakan disinfomasi dan misinformasi itu adalah opini, bukan fakta,” tandasnya.

JALAR Nusantara adalah sebuah komunitas alumni pelajar Indonesia yang telah kembali ke Tanah Air yang dibentuk pada tahun 2018.  Sebanyak sekitar 1.000 orang tercatat sebagai anggota organisasi ini. JALAR berfungsi sebagai platform yang menghubungkan simpul alumni diaspora dan menguatkan kontribusi para alumni dari luar negeri melalui berbagai kegiatan di masyarakat. (FID/UN)

Berita Terbaru