Cegah Kekerasan Terhadap Anak, Mendikbud Siapkan Sanksi Keras Bagi Kepala Sekolah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengemukakan, bahwa peristiwa kekerasan terhadap anak terjadi sebagian besar di sekolah. Sekolah sering menjadi hilir karena disanalah berkumpul anak-anak setiap hari lebih dari 50 juta anak per hari. Ketika ada masalah di hulunya, baik itu di rumah maupun di lingkungannya, lanjut Mendikbud, maka sekolah sering menjadi hilir dari tempat munculnya masalah itu.
Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat sejumlah langkah untuk meminimalisir kasus-kasus kekerasan terhadap ada, atau yang dilakukan oleh anak-anak sekolah. Langkah-langkah itu adalah: Satu, membuat interaksi lebih intensif antara walikelas dengan orangtua.
Mulai semester ini wali kelas harus berinteraksi dengan orang tua secara intensif. Kita menggariskan bukan sekedar pembagian rapost tetapi komunikasi antara orang tua dan wali kelas, tegas Anies kepada wartawan seusai rapat terbatas (ratas) penanggulangan kekerasan terhadap anak, di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (20/10) petang.
Kedua, lanjut Mendikbud, sejak tahun ini dibuat direktorat khusus tentang orang tua.
Anies menyebutkan, materi-materi untuk pendidikanyang dibekalkan kepada orangtua diberikan lewat institusi sekolah dan wali kelas.
Ketiga, bila terjadi peritiwa kekerasan maka akan diberikan tindakan tegas kepada sekolah dan guru yang membiarkan gejala-gejala kekerasan berujung pada kekerasan.
Menurut Anies, hampir selalu peristiwa kekerasan itu ada gejala-gejala, jarang sekali mendadak. Tetapi yang sering terjadi adalah gejala tersebut didiamkan sehingga menjadi peristiwa. Begitu terjadi peristiwa heboh. Dengan begitu sekolah yang mendiamkan akan diberikan tindakan, arahan Presiden juga begitu, jadi kita akan membuat aturan kepala sekolah akan dicopot atau diberhentikan jika membiarkan kekerasan dan juga guru akan mendapatkan sanksi, tegas Anies.
4 Faktor
Sementara itu Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh mengemukakan, ada 4 (empat) faktor yang menjadi penyebab kasus kekerasan terhadap anak. Pertama adalah rentannya ketahanan keluarga , dan salah satu mekanisme jawabannya adalah pendidikan pranikah, penguatan kelembagaan keluarga melalui kursus calon pengantin yang sudah ada pranatanya tapi belum cukup berdaya kelembagaannya.
Faktor yang kedua adalah maraknya pornografi, dari data yang dimiliki Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), menurut Asrorun, anak berada posisi paling tinggi baik menjadi pelaku maupun korban dan selalu memiliki irisan dengan akses materi pornografi sehingga penting dengan mekanisme penegakan hukum agar bisa dilakukan pencegahan.
Ketiga, lanjut Ketua KPAI itu, adalah tayangan kekerasan baik di media televisi, media sosial maupun dari tayangan permainan anak. Shingga perlu langkah-langkah progresif untuk melakukan regulasi guna memastikan tayangan yang sehat bagi anak.
Yang keempat adalah mekanisme penghukuman yang di rasa belum meeberikan penghukuman. Seperti yang tadi disampaikan secara langsung yaitu pemberatan hukuman melalui mekanisme pengebirian dengan cara suntik ataupun bedah saraf karena prosesnya butuh payung hukum maka diusulkan agar ada Peraturan Presiden, terang Asrorun.
(FID/RAH/ES)