Bulan Lalu Defisit 60 Juta Dollar, Kini Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 85,1 Juta Dollar

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 16 September 2019
Kategori: Berita
Dibaca: 700 Kali

Setelah bulan lalu mengalami defisit sebesar 60 juta dollar AS, neraca perdagangan Indonesia pada bulan Agustus 2019 mengalami surplus 85,1 juta dollar AS. Angka ini didapat dari realisasi ekspor Agustus sebesar 14,28 miliar dollar AS, sementara realisasi impor pada bulan yang sama mencapai 14,20 miliar dollar AS.

Neraca perdagangan Agustus 2019 itu juga merupakan peningkatan yang cukup drastis dibanding periode yang sama tahun 2018, yang mencapai 1,02 miliar dollar AS. “Alhamdulillah, neraca dagang kita surplus,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto dalam keterangannya di kantor BPS Pusat, Jakarta, Senin (16/9) siang.

Kepala BPS mengemukakan, ekspor Indonesia pada Agustus 2019 menurun 7,60 persen dibanding Juli 2019, yaitu dari 15.454,2 juta dollas AS menjadi 14.280,3 juta dollar AS. Sementara jika dibanding Agustus 2018, ekspor menurun 9,99 persen.

Penurunan ekspor Agustus 2019 dibanding Juli 2019, menurut Suhariyanto, disebabkan oleh menurunnya ekspor nonmigas 3,20 persen, yaitu dari 13.848,6 juta dollar AS menjadi 13.404,9 juta dollar AS, demikian juga ekspor migas turun 45,48 persen dari 1.605,6 juta dollar AS menjadi 875,4 juta dollar AS.

“Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia periode Januari-Agustus 2019 mencapai 110,07 miliar dollar AS atau turun 8,28 persen dibanding periode yang sama tahun 2018, demikian juga ekspor kumulatif nonmigas mencapai 101,48 miliar dollar AS atau menurun 6,66 persen,” ungkap Suhariyanto.

Impor

Mengenai realisasi impor, Kepala BPS Suhariyanto mengemukakan, nilai impor Indonesia Agustus 2019 mencapai 14,20 miliar dollar AS atau turun 8,53 persen dibanding Juli 2019, demikian pula jika dibandingkan Agustus 2018 turun 15,60 persen.

“Impor nonmigas Agustus 2019 mencapai 12,56 miliar dollar AS atau turun 8,76 persen dibanding Juli 2019, demikian pula jika dibandingkan Agustus 2018 turun 8,77 persen.  Sementara impor migas Agustus 2019 mencapai 1,63 miliar dollar AS atau turun 6,73 persen dibanding Juli 2019, dan turun 46,47 persen dibandingkan Agustus 2018,” kata Suhariyanto.

Nilai impor kumulatif Januari–Agustus 2019, menurut Suhariyanto, adalah 111.883,4 juta dollar AS atau turun 9,89 persen  (12.283,5 juta dollar AS) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan terjadi pada impor migas dan nonmigas masing-masing 5.498,9 juta dollar AS (27,82 persen) dan 6.784,6 juta dolar (6,50 persen).

Lebih lanjut penurunan impor migas disebabkan oleh turunnya impor seluruh komponen migas, yaitu minyak mentah 2.621,3 juta dollar AS (41,98 persen), hasil minyak 2.566,3 juta dollar AS (22,26 persen), dan gas 311,3 juta dollar AS (15,61 persen).

BPS mencatat, selama tiga belas bulan terakhir, nilai impor migas tertinggi tercatat pada Agustus 2018 dengan nilai mencapai 3.045,7 juta dollar AS dan terendah terjadi di Maret 2019, yaitu 1.520,8 juta dollar AS.  Sementara itu, nilai impor nonmigas tertinggi tercatat di Oktober 2018, yaitu 4.750,7 juta dollar AS dan terendah di Juni 2019 dengan nilai 9.782,4 juta dollar AS.

Ditambahkan Kepala BPS, penurunan nilai impor non migas disebabkan oleh turunnya nilai impor beberapa negara utama seperti Tiongkok 358,7 juta dollar AS (8,75 persen), Italia 156,5 juta dollar AS (48,20 persen), dan Jerman 116,5 juta dollar AS (29,90 persen).

Demikian jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, impor Januari–Agustus 2019 dari tiga belas negara utama turun 7,84 persen (6.577,9 juta dollar AS ). Penurunan ini terutama disumbang oleh Jepang 1.488,2 juta dollar AS (12,42 persen), Thailand 1.010,9 juta dollar AS (13,88 persen), dan Singapura 889,6 juta dollar AS (13,37 persen).

“Dari sisi peranan terhadap total impor nonmigas Januari–Agustus 2019, sumbangan tertinggi diberikan oleh kelompok negara ASEAN sebesar 19,54 persen, diikuti oleh Uni Eropa 8,47 persen. Sementara itu, tiga belas negara utama memberikan peranan 79,20 persen, dan Tiongkok masih menjadi negara asal impor terbesar dengan peran 29,17 persen,” ungkap Suhariyanto. (Humas BPS/ES)

Berita Terbaru